Mentari pagi menyinari kedai kopi kecil milik Bu Ani. Aroma kopi robusta yang baru diseduh memenuhi udara, bercampur dengan harum roti panggang dan sedikit aroma tanah basah setelah hujan semalam. Di sudut kedai, seekor kucing oren gemuk tertidur pulas di atas bantal kecil bermotif bunga matahari. Kucing itu bernama Jingga, maskot kedai kopi Bu Ani yang selalu menarik perhatian pelanggan.
Seorang pemuda bernama Dimas masuk ke kedai. Ia tampak lelah dan sedikit lesu. Ia memesan secangkir kopi hitam dan sepotong roti panggang. Sambil menunggu pesanannya, Dimas memperhatikan Jingga yang masih tertidur. Senyum tipis terukir di bibirnya. Ia merasa tenang melihat kucing itu.
Bu Ani datang membawa pesanan Dimas. "Ini Mas, kopinya. Mau gula?" tanya Bu Ani ramah.
"Tidak usah, Bu. Hitam saja sudah cukup," jawab Dimas.
Dimas menyesap kopi hitamnya. Rasanya pahit, tapi terasa menenangkan. Ia menikmati suasana kedai yang nyaman dan hangat. Jingga, yang sudah terbangun, mendekati Dimas dan menggosok-gosokkan tubuhnya ke kaki Dimas. Dimas mengelus bulu Jingga yang lembut.
"Kucingnya lucu, Bu," kata Dimas.
"Iya, Mas. Namanya Jingga. Dia sudah lama di sini," jawab Bu Ani. "Seringkali, pelanggan yang lagi sedih atau stres jadi lebih tenang kalau lihat Jingga."
Dimas mengangguk. Ia merasa Bu Ani benar. Melihat Jingga yang tenang dan damai membuatnya merasa lebih rileks. Ia melupakan sejenak beban pikirannya.
Selesai menikmati kopinya, Dimas membayar dan pamit pulang. Ia merasa lebih segar dan bersemangat. Ia berjanji akan kembali ke kedai kopi Bu Ani lagi. Ia tahu, di sana, selain kopi yang nikmat, ada Jingga, kucing oren gemuk yang selalu mampu menenangkan hatinya.
Akhirnya aku selalu datang ketempat Bu ani sang pemilik kopi dan bermain dengan sih kucing Oren yg sedikit menghilang
Kan rasa stres ku dan menenangkan hati ku aku merasa sedikit mengurangi beban yg ada di pikiran ku .