"Pengen deh gue dibeliin fresh flower sama Kenzie." Ujar Dasha sedih tatkala netra coklatnya memperhatikan setiap pasangan kekasih yang tengah membeli bunga dipinggir jalan.
Para pasangan itu nampak bergembira. Yang perempuan begitu berbinar saat laki-lakinya menyerahkan buket bunga. Dan yang laki-laki nampak tersenyum tulus melihat perempuannya bahagia.
"Lo mau gue beliin?" Tanya Raffa--sahabatnya, yang tengah duduk di sampingnya sambil menenggak minuman cola miliknya.
Dasha menggeleng. "Gue pengennya dibeliin sama Kenzie."
Raffa mengelus pelan puncak kepala sahabatnya itu. "Lu coba confess lagi, kali ini gue bakalan bantuin."
"Seriously??" Dasha nampak berbinar, bahkan ia langsung berdiri dari tempat duduknya saking sangat excited.
Laki-laki dengan potongan rambut comma hair itu mengangguk pelan. "Iya, kali ini lo pasti diterima."
"Thanks ya!! Lo sahabat terbaik guee..."
Dasha berseru kencang hingga membuat orang-orang disana memperhatikan mereka.
"Iya iya, yuk gue anter pulang. Nanti bokap lo marah lagi kalau lo balik telat." Raffa merogoh kunci motornya dari saku celana abu-abunya kemudian menaiki motor ninjanya dan memakaikan helm pada Dasha sebelum perempuan itu naik ke motornya.
*****
Keesokan harinya...
"Sekarang Kenzie ada latihan basket. Lo cukup ngasih air minum aja ke dia setelah dia latihan basket. Habis itu lo bilang ke dia kalau lo bakal nungguin dia di gazebo setelah pulang sekolah. Kalau lo udah bilang gitu ke dia. Lo balik lagi ke kelas,soalnya kita ada ulangan, lo bisa di marahin bokap lo kalau lo gak ikut ulangan." Jelas Raffa.
"Kalau dia gak dateng nemuin gue pas pulang sekolah gimana?" Tanya Dasha khawatir.
"Dia pasti bakal nemuin lo."
"Gue takut. Gue takut dia cuekin gue untuk yang ke sekian kalinya"
"Kalau dia gak dateng nemuin lo, artinya gue yang salah. Lo bisa marahin gue sepuas lo."
Dasha terlihat tersenyum tipis. "Gue percaya sama lo Raffa. Lo sahabat terbaik gue."
"Oke, sekarang come on!"
Dasha dengan berani melangkah lapangan indoor tempat latihan basket. Ia sebenarnya tidak berani karena sudah berkali-kali dicuekin Kenzie. Tapi kali ini Ia percaya pada sahabatnya. Kepercayaan itu yang membuatnya yakin kalau Ia akan berhasil kali ini.
Saat sampai di ruangan. Terlihat banyak siswi yang memperhatikan Kenzie yang sedang beristirahat.
Jantungnya berdegup kencang karena melihat sosok tampan itu makin tampan dengan keringat yang membasahi tubuhnya.
Ia mendekati Kenzie meskipun mulai terdengar bisik-bisik dari siswi yang sedang memperhatikan laki-laki itu.
"Ken." Panggilnya sambil mendekat.
Kenzie nampak menaikkan sebelah alisnya melihat perempuan yang sudah berkali-kali Ia tolak itu datang lagi menghampirinya. "Apa dia udah gak punya malu nyamperin gue mulu?" Batin Kenzie.
Teman-teman Kenzie nampak menyunggingkan senyuman remeh melihat perempuan berparas biasa saja itu.
"Nih, buat lo." Ia menyodorkan minuman pada Kenzie.
Kenzie dia ditempat. Itu membuat Dasha benar-benar kebingungan.
"Itu.. pulang sekolah gue tunggu di gazebo. Ini minumannya buat lo, lumayan buat nyegerin tenggorokan." Dengan keberanian Dasha berbicara seperti itu membuat seluruh orang disana membicarakannya.
"NAJIS." ujar kenzie melemparkan minumannya.
Jantung Dasha seperti berhenti.
Orang-orang disana seketika melempari Dasha dengan sampah bekas snack ataupun minuman.
Dasha tertunduk lesu, air matanya tidak terbendung lagi. "Raffa, lo bohong." Gumamnya. Ia pun dengan tertatih pergi dari ruangan itu menuju taman.
*****
Sementara di kelas, Raffa menunggu Dasha yang tidak kembali ke kelas. Padahal kertas ulangan sudah dibagikan sejak 10 menit yang lalu. Ia menjadi tidak tenang. Akhirnya ia izin ke toilet untuk pergi mencari Dasha.
Lama berkeliling sekolah mencari Dasha akhirnya Raffa menemukan perempuan itu yang tengah menangis sesegukan dikursi taman.
"Dasha? Lo..."
Dasha mengangkat wajahnya, terlihat perempuan itu begitu berantakan. "Lo bohong Fa... Kenzie nolak gue, bahkan dia mempermalukan gue didepan orang banyak."
Raffa mengepalkan tangannya marah. Namun ia memilih untuk menahannya dan memeluk sahabatnya itu agar sedikit lebih tenang.
"Sorry, ini salah gue." Ujar Raffa sambil membawa tubuh mungil Dasha ke pelukannya.
*****
PLAKK
"APA INI DASHA? KAMU TIDAK IKUT ULANGAN MATEMATIKA? KAMU BOLOS?"
Dasha menyeka sudut bibirnya yang terluka akibat tamparan keras ayahnya.
Lagi, lagi, dan lagi. Dasha lagi-lagi babak belur oleh ayahnya akibat mendapatkan nilai jelek. Dan sekarang puncak kemurkaan ayahnya karena ia tidak mengikuti ulangan sebab ia sibuk meratapi nasib karena sudah ditolak Kenzie yang ke sekian kalinya.
"Maaf ayah..tadi aku lagi kurang sehat." Lirihnya.
"BOHONG KAMU." Tendangan melayang di pinggang kiri Dasha.
"AWW, SAKIT YAH..." Ia menahan nyeri yang begitu parah.
"Anak gak guna. Malu-maluin aja. M*ti saja kamu! Percuma saya sekolahkan kamu mahal-mahal tapi kamu tidak bisa berikan saya yang terbaik. Anak bren*sek!" Ia menendang pinggang anaknya lagi.
Dasha tersenyum getir menyaksikan kaki ayahnya yang menjauh.
"Iya, aku juga maunya gitu yah.." Gumamnya.
*****
Satu pesan singkat di malam hari dari Dasha membuat Raffa panik bukan main.
"Aku pamit ya... Makasih atas semua kebaikan kamu. Kamu sahabat terbaik aku."
Setelah membaca pesan itu yang kedua kalinya, ia langsung menaiki motornya menuju rumah perempuan itu. Perse*an dengan ayah Dasha yang kil*er. Kali ini firasatnya benar-benar buruk.
Setelah sampai dirumah besar Dasha, ia langsung saja masuk kerumah itu. Ia pikir ia akan dihadang oleh ayahnya Dasha. Namun nampaknya pria itu tidak ada dirumah.
"Bi, maaf saya lancang masuk. Saya mau ketemu Dasha sekarang."
"Loh kenapa den, tumben banget asal masuk aja." Jawab pembantu satu-satunya dirumah itu.
"Kita kekamar Dasha sekarang bi, kita gak punya waktu."
Pembantu itu menurut saja, ia juga khawatir karena tadi melihat majikannya keluar dari kamar anaknya dengan keadaan penuh amarah.
"DAS, DASHA! INI. GUE RAFFA!" Raffa menggedor kamar perempuan itu. Tapi tidak ada jawaban sama sekali.
Raffa begitu frustasi, ia kemudian menendang dengan sekuat tenaga pintu kayu itu hingga terpelanting.
Raffa teepaku ditempat. Tubuhnya seperti kaku melihat pemandangan di hadapannya.
"NON DASHA!!!" pembantu itu begitu histeris, dia menghampiri tubuh yang sudah penuh da*ah itu.
"Dasha... maaf.. Maafin gue.. Hiks..."
Tubuhnya terkulai membentur dinding yang ada di belakangnya kemudian merosot hingga kaki-kakinya seperti tak bertulang. Sangat lemas.
"Den.... Non Dasha udah gak ada Den..Sepertinya dia b*nuh diri." Ujar pembantu setelah memeriksa nadinya.
"Telpon ambulans dan polisi sekarang. Saya ada urusan terlebih dahulu, secepatnya saya kesini lagi bi."
Dengan lemas si bibi mengangguk dan mengeluarkan ponselnya.
*****
"S*alan lo! Lo harusnya dengerin apa kata gue kemarin!"
Kenzie mengelap sudut bibirnya yang sobek.
"Dia cuman mau lo nerima dia, dan ngasih dia fresh flower. Itu aja udah bikin dia bahagia Ken!"
Kenzie tertawa renyah. "Lo siapa gue maksa-maksa gue? Emangnya kenapa hah? Dia stress setelah gue permalukan dia didepan banyak orang? Atau dia mogok makan? Atau...-"
"Dia b*nuh diri b*ngsat!"
Degh...
Jantung Kenzie seperti merosot ke kaki. Laki-laki itu sangat kaget bukan main.
"Demi apa?"
"Gue mat*-mat*an jaga dia, lo malah ngehancurin dia, bahkan lo ngeb*nuh dia Ken...." Raffa tak kuasa membendung air matanya.ia menangis, menundukkan kepalanya.
"Gue minta maaf Raf," Kenzie menyesal. Ia memegangi pundak Raffa yang kini begitu rapuh. "Gue tau lo cinta dia, harusnya disaat gue terus nolak dia, lo nyatain perasaan lo ke dia." Kenzie tau, Raffa lah yang sebenarnya pantas menjaga perempuan itu dengan baik.
"Sekarang dia gak akan pernah tau kalau lo sesayang itu sama dia. Padahal gue cuman mau ngasih lo kesempatan Raf." Terang Kenzie.
"Gue minta maaf.. Raf.. Gue gak ada rasa sedikitpun sama dia. Tapi lo..."
*****
Di tempat pakaman Dasha sudah sepi, hanya tinggal dua orang laki-laki disana. Keduanya sama-sama mengenakan pakaian serba hitam. Yang satu tertunduk sembari mengekus batu nisan, yang satu lagi berdiri tegap.
Mereka sama-sama membawa sesuatu ditangan kanan mereka. Sesuatu yang pernah diinginkan oleh gadis itu.
"Dasha... Lo udah ngedapetin fresh flower dari orang yang lo cinta. Dan lo juga mendapat fresh flower dari orang yang mencintai lo... Semoga lo bahagia disana ya!!" Ujar Raffa.
Kedua laki-laki itu lalu satu persatu menaruh buket mawar putih di pemakaman gadis itu.
"Raf, sorry..." Lirih kenzie.
Raffa marah dengan temannya ini. Namun, ia juga marah pada dirinya karena tidak bisa menjaga Dasha dengan baik. Ia gagal menjadi sahabat yang baik.
"Gue marah sama lo, tapi apa marahnya gue bisa bikin dia hidup lagi? Atau kata maaf yang keluar dari mulut lo itu bisa bikin dia hidup lagi? Engga kan?"
Kenzie langsung memeluk temannya itu, menepuk pundak Raffa berkali-kali. "Lo emang laki-laki yang baik bro."
"Enggak Ken..."
****
END..