Hujan mengguyur kota saat Rowan Helstrom melangkah keluar dari mobilnya. Udara malam terasa dingin, menyelip masuk ke dalam mantel tebal yang membalut tubuhnya. Sirene polisi masih meraung di kejauhan, menyisakan jejak merah dan biru yang terpantul di trotoar basah.
Di hadapannya, sebuah gang sempit menjadi saksi bisu pembunuhan yang baru saja terjadi. Tubuh seorang pria tergeletak di atas aspal yang licin, darahnya mengalir perlahan menuju selokan. Rowan memejamkan mata sejenak, membiarkan pikirannya meresapi energi di sekelilingnya.
"Aku tahu kau di sini..."
Perlahan, suara-suara mulai muncul di kepalanya—bisikan samar dari dunia lain. Rowan sudah terbiasa dengan ini. Sebagai seorang detektif dengan kemampuan supranatural, ia kerap berurusan dengan roh-roh yang belum bisa pergi dari dunia ini.
"Rowan?"
Suara itu membuatnya tersadar. Jared, rekannya di kepolisian, berdiri di sampingnya dengan wajah tegang.
"Kau merasakan sesuatu?" tanyanya.
Rowan mengangguk. "Dia masih di sini."
Jared menghela napas panjang. "Kalau begitu, kita harus cepat. Aku tidak suka berada di tempat seperti ini terlalu lama."
Rowan berjongkok di samping mayat itu. Tangannya terulur, menyentuh udara tipis di atas dada korban. Seketika, gambar-gambar mulai membanjiri pikirannya.
Seseorang berdiri di tengah kegelapan, mengenakan jas hitam yang rapi. Wajahnya tidak terlihat, hanya sepasang mata tajam yang menatap ke arahnya.
"Dia akan membunuh lagi..."
Rowan tersentak, terhuyung ke belakang. Jared dengan sigap menangkapnya.
"Apa yang kau lihat?" tanyanya cepat.
Rowan mengatur napasnya yang memburu. "Pembunuhnya... aku tidak bisa melihat wajahnya, tapi aku tahu ini bukan yang pertama."
Jared mengangguk, ekspresinya semakin serius. "Lalu kita harus menemukannya sebelum ada korban berikutnya."
Rowan menatap gang yang gelap itu sekali lagi. Ia tahu ke mana harus memulai pencariannya.
Damian Stroud.
------------
Jejak di Balik Bayangan
Rowan menelusuri jejak darah yang mulai memudar di aspal basah. Langkahnya mantap, meski pikirannya masih dipenuhi gambaran kabur dari penglihatan tadi. Sosok tanpa wajah itu bukan sekadar bayangan, ia adalah ancaman nyata yang akan terus mengintai.
Di seberang jalan, lampu-lampu gedung pencakar langit memancarkan cahaya redup, menciptakan siluet kota yang menegangkan. Matanya terpaku pada sebuah bangunan yang berdiri angkuh di tengah kota—Stroud Corporation.
Damian Stroud.
Nama itu bukan sekadar simbol kekayaan dan kekuasaan, tetapi juga kegelapan yang bersembunyi di baliknya. CEO muda yang dikenal dingin dan kejam itu memiliki kerajaan bawah tanah yang membuatnya ditakuti banyak orang.
Rowan menarik napas dalam. Ia harus menemukan kaitan antara pembunuhan ini dan Damian Stroud. Jika firasatnya benar, maka ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi.
"Apa kau yakin ingin melibatkan Stroud?" suara Jared memecah keheningan.
Rowan menoleh ke arahnya. "Kau tahu sebaiknya aku mulai dari mana."
Jared menggeleng. "Aku tahu kau keras kepala, tapi Damian Stroud bukan orang biasa. Dia lebih berbahaya dari yang kau kira."
Rowan tersenyum tipis. "Aku sudah sering berurusan dengan hal-hal berbahaya, Jared. Aku akan baik-baik saja."
Tanpa menunggu jawaban, Rowan berbalik dan berjalan menuju Stroud Corporation. Angin malam berhembus pelan, membawa serta bisikan yang hanya bisa didengar oleh mereka yang hidup di antara dua dunia.
Dan malam ini, bayangan semakin pekat di sekelilingnya.
---
Rowan berdiri di depan gedung Stroud Corporation, menatap pintu kaca besar yang mencerminkan wajahnya sendiri. Sekilas, ia bisa melihat sesuatu di balik bayangan pantulannya—sebuah sosok berkelebat cepat, menghilang sebelum ia bisa benar-benar menangkap wujudnya.
"Mereka mengawasi..."
Ia mengabaikan bisikan itu dan melangkah masuk. Lobi megah dengan marmer hitam mengkilap menyambutnya, bersama tatapan tajam seorang pria bersetelan jas yang berdiri di belakang meja resepsionis.
"Apa keperluan Anda?"
"Aku ingin bertemu Damian Stroud."
Pria itu mengangkat alis. "Apakah Anda memiliki janji?"
Rowan menyelipkan tangan ke dalam sakunya, jemarinya meraba lencana kepolisian yang terselip di sana. "Katakan padanya, ini tentang pembunuhan di distrik selatan."
Sejenak, pria itu ragu. Namun kemudian, tanpa sepatah kata, ia menekan tombol interkom dan berbicara dengan suara rendah. Setelah beberapa detik, ia menatap kembali Rowan dengan ekspresi lebih serius.
"Tuan Stroud akan menemui Anda di lantai atas. Silakan naik."
Rowan melangkah menuju lift. Saat pintunya tertutup, ia merasakan udara di dalam kabin berubah. Ada aroma logam yang samar—bukan hanya dari baja dingin di sekelilingnya, tapi sesuatu yang lain.
Darah.
Detik berikutnya, pintu lift terbuka dengan suara mendesis pelan. Di dalam ruang kantor luas yang remang-remang, seorang pria berdiri di dekat jendela, siluetnya tegak dan tak tergoyahkan.
Damian Stroud.
Tatapan mata abu-abu tajam itu segera mengunci Rowan dalam cengkeraman tak terlihat. Ada aura dingin dan dominan yang terpancar dari dirinya, seolah-olah ia adalah raja dari kegelapan yang membungkus kota ini.
"Aku sudah mendengar tentangmu, Rowan Helstrom," suaranya dalam, rendah, dan tajam seperti belati. "Katakan, apa yang kau inginkan?"
Rowan menahan napas sejenak sebelum menjawab, "Aku ingin tahu keterlibatanmu dalam kasus pembunuhan terbaru."
Senyum tipis terulas di wajah Damian. "Dan apa yang membuatmu berpikir aku terlibat?"
Rowan menatapnya tanpa ragu. "Karena bayangan yang mengikutimu tidak berasal dari dunia ini."
-------
Tawaran Berbahaya
Ruangan itu sunyi sejenak setelah Rowan mengucapkan kata-kata terakhirnya. Namun, bukannya terkejut, Damian justru tersenyum tipis, seolah menikmati permainan ini.
"Bayangan, ya?" Ia berjalan perlahan mendekati meja kerjanya, lalu duduk dengan gerakan yang anggun dan penuh kendali. "Kau memiliki cara pandang yang menarik, Detektif Helstrom."
Rowan tak mengalihkan pandangan. "Aku tidak sedang bercanda. Aku tahu ada sesuatu yang mengikutimu. Sesuatu yang tidak berasal dari dunia ini."
Damian mengetuk-ngetukkan jarinya di permukaan meja. "Dan apa yang kau ingin aku lakukan? Mengakui bahwa aku bukan manusia biasa?"
Rowan mempersempit matanya. "Aku tidak peduli siapa atau apa dirimu. Aku hanya ingin tahu apakah kau punya hubungan dengan pembunuhan yang terjadi di distrik selatan."
Damian terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menjawab dengan nada datar, "Aku tidak membunuh orang itu."
"Tapi kau tahu siapa yang melakukannya."
Senyum Damian melebar. "Mungkin."
Rowan menghela napas pendek. "Aku tidak punya waktu untuk permainan ini. Jika kau tahu sesuatu, katakan sekarang."
Damian bersandar ke belakang, menatapnya dengan intens. "Kau sangat ingin menangkap si pembunuh, bukan? Bagaimana kalau aku memberimu tawaran?"
Rowan menyilangkan tangan. "Tawaran apa?"
Damian mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, suaranya lebih rendah. "Aku akan membantumu menemukan si pembunuh. Tapi sebagai gantinya..." Ia berhenti sejenak, membiarkan ketegangan menggantung di udara. "Kau akan bekerja untukku."
Rowan mengernyit. "Bekerja untukmu? Sebagai apa?"
Damian tersenyum tipis. "Sebagai mata-mataku di kepolisian. Aku butuh seseorang yang bisa memberikan informasi sebelum hal-hal kecil menjadi masalah besar."
Rowan mendengus pelan. "Kau ingin aku berkhianat?"
"Bukan berkhianat," Damian membetulkan. "Hanya... berbagi informasi yang menguntungkan kita berdua."
Rowan terdiam. Tawaran itu berbahaya, dan ia tahu bekerja sama dengan Damian Stroud berarti menapaki jalan yang gelap dan penuh jebakan. Tapi jika ini satu-satunya cara untuk menemukan si pembunuh...
Ia harus membuat pilihan.
-------
Jalan di Antara Dua Dunia
Rowan menatap Damian tanpa ekspresi. Tawaran itu menggantung di udara, penuh jebakan yang bisa menelan dirinya bulat-bulat.
"Aku bukan orang yang bisa kau kendalikan, Stroud," katanya akhirnya.
Damian mengangkat alis, ekspresi di wajahnya tetap dingin. "Aku tidak meminta kendali. Aku hanya menawarkan solusi yang menguntungkan kita berdua."
Rowan menimbang-nimbang. Jika benar Damian tahu sesuatu tentang pembunuhan ini, menolaknya berarti membuang kesempatan besar. Namun, menerima tawaran ini berarti ia akan terikat dalam permainan pria berbahaya ini.
"Sebelum aku memutuskan," Rowan bersandar pada meja, menatap Damian tajam. "Katakan padaku satu hal. Apa kau pernah membunuh seseorang?"
Damian tersenyum samar. "Banyak orang ingin aku mati, Rowan. Tapi aku masih berdiri di sini."
Jawaban yang tidak langsung. Namun, cukup memberi tahu bahwa Damian bukanlah pria biasa.
Rowan menarik napas panjang. "Baik. Aku akan menerima tawaranmu. Tapi hanya untuk menemukan si pembunuh."
Damian menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Kesepakatan yang menarik. Kita akan mulai segera."
Sebuah perasaan gelap menyelimuti Rowan saat ia menyadari bahwa ia baru saja melangkah lebih dalam ke dunia yang tidak seharusnya ia masuki.
---
Malam itu, Rowan berjalan pulang dengan langkah berat. Kepalanya dipenuhi pemikiran tentang Damian dan tawaran yang telah ia terima.
Angin malam berhembus dingin saat ia memasuki apartemennya. Tapi saat ia menutup pintu, suara bisikan lembut terdengar dari balik kegelapan.
"Rowan..."
Tubuhnya menegang. Ia tahu suara itu.
Perlahan, ia berbalik dan melihat sosok samar berdiri di dekat jendela. Seorang pria muda dengan wajah pucat dan mata kosong, tubuhnya tampak transparan seperti bayangan.
"Jacob," Rowan berbisik.
Jacob adalah salah satu roh yang sering mengunjunginya. Ia terbunuh dalam sebuah kecelakaan yang belum terpecahkan, dan sejak saat itu, ia sering datang meminta bantuan.
"Hati-hati dengan Damian Stroud," suara Jacob terdengar seperti angin. "Dia bukan manusia biasa."
Rowan menatapnya tajam. "Apa maksudmu?"
Jacob menggeleng, ekspresinya berubah gelisah. "Aku tidak bisa mengatakannya. Tapi ada sesuatu yang berbahaya di sekelilingnya."
Rowan merasa bulu kuduknya meremang. Jika seorang roh saja merasa takut terhadap Damian, maka mungkin ia telah membuat kesalahan besar.
Namun, semuanya sudah terlambat. Ia telah menerima tawaran itu.
Pagi itu, Rowan kembali ke kantor polisi dan mendapati Jared sudah menunggunya dengan ekspresi serius.
"Ada pembunuhan lagi," katanya tanpa basa-basi.
Rowan mengerutkan kening. "Di mana?"
"Distrik utara. Korbannya seorang pengusaha muda, ditemukan dengan luka yang sama seperti korban sebelumnya."
Rowan merasa perutnya menegang. Ia harus berbicara dengan Damian. Jika benar ada pola dalam pembunuhan ini, maka itu berarti mereka sedang memburu seseorang yang lebih berbahaya dari yang mereka kira.
Tanpa menunggu lebih lama, Rowan mengambil kunci mobilnya dan bergegas pergi.
Karena saat ini, hanya ada satu orang yang bisa membantunya mengungkap siapa pembunuh sebenarnya.
Dan itu adalah Damian Stroud.
---
Rowan tiba di gedung Stroud Corporation tepat tengah malam. Jalanan sepi, hanya ada gemerlap lampu kota yang membentuk bayangan panjang di trotoar. Ia merapatkan mantel, merasa ada sesuatu yang mengawasinya dari kegelapan.
Saat ia melangkah ke dalam gedung, seorang pria berjas hitam segera menghampirinya.
"Tuan Stroud sudah menunggu Anda," katanya datar.
Rowan mengikuti pria itu menaiki lift hingga ke lantai tertinggi. Begitu pintu terbuka, ia melihat Damian berdiri di dekat jendela, menatap panorama kota dengan ekspresi tak terbaca.
"Pembunuh itu menyerang lagi," Rowan memulai tanpa basa-basi.
Damian menoleh perlahan, mata abu-abunya berkilat tajam. "Aku sudah mendengar."
"Siapa yang melakukannya?" Rowan mendekat, suaranya penuh tekanan. "Aku tahu kau tahu sesuatu."
Damian tersenyum kecil, lalu berjalan ke meja kerjanya dan mengambil segelas anggur merah. "Kau benar. Aku tahu siapa yang melakukannya."
Rowan menahan napas. "Siapa?"
Damian menyesap anggurnya sebelum menjawab dengan tenang, "Bukan manusia."
---
Rowan menegang. "Apa maksudmu bukan manusia?"
Damian meletakkan gelasnya dan menatapnya dalam-dalam. "Pembunuhan ini dilakukan oleh makhluk yang hidup di antara dunia manusia dan dunia kegelapan. Mereka ada, tapi tak terlihat oleh mata biasa."
Rowan merasa darahnya berdesir. "Kau tahu ini sejak awal?"
Damian mengangguk. "Dan itulah alasan aku tertarik padamu, Rowan. Kau memiliki kemampuan untuk melihat mereka, bukan?"
Rowan terdiam. Ia jarang menceritakan kemampuannya pada orang lain, tapi Damian mengetahuinya dengan mudah.
"Makhluk ini tidak membunuh tanpa alasan," lanjut Damian. "Ada seseorang yang mengendalikan mereka."
Rowan menelan ludah. "Siapa?"
Damian tersenyum tipis. "Kita akan segera mengetahuinya."
Rowan dan Damian melacak jejak terakhir korban ke sebuah gang sempit di distrik utara. Udara dingin menusuk, dan aroma besi memenuhi hidung Rowan—bau darah yang masih segar.
Saat mereka mendekati lokasi, Rowan melihat sesuatu bergerak di kegelapan. Sosok tinggi dengan mata merah menyala muncul dari balik bayangan.
Makhluk itu menatap mereka dengan tatapan haus darah.
"Jangan bergerak," bisik Damian.
Rowan merasakan jantungnya berdetak cepat. Ini pertama kalinya ia berhadapan langsung dengan makhluk yang selama ini hanya ia lihat dalam penglihatan.
Makhluk itu menggeram, lalu melompat ke arah mereka dengan kecepatan luar biasa.
Rowan hanya punya satu pilihan—melawan atau mati.
---
Pertempuran di Kegelapan
Makhluk itu melompat ke arah Rowan dengan kecepatan luar biasa. Rowan langsung menghindar ke samping, nyaris tak sempat menarik napas sebelum merasakan angin tajam dari cakarnya yang nyaris menyayat wajahnya.
Damian tetap berdiri di tempat, tak bergerak. Ia hanya mengangkat satu tangan, dan sesuatu yang tak terlihat menghentikan gerakan makhluk itu di udara.
Rowan terkejut. "Apa yang kau lakukan?"
Damian menatap makhluk itu dengan ekspresi dingin. "Aku hanya memberi sedikit tekanan."
Makhluk itu meraung, tubuhnya bergetar seperti sedang dililit rantai tak kasatmata. Rowan bisa merasakan energi gelap yang keluar dari Damian—sesuatu yang ia sadari bukan berasal dari manusia biasa.
Rowan tak bisa diam saja. Ia menarik pistolnya dan menembak ke arah makhluk itu. Pelurunya menembus tubuh makhluk itu, tapi alih-alih roboh, sosoknya justru semakin kabur.
"Kau tidak bisa membunuhnya dengan cara biasa," Damian berkata santai.
"Kalau begitu, bagaimana caranya?"
Damian menoleh ke arah Rowan, mata abu-abunya bersinar dalam kegelapan. "Aku akan menunjukkan caranya."
Rowan tidak bisa mengalihkan pandangan saat Damian melangkah ke depan, mendekati makhluk itu. Dengan satu gerakan tangan, ia mencengkeram udara, dan makhluk itu berteriak kesakitan.
"Kau adalah bagian dari dunia ini, tapi kau juga bagian dari dunia lain," suara Damian terdengar dalam dan bergetar dengan kekuatan yang tak dapat dijelaskan.
Rowan melihat sesuatu keluar dari tubuh makhluk itu—seperti kabut hitam yang menggeliat.
"Apa yang kau lakukan?" Rowan bertanya, matanya membelalak.
Damian tidak menjawab. Ia hanya menekan tangannya lebih kuat, dan dalam hitungan detik, makhluk itu menghilang, lenyap seperti debu tertiup angin.
Keheningan menyelimuti mereka.
Rowan menatap Damian dengan curiga. "Siapa sebenarnya kau?"
Damian berbalik, ekspresinya tetap tenang. "Aku sudah memberitahumu, Rowan. Aku bukan manusia biasa."
Rowan merasakan bulu kuduknya meremang. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa pria di depannya bukan sekadar CEO dingin yang menguasai dunia bawah tanah.
Ia adalah sesuatu yang jauh lebih berbahaya.
Malam itu, setelah kembali ke apartemennya, Rowan duduk termenung di sofa. Terlalu banyak pertanyaan memenuhi kepalanya.
Damian bukan manusia biasa. Ia memiliki kekuatan yang tidak masuk akal.
Tapi mengapa ia membantunya?
Rowan mengusap wajahnya, merasa lelah. Ia tidak bisa memungkiri satu hal—di balik ketakutannya terhadap Damian, ada sesuatu yang lain.
Ketertarikan.
Ia tidak tahu sejak kapan ia mulai merasakannya. Mungkin sejak pertama kali mereka bertatap mata, atau sejak Damian menyelamatkannya tadi malam.
Namun, ia tahu satu hal.
Jatuh cinta pada Damian Stroud adalah keputusan paling berbahaya yang bisa ia buat.
Rowan menatap ponselnya dengan ragu. Sejak kejadian tadi malam, pikirannya dipenuhi oleh satu nama—Damian Stroud.
Ia tahu seharusnya ia tidak terlalu memikirkannya. Damian adalah pria yang berbahaya, seseorang yang berdiri di antara dunia manusia dan kegelapan. Namun, justru itulah yang membuat Rowan semakin ingin menggali lebih dalam.
Sebuah pesan masuk. Dari Damian.
"Kita perlu bicara. Temui aku di tempat biasa."
Rowan menggigit bibirnya. Ia tahu seharusnya ia menjauh. Tapi rasa penasarannya jauh lebih kuat.
Tanpa berpikir panjang, ia mengambil kunci mobilnya dan pergi.
Damian menunggu di sebuah ruangan tersembunyi di salah satu klub eksklusif miliknya. Rowan melangkah masuk, dan matanya langsung bertemu dengan tatapan dingin pria itu.
"Apa yang kau inginkan, Stroud?" Rowan bertanya langsung.
Damian tersenyum tipis. "Kau masih menyebutku begitu. Padahal kita sudah semakin dekat."
Rowan mengabaikan godaannya. "Jawab pertanyaanku."
Damian menghela napas, lalu bersandar di kursinya. "Aku ingin tahu seberapa jauh kau bersedia melangkah, Rowan."
"Apa maksudmu?"
"Untuk mengungkap kebenaran," katanya pelan. "Apakah kau siap menghadapi dunia yang lebih gelap dari yang pernah kau bayangkan?"
Rowan menelan ludah. "Aku sudah berada di dalamnya, bukan?"
Damian tersenyum samar. "Benar. Dan tidak ada jalan keluar."
Percakapan mereka malam itu berakhir dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Rowan tahu bahwa semakin lama ia bersama Damian, semakin sulit baginya untuk tetap berada di jalur yang benar.
Namun, saat ia hendak pergi, Damian menahannya dengan satu kalimat.
"Berhati-hatilah, Rowan. Ada yang mengawasimu."
Rowan menoleh, matanya menyipit. "Siapa?"
Damian tidak menjawab. Ia hanya memandang Rowan dengan intensitas yang sulit dijelaskan.
Dan untuk pertama kalinya, Rowan merasakan ketakutan yang nyata.
Bukan karena makhluk yang berkeliaran di dunia gelap.
Tapi karena ia sadar—ia semakin jatuh ke dalam pesona pria ini.
----
Rowan pulang dengan perasaan tidak menentu. Pesan Damian masih terngiang di kepalanya. "Ada yang mengawasimu."
Saat ia memasuki apartemennya, ruangan terasa lebih dingin dari biasanya. Ia menyalakan lampu, tetapi ada sesuatu yang aneh.
Cermin di ruang tamunya buram, seperti tertutup kabut. Rowan mendekat dengan hati-hati. Saat ia mengangkat tangan untuk menyentuhnya, sosok samar muncul dari balik kaca.
Seorang wanita dengan mata kosong dan wajah penuh luka.
Rowan tersentak mundur, tapi suara lirih terdengar di kepalanya.
"Tolong aku..."
Rowan mengatur napasnya. Ini bukan pertama kalinya arwah gentayangan mencoba berkomunikasi dengannya, tetapi energi wanita ini sangat kuat.
"Apa yang kau inginkan?" Rowan bertanya pelan.
Sosok itu bergerak, bibirnya terbuka tanpa suara. Lalu, perlahan, sebuah nama terukir di permukaan cermin.
"Eleanor Graves."
Rowan membeku. Nama itu terasa familiar. Dengan cepat, ia mengambil laptopnya dan mencari informasi.
Hanya butuh beberapa detik sebelum ia menemukannya. Eleanor Graves adalah seorang jurnalis investigasi yang hilang secara misterius dua tahun lalu.
Dan yang lebih mengejutkan—nama terakhir yang dikaitkan dengannya adalah Damian Stroud.
Rowan mencoba menghubungi Damian, tapi tidak ada jawaban. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan pria itu.
Keesokan harinya, ia pergi ke kantor surat kabar tempat Eleanor bekerja. Namun, setiap file terkait kasusnya telah dihapus.
"Ada seseorang yang tidak ingin kebenaran terungkap," Rowan bergumam.
Saat ia berjalan keluar dari gedung, seseorang mengawasinya dari kejauhan. Seorang pria bertubuh tegap dengan jas hitam.
Rowan berpura-pura tidak melihatnya dan mempercepat langkahnya. Tapi sebelum ia bisa sampai ke mobilnya, tangan kasar mencengkeram lengannya.
"Kau terlalu banyak bertanya, Detektif Helstrom," suara berat berbisik di telinganya.
Rowan tidak sempat bereaksi sebelum sesuatu menghantam kepalanya. Dunianya berubah menjadi gelap.
Rowan terbangun dengan kepala berdenyut. Ia berada di dalam ruangan gelap, diikat ke kursi. Suara langkah kaki terdengar mendekat.
"Siapa kau?" Rowan berusaha tetap tenang.
Pria itu muncul dari bayangan, wajahnya dingin dan penuh kebencian. "Seseorang yang ingin kau diam."
Rowan menyadari situasinya semakin berbahaya. Tapi sebelum pria itu bisa melanjutkan, pintu ruangan terbuka dengan keras.
Damian berdiri di sana, matanya berkilat tajam.
"Kau menyentuh milikku," katanya dingin.
Dalam sekejap, ruangan dipenuhi energi gelap. Rowan menyaksikan dengan ngeri saat pria itu mencengkeram lehernya sendiri, matanya membelalak ketakutan.
Damian hanya menatapnya dengan ekspresi tak terbaca. "Aku sudah memperingatkan mereka."
Rowan menyadari sesuatu saat itu juga. Damian bukan hanya berbahaya.
Ia adalah monster yang lebih menakutkan dari yang pernah ia bayangkan.
---
Rahasia yang Terungkap
Rowan terdiam saat Damian membantunya melepaskan ikatan. Matanya menelusuri wajah pria itu, mencari jawaban yang belum diberikan.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Rowan bertanya dengan suara pelan namun penuh ketegasan.
Damian menatapnya dalam-dalam, seolah mempertimbangkan apakah ia harus mengatakan yang sebenarnya. Akhirnya, ia menghela napas panjang.
"Eleanor Graves menemukan sesuatu yang tidak seharusnya," kata Damian. "Dan ada pihak-pihak yang ingin menutupinya."
Rowan menegang. "Termasuk kau?"
Damian tidak langsung menjawab. "Aku berusaha melindunginya, tapi aku gagal."
Kata-katanya membuat dada Rowan terasa sesak. Jika Damian benar-benar ingin melindungi Eleanor, mengapa namanya dikaitkan dengan hilangnya wanita itu?
---
Setelah keluar dari tempat itu, Rowan menyadari bahwa situasinya semakin rumit. Ia tidak bisa lagi melihat Damian hanya sebagai pria misterius yang menariknya secara emosional.
Ia adalah seseorang yang berbahaya, tapi di saat yang sama, ia juga menjadi penyelamatnya.
Saat ia kembali ke apartemennya, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Rowan berjalan perlahan ke ruang tamu dan menyalakan lampu.
Sebuah bayangan bergerak di cermin.
Ia membalikkan badan dengan cepat, tapi tidak ada siapa pun di belakangnya.
Kemudian suara berbisik di telinganya.
"Jangan percaya siapa pun, bahkan dia."
Rowan menggigit bibirnya. Pesan itu datang dari dunia lain, tetapi ia tidak bisa mengabaikannya.
Apakah Damian benar-benar di pihaknya?
----
Keesokan harinya, Rowan memutuskan untuk menyelidiki sendiri kasus Eleanor. Ia pergi ke apartemen lama wanita itu, yang kini kosong dan tak terawat.
Saat ia masuk, ia merasakan sesuatu—energi yang tersisa, jejak dari sesuatu yang belum selesai.
Ia menemukan buku catatan Eleanor, yang tersembunyi di bawah lantai kayu. Di dalamnya, terdapat banyak catatan tentang jaringan kriminal bawah tanah, transaksi rahasia, dan satu nama yang terus muncul.
"Stroud."
Rowan menghela napas. Apakah Damian benar-benar terlibat dalam sesuatu yang lebih besar? Atau ini adalah bagian dari konspirasi untuk menjebaknya?
Ia tahu ia harus bertanya langsung.
Malam itu, Rowan menemui Damian di sebuah bangunan tua yang sepi. Hujan turun deras, membuat suasana semakin mencekam.
"Kau harus jujur padaku," kata Rowan tegas.
Damian menatapnya dengan tenang. "Tentang apa?"
"Eleanor Graves. Kau mengenalnya lebih dari yang kau akui."
Damian menghela napas dan memasukkan tangannya ke dalam saku. "Aku mengenalnya, benar. Tapi aku tidak membunuhnya, jika itu yang kau pikirkan."
Rowan tetap menatapnya, mencoba membaca ekspresinya.
"Kalau begitu, siapa yang melakukannya?"
Damian menatapnya lama, lalu berkata, "Seseorang yang lebih berbahaya dari aku."
Dan saat itu juga, Rowan sadar bahwa ia baru menyentuh permukaan dari misteri yang jauh lebih besar.
.
.
.
Rowan tahu bahwa ia tidak bisa mundur sekarang. Jika ada seseorang yang lebih berbahaya dari Damian, maka orang itu pasti berada di balik hilangnya Eleanor.
Ia mulai menghubungkan semua petunjuk yang ia temukan—catatan Eleanor, pesan dari dunia lain, dan peringatan Damian. Semua mengarah ke satu tempat: sebuah gudang tua di pinggiran kota.
Malam itu, ia pergi ke sana sendirian. Saat ia masuk, ruangan terasa sunyi, tetapi ada aura yang tidak biasa. Seolah tempat ini menyimpan banyak rahasia kelam.
Tiba-tiba, sebuah suara bergema dari kegelapan.
"Aku sudah menunggumu, Detektif Helstrom."
Rowan menegang.
Dari bayangan, seseorang melangkah maju.
Pria itu tinggi, mengenakan setelan rapi dengan senyum dingin.
"Aku tahu kau tidak akan menyerah begitu saja," katanya.
Rowan mengenali wajah itu. Arthur Lennox, seorang pengusaha yang pernah dikabarkan memiliki koneksi dengan dunia kriminal bawah tanah.
"Jadi ini semua ulahmu," Rowan berkata tajam.
Arthur tersenyum. "Kau sudah terlalu jauh masuk ke dalam permainan ini, Rowan. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja."
Sebelum Rowan bisa bereaksi, seseorang muncul dari belakangnya.
Damian.
"Sudah cukup, Arthur," kata Damian dengan nada dingin.
Arthur tertawa kecil. "Jadi kau masih ingin bermain sebagai pahlawan?"
Rowan menatap Damian dengan hati-hati. Di sisi mana dia sebenarnya?
Arthur mengeluarkan sebuah amplop dan melemparkannya ke meja. "Di dalamnya ada semua jawaban yang kau cari. Tapi begitu kau membukanya, kau harus siap dengan konsekuensinya."
Rowan mengambil amplop itu dan membukanya.
Di dalamnya, ia menemukan dokumen tentang proyek rahasia yang melibatkan penelitian terhadap energi supranatural. Eleanor menemukan sesuatu yang berbahaya, sesuatu yang bisa mengubah keseimbangan dunia.
Dan Damian… ia adalah bagian dari proyek itu.
Rowan menatapnya dengan campuran emosi. "Kau tahu tentang ini selama ini?"
Damian menatapnya dengan ekspresi serius. "Aku tidak bisa mengubah masa lalu, Rowan. Tapi aku bisa memastikan kebenaran akhirnya terungkap."
Arthur tertawa kecil. "Kalian berdua sangat naif."
Namun sebelum Arthur bisa melanjutkan, suara sirene polisi terdengar dari kejauhan.
Rowan telah mempersiapkan ini. Ia telah mengirimkan bukti-bukti yang ia temukan ke pihak berwenang sebelum datang ke sini.
"Akhir permainan, Arthur," kata Rowan tegas.
Arthur akhirnya ditangkap, dan semua kejahatannya terbongkar. Nama Eleanor Graves dibersihkan, dan kasusnya resmi ditutup.
Rowan berdiri di tepi jalan, mengamati kota yang perlahan kembali tenang.
Damian datang dan berdiri di sampingnya.
"Kau akan pergi?" Rowan bertanya.
Damian mengangguk. "Aku tidak bisa tinggal di sini lebih lama. Ada terlalu banyak bayangan di masa laluku."
Rowan menatapnya lama. "Kau bisa memilih untuk berubah."
Damian tersenyum tipis. "Dan kau bisa memilih untuk tetap percaya."
Tanpa berkata lagi, Damian berbalik dan berjalan pergi.
Rowan menghela napas, menatap langit malam.
Mungkin, di dunia ini, tidak semua hal memiliki akhir yang sempurna. Tapi setidaknya, ia telah menemukan kebenaran.
Dan itu sudah cukup.
.
.
.
------------- THE END ------------------
.
.
.
Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk mampir ke karyaku. Jika ada kesamaan nama,kejadian,atau tempat,itu hanyalah sebuah kebetulan,dan murni untuk hiburan semata. Pembaca diharap bijak dalam menyikapinya.
.
.
.
Follow juga Instagram Author :
@poembyselly
@psychicselly
Luv yuh 🌹
~ Selly AWP ~
.
.
.
°°°°°°°°°°°°°HAPPY READING°°°°°°°°°°°°°