Hai, aku Yeran. Di umurku yang sudah genap berumur 18 tahun ini aku masih mempertanyakan mengapa ada kata "sedih"? Aku tidak tau mengapa aku mempertanyakan hal yang tidak berguna itu.
Dan aku tidak berniat menanyakan kepada orang lain atau pun teman. Lagi pula, jika diingat ternyata aku tidak memiliki orang dekat ataupun teman dan bahkan orang tua.
Terkadang aku berpikir, aku menanyakan hal itu mungkin karena aku sudah muak dengan rasa sedih sampai aku lupa bagaimana rasa sedih itu. Saat aku masih berumur 9 tahun, aku kehilangan kedua orang tua ku.
Ayahku meninggal karena terkena racun yang disengaja oleh rekan kerjanya sendiri. Setelah itu Ibu meninggal karena hinaan orang orang ada di sekitaran komplek yang membuat ibu depresi sampai bunuh diri dengan cara menjatuhkan dirinya dari lantai 2 yang dimana dibawah terdapat banyak paku.
Dan tepat saat itu aku melihat dengan mata sendiri ibu terjatuh. Saat itu juga, aku tidak tahu harus bagaimana. Di umurku yang masih 9 tahun pada saat itu tidak mengerti harus berbuat apa. Terlebih lagi aku ingin muntah saat melihat mayat Ibu yang penuh dengan darah.
Jika aku mengingat kejadian itu, aku sudah tidak ingat bagaimana perasaanku pada saat itu. Menurutku hal seperti itu adalah hal sangat-sangat tidak berguna untuk diingat. Dan aku bersepakat untuk melupakan semuanya. Mulai dari kejadian sampai wajah mereka. Dan aku benar benar benci dengan Kesedihan.
Hari ini, aku ingin berangkat ke kampus. Dan aku berniat untuk bangun lebih cepat dibanding hari hari sebelumnya. Namun, tepat pada pukul 06.25 aku mendengar suara tangisan dari samping kemaraku.
Aku mengintip dari jendela, dan di depan rumah tetanggaku sudah terparkir ambulance. Selain itu, ada banyak orang yang berdiri di depan. Ternyata ayah mereka telah meninggal dunia.
Dan apakah aku memperdulikannya? Tentu saja tidak. Hal yang seperti itu adalah hal paling aneh bagiku. Untuk apa mereka belarut dalam kesedihan dan ujung ujungnya hanya dilupakan dan membuatnya sebagai kenangan.
Aku lanjutkan kegiatan pagiku yang ingin pergi ke kampus. Mulai dari merapikan tempat tidur, sarapan, mandi, dan pergi. Aku berjalan seperti biasa, karena jarak rumahku dengan kampus tidak begitu jauh.
Setiap harinya aku berjalan sendiri dan tidak pergi dengan teman. Ya, karna aku tidak memiliki teman. Bisa dibilang aku berdarah dingin dan tidak suka bergaul dengan orang lain.
Prinsipku "buat apa bersama orang lain sedangkan kita bisa sendiri". Lagi pula, tidak ada orang yang ingin berteman dengan orang sepertiku. Tidak pernah keluar rumah, pendiam, malas bergaul, dan tidak asik atau bisa dibilang garing.
Aku masuk kampus tepat pukul 09.00 pagi dan keluar pukul 12.00 siang. Dan begitu setiap harinya. Terkadang aku tidak masuk kampus jika jam masuknya di perlama.
Keluar dari kampus, aku pergi makan siang di salah satu kafe yang sudah lama menjadi tempat ternyamanku. Aku sering mengerjakan tugas-tugas dari kampus di kafe itu.
Terkadang pelayanan sering menanyakan apakah aku tidak memiliki teman atau pacar. Dan ya, aku hanya membalas atau menjawabnya dengan berkata "mereka lagi sibuk"
Pulang dari makan siang, aku kembali pulang. Sesampainya di depan rumah aku melihat rumah tetanggaku yang semakin ramai. Aku masuk kerumah dan masuk kedalam kamar lalu menenangkan pikiran.
Karena bosan, aku berniat menggambar. Namun sebelum itu aku pergi ke dapur untuk mengambil minum. Setelah itu aku kembali ke kamar, mengambil peralatan gambar, duduk dimeja belajar dan mulai menggambar.
Bisa dibilang keahlian ku dalam menggambar cukup memuaskan. Karna itu termasuk dalam hobiku selain menyendiri.
Aku mulai menggores goreskan pensil diatas kertas tebal. Pelan pelan, dan terciptalah suatu gambar.
Gambar yang hanya berbentuk genangan air, yang tidak tau apa artinya. Tidak disangka jam sudah menunjuk pukul 18.00 sore. Padahal jika diingat kembali, aku hanya duduk di kursi tapi sudah sangat sore.
Aku pun mandi dan berniat untuk keluar mencari makan malam. Selesai mandi dan bersiap untuk pergi, aku bingung harus pergi kemana. Lagi pula aku lagi tidak selera makan.
Setelah berpikir panjang, aku pun berniat pergi ke perpustakaan saja, ada buku yang belakangan ini banyak diminati orang orang. Aku pun bergegas keluar, mengunci pintu dan berangkat.
Saat lagi menikmati udara yang hampir malam itu, aku melihat anak kecil perempuan yang duduk sendirian di depan rumahnya dengan memasang wajah sangat sedih. Aku ingin mengabaikannya, namun kata hatiku terus saja memaksakan kalau aku harus menemani anak itu.
Dari pada selalu saja mengabaikan orang, mungkin kali ini tidak salah. Aku pun pergi menuju anak itu dan duduk di sebelahnya.
"Hai cantik, ada apa?" tanyaku yang sok akrab.
Gadis kecil itu tidak menjawab tetapi mengeluarkan air mata dan tidak bersuara. Dan wajahnya memperlihatkan bahwa dia sedang dalam dunia yang tidak baik baik saja.
"Lah, kok nangis? Coba cerita, abang gak apa apain kok. Janji deh" ucapku.
"Ibu bang" kata yang dikeluarkan anak itu dengan sangat sesak.
"Ibumu kenapa cantik? " tanyaku sedikit menghibur.
"Ibu udah gak ada" balasnya sambil menangis dengan keras yang sudah lama ditahannya
Seketika aku merasa bersalah menanyakan hal itu. Tapi disisi lain jika aku pergi saja meninggalkannya tadi, mungkin tidak ada yang menanyakan keadaannya.
Saat aku melihat gadis kecil itu terus menerus menangis, secara sendirinya, aku memeluk gadis itu. Perasaanku melihat dia menangis sangat terpukul dan tidak bisa berbuat apa apa.
"Cup.. Cup.. Udah ya... " ucapku sambil mengelus kepalanya.
Tidak lama kemudian ada seorang wanita dewasa yang datang kehadapan kami. Dan wanita itu ternyata adik dari ibu gadis itu. Wajah wanita itu memperlihatkan bahwa dia benar benar terpukul.
"Layla... Mari nak" Ucapnya kepada gadis kecil yang direbutnya dari pelukanku dan mengeluarkan air mata.
Aku hanya bisa melihat mereka menagis dan tidak ingin banyak bertanya.
"Terima kasih udah nemanin layla ya Mas" ucapnya sambil mengusap air mata yang banyak mengalir membasahi pipinya.
Aku hanya bisa membalas senyum, setelah itu mereka pergi. Aku kembali duduk di tempat dimana aku memeluk gadis itu. Lagi lagi teringat masa kecilku yang sangat menyuramkan itu.
Dan pertanyaan itu kembali muncul, "mengapa ada kesedihan di dunia ini".
Aku tidak jadi pergi karena susana pada saat itu berubah menjadi hampa dan dingin.
Aku kembali kerumahku yang hanya dihuni oleh satu orang saja. Membuka kunci dan kembali ke kamar yang benar benar sepi.
" Tuhan, jika dunia mengatakan manusia tidak bisa hidup sendiri. Mengapa aku hidup sendiri? " kata batinku.
Bayang bayang itu kembali muncul, dan semuanya menjadi sunyi. Hal yang tidak pernah kuingat kembali dan sudah lama aku lupakan. Kembali muncul menghantui pikiranku.
Aku tidak tau mengapa, saat aku mengingat wajah gadis kecil itu. Aku teringat kehidupanku semenjak kehilangan orang tua.
Rasa sesak yang sudah lama aku hilangkan, kini kembali lagi dan terasa semakin sesak. Rasanya ingin berteriak dan merasa tidak Terima.
Karena tidak tahan, air mata mulai keluar dari sudut mataku, dan membasahi pipiku yang sudah lama kering.
Rasanya kembali lagi setelah 9 tahun berlalu, rasa sakit itu mulai kembali. Rasa yang paling sakit dibandingkan rasa sakit karena kecelakaan.
Rasa yang diciptakan dari kesedihan. "Ayah, Ibu. Mengapa kalian tidak melihatku tumbuh besar? Mengapa kalian menciptakan menuliskan kata Sedih di buku kehidupanku? Mengapa aku menjadi salah satu orang yang kehilangan orang tersayang di bumi ini?" ucapku dalam batin.
Yang bisaku syukuri dalam hidupku hanyalah masih bisa bertahan sejauh ini.
Bertahan tanpa ada orang yang melihat perkembanganku.
Tangisanku tidak berhenti sejak tadi. Wajah gadis kecil yang selalu terbayang bayang. Masa lalu yang menghantui. Aku tidak bisa berhenti mengis karna hal itu.