Angga menatap rumah tua di ujung gang. Sudah lama kosong, tapi malam ini ia harus masuk. Tantangan dari teman-temannya. Sederhana: masuk, ambil foto di dalam, lalu keluar.
Begitu langkah pertamanya melewati ambang pintu, udara terasa berubah. Pengap. Sunyi. Bau kayu lapuk bercampur tanah basah menyeruak. Lantai kayu berderit di bawah sepatunya.
Di ruang tamu, perabotan tua masih tertata. Sofa berdebu, jam dinding mati di angka dua belas. Lalu terdengar suara.
Tap... tap... tap...
Angga menelan ludah. Itu bukan gema langkahnya.
Lampu flash dari ponselnya berkedip. Saat ia melihat layar, dadanya mencelos. Di sudut ruangan, seorang perempuan berdiri. Rambut panjang menutupi wajahnya. Gaunnya lusuh, kakinya telanjang.
Klik!
Lampu flash kembali menyala. Sekarang perempuan itu lebih dekat.
Angga mundur, jantungnya berdebar liar. "Sial, ini nggak mungkin..."
Ia menekan tombol kamera lagi.
Klik!
Sosok itu sudah tepat di depannya. Wajahnya masih tertutup rambut. Tapi ada sesuatu yang lebih mengerikan—jari-jarinya mencengkeram bahunya.
Dingin.
Tiba-tiba, suara berbisik di telinganya.
"Kenapa cuma foto? Temani aku di sini..."