Sejak menikah sebulan yang lalu, istriku Rani benar-benar bak singa betina, ganas. Kesempatan untuk berhubungan suami istri sesempit apapun pasti tak mau ia sia-siakan.
Alasannya karena ingin segera punya momongan, jadi ikhtiar harus dioptimalkan. Tak ada hari tanpa melakukan itu. Bahkan bisa berkali-kali dalam sehari.
Untungnya aku bisa mengimbangi. Ini berkat kebiasaanku yang memang rajin berolahraga ditambah asupan gizi yang baik dari makanan yang disuguhkan Rani sehari-hari. Alhasil, stamina selalu fit dan siap beraksi kapan saja.
Kami berdua pun menjelma menjadi pasangan suami istri yang sama-sama doyan gituan. Apalagi didukung pula oleh kondisi kami yang cuma tinggal berdua di rumah. Meski rumah kami itu bersebelahan dengan rumah mertua, kami tetap bisa bebas bermesraan di mana saja. Tidak monoton hanya di kamar tidur saja.
Kadang kami juga suka saling goda dengan bermain peran macam-macam. Rani paling suka menggoda dengan cara menari erotis di hadapanku. Aku pun tak mau kalah, juga sering bertingkah binal padanya. Itu lah salah satu kenikmatan pernikahan. Sesuatu yang haram menjadi halal karenanya, bahkan bernilai ibadah.
Kami memang harus tinggal terpisah, tidak bisa serumah dengan keluarga Rani. Sebab, Rani masih punya seorang kakak perempuan yang masih gadis. Rina namanya. Jarak umurnya dengan Rani dua tahun. Tentu tak baik jika aku serumah dengan kakak ipar. Sudah banyak terjadi kehidupan pernikahan rusak gara-gara ipar.
Oleh karena itu, setelah nikah kami langsung minta izin Ibu untuk mencari rumah sendiri.
Ibu langsung setuju kami cari rumah, tapi Beliau minta jangan jauh-jauh, kalau perlu bersebelahan dengan rumah Beliau. Alasannya, Beliau belum bisa berjauhan dari Rani yang merupakan anak bungsu. Akhirnya, kami putuskan untuk sementara mengontrak persis di sebelah rumah Ibu.
Setelah bulan pertama gagal hamil, yang ditandai menstruasi-nya Rani, bulan kedua ini dia makin bersemangat. Bulan depan ia sangat berharap tidak datang bulan lagi, alias sudah positif hamil. Oleh karena itu ia bertekat, ikhtiar harus makin dikencangkan, harus lebih sering melakukan ibadah nikmat.
[Bang, siang nanti pulang, ya. Jangan makan di kantin kantor, di rumah saja. Sekalian kita bisa ambil kesempatan untuk ehem ehem]
Demikian isi pesan WA dari Rani yang disertai emoticon ketawa ngakak ketika aku baru saja menyelesaikan satu pekerjaan. Aku tersenyum lebar seraya geleng-geleng kepala, geli tapi senang dengan ide istriku itu.
Aku lihat jam tangan, pukul 11.45. Lima belas menit lagi jam istirahat. Karena pekerjaanku sudah selesai, aku putuskan segera pulang. Tak sabar ingin beraksi.
Sesaat sebelum aku geber motor, kembali masuk pesan dari Rani
[Bang, sampai di rumah, langsung ke kamar mandi dulu, ya… bersih-bersih… biar makin asik ntar…]
Pesan itu diakhiri dengan emoticon mata berkedip tiga biji.
Aku kembali tersenyum lebar dan makin tak sabaran ingin secepatnya tiba di rumah. Motor pun segera kugas poll menuju rumah yang berjarak tak sampai sepuluh menit dari kantor.
Tiba di rumah, aku langsung ke kamar mandi. Aku mandi kilat namun bersih, lalu keluar dengan tubuh hanya berbalut handuk.
Keluar dari kamar mandi aku lihat Rani di sudut ruangan sedang sibuk mencuci pakaian dengan mesin cuci. Dia cuma memakai celana hot pant dan kaos tanpa lengan. Sexy sekali terlihat.
Tapi wajahnya tertutupi masker bengkoang. Tebal sekali kelihatan wajahnya diolesi dengan masker itu. Saking tebalnya, aku sampai tak bisa mengenali wajahnya. Dia memang rutin melakukan perawatan wajah seperti itu. Ibunya yang mengajarkan. Rina, kakaknya, juga rutin maskeran begitu.
“Loh, kok malah masih maskeran sih, Yang? Aku kan gak bisa lama. Harus segera balik ke kantor. Ayo, segera ke kamar,” ajakku tak sabaran.
Lalu kugoda dia. Kubuka handuk yang melilit bagian bawah tubuh tapi dengan tetap memegang kedua belah ujung-ujungnya.
Rani kaget, matanya melotot, lalu buru-buru menutupi mulutnya yang ternganga lebar dengan kedua tangan.
“Lihat nih, Yang, ‘si kecil’ sudah siap beraksi, nih,” ujarku sambil menggoyang-goyangkan pinggul. ‘Si kecil’ ku pun berayun-ayun lucu.
Rani masih diam terpaku dengan wajah yang terlihat shock.
“Loh, kok malah melongo? Biasanya juga langsung nyerbu. Ayok ah, cepat ke kamar.”
Aku langsung berlari ke kamar meninggalkan Rani yang masih mematung.
Tiba di kamar depan, langsung kudorong pintu dengan kuat. Pintu pun terkuak.
Namun, alangkah kagetnya aku begitu pintu terbuka lebar. Di atas ranjang terlihat Rani sedang berbaring sambil main gadget. Dia terlihat kaget melihat aku yang muncul tiba-tiba.
“Eh, Abang? Sudah di rumah rupanya. Kok gak ngabari?” Rani bangkit lalu buru-buru menutup pintu.
“Wah, Abang sudah langsung mandi, ya? Rani cengengesan.
“Eh, iya… lupa ngasih tahu… ada Kak Rina di tempat mesin cuci. Abang ketemu dia tadi? Dia datang numpang nyuci, mesin cuci di rumah Ibu rusak.”
“Astaghfirullah!” aku langsung pingsan.