Tik...tik...tik... Bunyi tetesan air hujan yang mengenai atap rumahku. Udara yang dingin sampai menusuk sampai ke tulang. Ku pandang suasana hujan itu yang semakin menjadi-jadi dari jendela kamar ku. Tak ku sadari bahwa saat suasana seperti itu menghanyutkanku dalam kenangan masa lalu. Tetesan air mataku kini telah membasahi pipiku. "Mungkinkah karena kejadian itu", pikir ku.
Aku sudah berusaha melupakan hal itu tapi semua usaha itu sia sia belaka. Baru ku lupakan tapi setiap ku bertemunya serasa kejadian itu terulag lagi di ingatanku. "Apa yang harus ku lakukan untuk melupakannya?" batin ku. Coba ku lupakan tapi muncul lagi iiih... sebal sekali. "Semua itu gara-gara dia", kata ku. Rasanya ingin ku hapus semua itu dari memoriku.
Waktu yang ku tunggu tunggu tuk bisa melupakannya akhirnya datang juga. Sudah tiga tahun ini ku tak lagi menggigatnya. Sungguh hidupku terasa lebih ringan. Tak ada lagi dirinya membuat ku jadi tak punya banyak masalah. Hingga rasanya begitu bahagianya hidup ini karena tak ada lagi masalah itu di ingatan ku.
Waktu memang terus berjalan, tak terasa kini ku sudah lulus kuliah dan sudah bekerja sebagai guru. Mendapat tanggungan mengajar memang seru aku jadi ingat masa kecilku dulu. Tak kuduga pada akhirnya aku mendapat tawaran kerja padahal ku sudah bekerja. Ku diskusikan hal itu dengan orang tuaku. Mereka pun memintaku untuk bekerja di sebuah sekolah yang ternama.
Paginya ku telah bersiap menuju ke tempat tujuan. Bahagianya bisa dapat pekerjaan baru yang lebih baik. Ku meluncur ke sana dengan motor ku. Sesampainya di sana aku tidak langsung mengajar karena belum ada jadwal baru dan besok aku baru bisa mengajar. Semua berkas lamaran telah ku kumpulkan. Aku pun diminta untuk pulang karena hari ini masih pakai jadwal lama jadi besok ada jadwal ku dan ku harus datang tentunya.
Di perjalanan pulang perutku mulai lapar karena tadi tak sempat sarapan. "Enaknya makan apa ya? Apa bakso aja kan lama udah ngak makan bakso. Okelah", gumanku. Ku hentikan motorku di depan warung makan bakso. Langkah kaki ku terasa tak sabaran untuk masuk " Apalagi perutku yang mulai keroncongan". Aneh sungguh beda dari yang dulu kini telah ada pelayan di warung dulukan belum ada. Salah satu pelayan itu menghampiriku lalu menanyaiku " Mbak pesan apa?"
"Em... itu mbak bakso satu sama teh manis panas", jawabku.
Dia pun berlalu untuk mengambilkan pesananku. Tak lama ku menunggu kini pesanan telah ada di depanku. Ku langsung memakannya eit... jangan kira aku sudah berdoa lho sebelumnya. "Usai sudah makannya tinggal bayar nih." Ku hampiri kasir di warung, sekarang udah ada kasir tidak seperti dulu. Lalu segera ku bayar. Dengan penuh semangat aku melangkah keluar menuju motorku dan langsung ku melesat dengan cepat. Setibanya di rumah aku melakukan aktivitas seperti biasa.
Esok hari ku bangun pukul tiga dini hari untuk sholat tahajut ku memohon agar hari ini semuanya lancar Amin. Selesai sholat ku raih Al qur'an untuk ku baca. Itulah yang ku lakukan sampai azan subuh berkumandang ku baru mengakhiri baca qur'an. Masih sempat aku ikut berjamaah di masjid yang dekat dengan rumahku. Ku lakukan aktivitas ku biasa tuk nugas kan mau ke sekolah buat mengajar murid. Pukul 06.30 aku sudah berada di sekolah gak papa sambil kenalan ma guru yang lain biar pun yang datang baru sedikit.
Teet...teet....teet.... bel masuk berbunyi ku segera masuk ruangan yang akan ku ajar. Di kelas itu dimulailah doa bersama lalu aku mulai mengisi daftar hadir murid dulu. Ku panggil sisiwa satu persatu ya sekalian kenalan. Selesai absensi, tiba - tiba saja ada yang mengetuk pintu kelas, segera ku keluar untuk menemuinya.
" Iya ada apa pak?" tanyaku.
"Begini bu saya minta waktu sebentar untuk menyeleksi siswa yang akan ikut paskibraka", jawabnya.
Ku persilahkan mereka masuk untuk melaksanakan seleksi. Entah apa yang membuat salah satu dari TNI AD itu menatapku terus. Iiih...aneh kan.
Ternyata waktu seleksinya memakan banyak waktu sampai waktu pulang sekolah tiba "Kasian lho mereka ngak ikut pelajaran deh tapi mereka malah senang lho",gumanku lirih.
Aku menuju parkiran hendak mengambil motorku agar bisa pulang cepat. Namun tak kusangka anggota TNI AD tadi ngeliatin aku juga ada yang di parkiran" Hey, mbak", sapanya. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Ketika ku ingin melaju dia menghentikanku.
"Eh...eh...mbk tunggu dulu", pintanya.
"Iya ada apa pak ? Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku.
"Kamu Safira Husna kan yang panggilannya Fira?" katanya.
Aku tak menyangka dia mengenalku karena itu ku lontarkan pertanyaan, "Lho masnya ini siapa saya ngak kenal tapi kok tahu nama saya dari mana?"
"Apa kamu lupa aku ini Dani teman sekolah kamu selama 6 tahun," terangnya.
Ingatanku mulai mengingat kenangan di waktu lalu.
"Oh kamu yang pernah biikin aku di fitnah banyak orang gara gara deket ma kamu padahal cuma temenan," kataku.
"Iya maaf ya," ucapnya penuh nada penyesalan.
"Nggak papa kok," balasku.
Rasanya kaya diintrogasi ama polisi apa apa ditanyakan sampai 30 menit baru kelar. Uuh... rese banget sih. Yang penting aku bisa cepet pulang. Sampai di rumah ponselku berdering tanda pesan masuk. Entah itu dari siapa nomornya nggak ku kenal. Tapi tak ku tanggapi sampai ada pesan yang mengatakan kalau dia Dani. Ku membalasnya
"Oh Dani kirain siapa, ada apa kok tumben hubungin aku?"
Hanya ku terima balasan seperti ini "Nggak ada apa apa kok cuma pastiin aja kalau itu nomor kamu."
Ku balas pesannya hanya dengan kata "Oh."
Hari hari berlalu terasa begitu cepat. Sampai aku tak menyangka hari ini adalah hari libur. Waktuku habiskan di rumah tapi ngak tahu kenapa Dani datang ke rumahku mengajakku untuk jalan. Membeku suasana di perjalanan karena aku di boncengin padahal ngak mau ikut tapi paksa dengan alasan ini itu ya udah gue ikut dia. Ya udah gue membisu aja biar tambah beku deh. Tiba di tempat tujuan kami masuk ke cafe itu dan mencari tempat duduk. Usai dapet kok malah Dani bertingkah dia menyiapkan kursi untukku sambil bilng gini " Silahkan cantik." Rasanya pengen aku pukul dia tapi aku sabar aja ku cuama diem terus. Sampai-sampai ia jenuh dengan sikapku itu.
"Gimana?" tanya Dani.
"Apanya?" tanyaku balik.
"Masa sih kamu lupa sama soalan itu," ungkitnya.
"Yang mana aku ngak inget sama sekali," jawabku sebal.
"Ya elah," katanya sedikit kecewa mendengar jawabku sambil menepuk dahinya.
"Emangnya apa udah ngomong aja?" pintaku.
"Itu waktu aku bercanda aku pernah bilang," katanya dengan jeda.
"Bilang apaan sih," kataku tak sabar.
"Em kalau a...ku mau sama kamu," jawabnya lirih tapi masih terdengar.
"Oh yang dulu waktu kelompokan bareng itu?" tanyaku memastikan.
"Iya tapi bukan itu maksudku," sanggahnya.
"Terus apa emangnya?" tanyaku lagi yang semakin bingung dibuatnya.
"Sebenaranya aku.....aku...aku..." katanya tergagap.
Tubuh Dani seketika itu jadi bergetar.
"Kamu napa sih Dan?" tanyaku yang heran dengan tingkahnya barusan.
"Kok malah grogi gini yaudah apa langsung aja ya. Em...aku bakal kasih tahu kamu langsung tapi kamu jangan kaget ya," jelasnya setelah beberapa saat menenangkan diri.
"Ya apaan sih bikin aku jadi kepo tahu," balasku.
Dani memintaku untuk menutup mata. Kupejamkan mataku dan akhirnya aku boleh membuka mataku setelah Dani siap. Perlahan-lahan mataku terbuka dan kulihat sebuah cincin.
"Hah...ini apa? Cincin," kataku sedikit terkejut melihat benda keemasan itu.
"Kan aku udah bilang jangan kaget kok malah kaget ini buat kamu!" Dani mengingatkanku.
Lalu dani mengambil cincin itu dan hendak memakaikannya di jari ku.
"Stop", pintaku.
"Tunggu dulu kita ini bukan mahramnya gak boleh pegang-pegang. Terus maksud kamu apa?" tanyaku penuh tanda tanya.
"Sebenarnya aku udah terlanjur suka kamu Fir, tapi aku ngak pernah cerita ke kamu soal itu karena aku tahu kamu bakalan nolak," jelasnya.
"Siapa bilang," sanggahku.
Seketika wajah Dani menjadi berseri seri.
"Lho emangnya kamu suka sama aku?" tanya Dani yang tak sabar lagi dengan jawabanku.
"Iya sih tapi itu kan dulu sekarang gak tahu", jelasku.
Wajah Dani langsung menjadi murung.
"Iih gak usah murung gitu kali kan semuanya udah ada yang ngatur", kataku untuk menghiburnya.
"Em... gak papalah kalau itu keputusan kamu", lanjutnya dengan suara yang berat karena kenyataan yang pahit itu.
Langsung disimpannya cincin itu.
Karena kejadian itu acara kami untuk jalan hanya sebentar. Diantarkannya pulang diriku ini.
"Kenapa setiap aku deket sama dia semuanya rasanya membeku?" batinku.
"Udah sampai nih. Titip salam buat ortu lho ya", kata Dani.
"Oke Dan jangan sedih lho nanti gantengnya ilang lho", ejekku.
Ia berlalu meninggalkanku aku pun segera masuk ke rumah.
Ibu yang melihatku kembali lansung menanyaiku, "Darimana nak?"
"Oh habis jalan ma temen bu," jawabku.
Ibu yang melihat Dani mengantaku tadi mulai menanyaiku tentangnya, "Cowok kamu ya itu tadi?"
"Bukan bu aku kan gak punya cowok," sanggahku.
"Oh gitu. Tapi siap ya nanti malam?" kata ibu mengingatkanku.
Aku yang tidak mengerti maksud ibu bertanya kembali, "Siap buat apa bu?"
"Buat ketemu sama orang yang mau melamar kamu alias calon suamimu," jawabnya enteng.
"Apa?" teriakku terkejut mendengar jawaban ibu.
"Nggak usah kaget gitu kali nak ibu tahu itu berat tapi kan kamu udah cukup dewasa untuk menikah," kata ibu menenagkan.
"Lho bu tapikan..." kataku mencoba beralasan.
"Sttt... ngak pakek tapi tapian tadi baru saja ibu ketemu sama calon mertua," jawabnya dengan nada serius.
"Apa kok ibu ngk ngabarin aku sih nantikan aku bisa..."
Belum selesai bicara ibuku menyela sesuai isi pikiranku, "Nolak lamarannya ya kan?"
"Kok ibu tahu sih," gerutuku.
"Makanya ibu ngak ngabarin kamu," balasnya penuh rasa kemenangan.
Malam pun tiba hati ini rasanya tak menentu senang sedih ragu ah pokonya semua udah jadi satu. Kayak bubur aja ya campur aduklah.
"Nak calonmu udah dateng nih cepetan keluar udah di tunggu lho", pinta ibuku.
"Iya bu sebentar", jawabku sedikit terbata-bata.
Kulangkahkan kaki menuju ruang tamu. Semakin tidak karuan pikiranku. Tiba di ruang tamu ibu langsung menyuruhku duduk di dekat pemuda yang ingin melamarku. Rasanya sebal deh tapi apa boleh buat aku harus menuruti perintah ibu. Aku duduk disamping pemuda itu yang menggunakan baju koko dan peci yang membuatku heran apakah dia ustad. Beribu tanda tanya telah muncul di hati ini "Siapa dia?"
"Kok sama ya pakaianku juga muslim ah biarlah ngak papa," batinku yang dari tadi merasa aneh.
Disamping pemuda itu ada aku tapi terpisah oleh jarak dan kepalaku masih tertunduk sampai ibu memintaku untuk melihat wajah calonku itu. Ku angkat kepalaku berusaha melihat pemuda itu. Pandangan kami pun bertemu.
"Hah Dani," kataku sedikit terkejut.
"Lho kok kamu Han", katanya heran.
Kami sama sama terkejut karena tak menyangka hal itu akan terjadi. Itu diketahui oleh ibunya Dani yang langsung terlihat senang sambil mengatakan "Oalah kalian udah kenal to? Bagus itu tinggal nentuin tanggalnya."
Terasa diriku terbawa arus dan tak bisa berbalik lagi jadi ku harus ikut apa yang mereka katakan meskipun itu berat.
"Ya udah kalian kalau masalah tanggal biar kami aja kalian berdua ngobrol dulu sana", ambung ayahku.
Aku dan Dani beranjak dari tempat duduk.
Di teras rumah kami duduk berdampingan. Tapi pada dua kursi lho ngak satu untuk berdua. Di sana kami mulai berbincang.
"Ternyata tadi yang nolak aku malah sekarang udah mau jadi istri aku," ucapnya bahagia.
"Mungkin kita emang udah jodoh kali ya," sambungnya.
"Aku kan udah bilang kalau semua itu udah ada yang ngatur," kataku yang juga merasa lega.
"Iya baiknya lagi kamu yang dijadikan sebagai pendampingku," gombal Dani membuat pipiku merona.
"Enak aja," kataku sambil mencubit lengannya.
" Lho kok gitu kamu nggak mau jadi pendamping aku?" tanyanya lagi memastikan.
"Kalau iya, kenapa? Mau protes?" kataku sedikit ketus.
Ekspresi Dani hampir berubah. Ku sambung lagi dengan kata-kata ku yang nanti akan membuatnya senang.
"Iya aku nggak mau nolak jadi pendamping hidup kamu maksudnya," lanjutku.
"Kamu tuh ya bikin aku frustasi dengan kata penolakanmu," ucapnya kesal karena ku permainkan.
"Itu kan belum selesai tadi," kataku membela diri.
"Allah memang memberiku pilihan yang tepat dan kamu pasti yang terbaik untukku," kata Dani penuh syukur.
Ku tersenyum melihat Dani mengatakan semua itu. Dia pun membalas senyumku sambil mengatakan "Aku mencintaimu karena Allah."
Mendengar kalimat yang indah itu langsung ku balas dengan kalimat yang sama. Sepertinya inilah akhir dari pertemanan kita Dani karena sebentar lagi ku kan jadi milikmu.
-24 Agustus 2019-