Malam itu ketika angin berdesir kencang membawa hawa dingin yang menyelinap masuk ke dalam rumah kosong di pinggir kota, Rumah itu tampak usang dan bahkan tak terurus karena telah lama di tinggalkan.
Dindingnya di penuhi oleh coretan liar, dan bau lembab bercampur debu memenuhi udara, dengan sepuluh orang duduk melingkar di ruang tamu yang teman remang, diterangi hanya oleh cahaya lilin yang berkedip lemah.
Para anggotanya adalah sekumpulan sahabat dan sering menghabiskan waktu bersama walau usia mereka berbeda, Zavier sang pemimpin walau mengangkat diri sendiri, serta 9 orang anggota lainnya, Naliah si cerdas, Irven, Sienna, Maeko, Ronan, Ezrie, Kael, Dione, dan Avira—.
Sekumpulan remaja dan pemuda yang bosan dengan hidup mereka yang monoton, malam ini mereka datang untuk mencari hiburan sesuatu yang berbeda dari rutinitas mereka selama ini dan terkesan membosankan.
“Jadi, kita cuma duduk di sini dan ngobrol doang?” tanya Ronan sambil menyandarkan punggungnya ke sofa tua yang berdebu.
“Yaelah, kita kan baru aja sampe,” jawab Sienna yang tampaknya tengah asyik memainkan korek api di tangannya.
Zavier, seorang pemuda pemimpin tiba tiba, rambut hitam dengan sorot mata tajam, tiba-tiba menyeringai. “Kenapa kita gak main sesuatu yang lebih seru?”
“Contohnya?” tanya Kael dengan nada skeptis.
Zavier bersandar ke depan, suaranya lebih rendah seolah sedang membisikkan rahasia. “kalian pernah dengar tentang 𝙆𝙞𝙣𝙜 𝙂𝙖𝙢𝙚?”
Ruangan mendadak sunyi, beberapa dari mereka saling berpandangan seakan merasa sedikit bingung, sementara yang lain hanya menunggu kelanjutan penjelasan Zavier.
“Oh, yang viral di internet itu?” Ezrie akhirnya bersuara.
Zavier mengangguk. “ya. Sederhana, tapi menantang, satu orang jadi Raja, dia kasih perintah, dan yang dapat nomor harus nurut, apapun perintahnya, kalo nolak kena hukuman.”
Naliah mendecakkan lidah. “apa kalian pernah dengar kalo ada beberapa orang yang sampai mati gara-gara main ini.”
“Hitu doang di percaya, hoax doang itu mah.” kata Dione, melipat tangan di dadanya. “kita gak perlu terlalu serius, selama perintahnya masuk akal, kenapa gak?”
“Lagian, ini cuma permainan,” tambah Avira dengan nada ceria. “masa gitu doang takut, cupu.”
Sienna menyeringai. “oke lah~aku suka permainan yang bisa bikin adrenalin naik.”
Akhirnya setelah beberapa saat perdebatan, mereka semua setuju untuk memainkan King Game dan Permainan pun Dimulai.
Mereka membuat sepuluh sumpit, salah satunya ditandai sebagai Raja, semua orang mengambil satu, dan ketika mereka melihat hasilnya, Zavier tertawa kecil.
“Aku Raja pertama,” katanya sambil mengangkat sumpit dengan tanda merah di ujungnya. “jadi deg deg an nih.”
“Baiklah, Yang Mulia, apa perintah pertama Anda?” ejek Ronan.
Zavier berpikir sejenak, lalu menyeringai. “apa ya?” ucapnya sambil mengelus kening seolah sedang berpikir keras padahal ia telah tahu apa yang akan ia katakan. “gimana kalo nomor tujuh dan nomor tiga harus berciuman.”
Semua anggota langsung melirik nomor yang tertulis di sumpit masing-masing, Maeko dan Kael saling menatap dengan wajah canggung.
“Ya Tuhan…” Maeko menghela napas panjang. “kamu sengaja kan buat perintah kayak gini?!”
“Cuma ciuman, kan?” Kael berusaha santai meski wajahnya agak memerah. “aku bisa kok, santai aja kali~”
Semua orang langsung bersorak, bahkan beberapa dari mereka menyiapkan ponsel untuk membuatkan kenangan.
Kael berjalan menghampiri Maeko dengan nafas tertahan, ia berusaha untuk tetap tenang meski jantungnya sedikit berdegup kencang, tapi perintah Raja harus dilakukan apapun, dan ia berpikir untuk melakukannya dalam sekejap.
Saat Kael menyentuh waja Maeko, semua orang bersorak, dan dalam hitungan detik ia berhasil mencium pipi gadis itu.
Tapi tampaknya Zavier tampak sedikit risih, ia pun menyipitkan mata sambil memperhatikan Kael dan Maeko. “lah, masa ciumnya di pipi doang, gak seru ih~” ucapnya dengan nada sedikit bergurau. “gimana kalo ulang lagi, kali ini ciumnya harus di bibir lah~”
“Perintahnya kan cuma nyium doang.” gerutu Kael sembari melipat tangan di dada. “dan aku gak mau—”
Zavier mengangkat tangan menyatakan untuk tidak berbicara lebih banyak lagi. “oke lah, gak usah di perpanjang, kita lanjut aja skuy.”
Sementara Kael tampak kesal yang lainnya malah tertawa, menganggap bahwa permainan ini sebagai hiburan ringan dan mungkin membawa kebahagiaan pada mereka setelah mengalami kebosanan.
Mereka lalu mengacak kembali sumpit untuk menemukan seorang Raja baru, namun entah kenapa ketika perintah kedua diumumkan suasana rumah tua tersebut mulai berubah.
Setelah mengadakan undi, Kali ini, Raja baru adalah Naliah, ia tersenyum misterius sebelum mengumumkan perintahnya meski tampak seperti bukan dirinya yang tengah membuat perintah tersebut.
Nailah berdiri dengan sigap sambil mengenakan mahkota di kepalanya lalu berkata. “nomor lima, berdiri di sudut ruangan dan hadap tembok selama lima menit tanpa bicara.”
Dan kali ini yang dapat nomor lima ternyata adalah Ezrie, sambil tertawa kecil, ia melangkahkan kaki lalu berjalan sampai ke arah sudut ruangan lalu berdiri di sana, menghadap tembok yang kusam dan berdebu.
“Apa ini?” gumamnya. “aku malah mirip dengan seorang anak kecil yang dihukum?”
Semua orang tertawa ketika melihat hal tersebut, tetapi seiring waktu berlalu, suasana menjadi aneh mulai terjadi, lilitan udara dingin terasa semakin kuat, cahaya lilin mulai berkedip-kedip, seolah ada sesuatu yang mengganggu nyalanya.
“Udah lima menit belum?” tanya Ronan, melirik ponselnya.
Zavier yang sedang menyandarkan punggung di kursi tertawa pelan. “kayaknya dia suka deh di sana, karena sering di hukum sama mamanya.”
“Avi, ini bukan waktu buat bikin lelucon tau.” ucap Nailah. “tapi kenapa dia gak mau gerak dari sana juga? udah lewat dari lima menit loh.”
Sienna mengernyit. “eh, tunggu bentar deh… kenapa dia diem aja?”
Namun meski waktu telah berjalan lebih dari lima menit, tetap saja Ezrie berdiri di sana tak bergerak dan tampak begitu kaku.
“Ezrie?” panggil Avira.
Namun seberapa kerasnya ia berteriak, tapi tak ada jawaban, membuat beberapa dari mereka tampak begitu khawatir, karena keadaan rumah tersebut saja sudah terasa sedikit angker, apalagi di tambah dengan keheningan tak diinginkan ini membuat segalanya menjadi lebih rumit.
Setelah beberapa menit akhirnya Kael segera bangkit dan berjalan ke arah Ezrie, meski terlihat sedikit ragu, tapi ketika ia menyentuh bahu temannya perasaan dingin menjalar ke seluruh tubuhnya.
Dan begitu tubuh Ezrie disentuh, ia tiba tiba berbalik dengan gerakan kaku, matanya terbuka lebar namun dengan raut wajah pucat seperti mayat hidup atau seseorang yang baru saja tenggelam ke dasar lautan selama beberapa hari.
Kael segera menarik tangannya menjauh dari Ezrie dan melangkah mundur beberapa langkah lalu berdiri dengan teman temannya yang lain.
Sontak hal tersebut membuat semua orang terdiam, bahkan Zavier yang awalnya sering membuat lelucon, kini tampak seperti tersambar petir.
“Apa… yang terjadi sama kamu?” tanya Dione dengan suara bergetar.
Ezrie menatap mereka dengan pandangan kosong, kemudian, ia tersenyum lebar—senyum tik wajar dan entah kenapa terlihat bergitu lebar—bahkan terlalu lebar, seperti seseorang yang telah kehilangan kendali atas dirinya.
“Jadi apa yang kalian tunggu?” katanya dengan suara yang terdengar sedikit serak. “Giliran siapa sekarang?”
Seketika suasana ruangan tersebut mendadak berubah menjadi mencekam, seakan mengatakan bahwa tak ada dari mereka yang bisa keluar hidup hidup.
Rasa takut mulai menyelinap di antara mereka, namun mereka tetap mencoba untuk menepis perasaan tersebut bahkan, menganggapnya sebagai kebetulan atau efek sugesti dari permainan dan mungkin karena teman mereka Ezrie terlalu mendalami permainan tersebut.
Lalu mereka pun mengatur ulang sumpit berikutnya untuk mencari sosok Raja berikutnya, dan akhirnya tiba, Avira kini menjadi Raja, ia menatap sumpitnya dengan ekspresi bingung, seolah tidak yakin apakah ingin melanjutkan permainan ini atau tidak.
“Aku…” Avira menggigit bibirnya. “Aku pikir kita harus berhenti sekarang juga.”
“Kenapa?” tanya Ronan, mencoba tetap santai meski matanya menyiratkan kecemasan.
“Ada sesuatu yang gak beres,” jawab Avira. “Kalian gak lihat wajah Ezrie tadi?”
Sienna menatap ke arah teman temannya lalu berpaling ke arah pintu depan. “kalo gitu—kita keluar aja karena permainannya udah selesai, maksudnya berhenti.”
Lalu Sienna pun berjalan ke arah pintu sambil mencoba membuka pintu namun sesuatu yang aneh terjadi, karena pintu itu tak bergerak bahkan tak bergeming sedikitpun meski sudah dibuka paksa
“Ini dikunci dari luar?” gumam Sienna sambil mencoba menariknya lebih keras, karena ia berpikir mungkin kekuatannya masih kurang cukup, walau dirinya adalah seorang atlet dan sering berolahraga.
Dan tanpa menunggu lama Kael memutuskan untuk membantu mendorong, tetapi pintu tetap saja pintu itu tidak bergeming sama sekali, bahkan jendela jendela pun terlihat sama—seolah ada kekuatan tak terlihat yang menghalangi mereka untuk keluar.
Naliah mulai panik. “Oke, ini gak lucu lagi, siapa yang main-main?”
Namun karena merasa bukan mereka yang melakukan, tak ada yang menjawab, sementara suasana terasa semakin dingin, angin seakan berputar putar di dalam ruangan tersebut, padahal semua jendela tertutup kecuali ventilasi udara saja.
Setelah beberapa saat berlalu terdengar suara berat dan terdengar seperti berbisik, yang berasal dari lubang di dinding dinding rumah itu sendiri.
“Permainan telah dimulai. Tidak ada jalan keluar.”
Seketika semua orang terdiam dan menjadi sedikit terkejut, suara itu bukan berasal dari salah satu dari mereka, dada Zavier berdegup kencang serta jantung berdebar dengan kecepatan yang tak normal, ia menatap wajah wajah tegang dari para temannya berdiri di sekeliling.
Dan saat itu mereka baru saja menyadari sesuatu bahwa mungkin saja bahwa 𝙆𝙞𝙣𝙜 𝙂𝙖𝙢𝙚 yang mereka mainkan bukan tak hanya permainan biasa, dan itu berarti mereka tak bisa berhenti untuk saat ini.