Di sebuah sekolah menengah atas di pinggiran kota, Geri adalah seorang siswa yang biasa-biasa saja. Ia bukanlah siswa yang menonjol dalam akademik, tetapi ia memiliki bakat dalam menggambar. Setiap kali ada waktu luang, Geri akan menghabiskan waktu di sudut kelasnya, menciptakan sketsa-sketsa indah yang menggambarkan dunia imajinasinya.
Di antara teman-temannya, ada satu sosok yang selalu menarik perhatian Geri, yaitu Nazia. Gadis berambut panjang dan berwajah cerah itu adalah pacar dari Fadil, sahabat Geri. Fadil adalah sosok yang populer dan atletis, sementara Geri merasa dirinya biasa saja. Meskipun Geri tahu bahwa Nazia adalah pacar Fadil, ia tidak bisa menghindari perasaannya yang tumbuh semakin dalam.
Suatu hari, saat pelajaran seni, Geri melihat Nazia duduk di bangku belakang, tampak bingung dengan tugas menggambar yang diberikan oleh guru. Geri merasa tergerak untuk membantunya. Ia pun mendekati Nazia dan menawarkan bantuan.
"Nazia, butuh bantuan?" tanya Geri dengan suara pelan.
Nazia menoleh dan tersenyum. "Oh, Geri! Iya, aku tidak tahu harus mulai dari mana."
Geri duduk di sampingnya dan mulai menjelaskan teknik menggambar yang sederhana. Mereka berbincang-bincang sambil menggambar, dan Geri merasa hatinya berdebar-debar setiap kali Nazia tertawa. Dalam momen-momen itu, Geri merasakan kedekatan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Seiring berjalannya waktu, Geri dan Nazia semakin sering menghabiskan waktu bersama. Mereka mulai berbagi cerita, impian, dan harapan. Geri merasa semakin sulit untuk menahan perasaannya. Ia tahu bahwa ia harus menjaga jarak, tetapi hatinya terus berbisik bahwa Nazia adalah orang yang tepat untuknya.
Suatu sore, saat mereka sedang berjalan pulang dari sekolah, Geri memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. "Nazia, aku... aku ingin jujur padamu. Aku suka padamu," ucap Geri dengan suara bergetar.
Nazia terdiam sejenak, wajahnya tampak bingung. "Geri, aku... aku tidak tahu harus berkata apa. Aku sudah punya Fadil."
Geri merasakan hatinya hancur, tetapi ia berusaha tersenyum. "Aku mengerti. Maaf jika aku membuatmu merasa tidak nyaman."
Setelah kejadian itu, Geri berusaha menjauh dari Nazia. Ia merasa bahwa perasaannya hanya akan menyakiti mereka berdua. Namun, semakin ia menjauh, semakin ia merindukan tawa dan senyuman Nazia. Ia merasa terjebak dalam perasaannya sendiri.
Di sisi lain, Nazia juga merasakan perubahan. Ia merasa kehilangan Geri, sahabat yang selalu ada untuknya. Suatu hari, saat mereka bertemu di kantin, Nazia menghampiri Geri.
"Geri, kenapa kamu menjauh? Aku merindukan obrolan kita," kata Nazia dengan nada lembut.
Geri menunduk, merasa tidak berdaya. "Aku hanya... tidak ingin mengganggu hubunganmu dengan Fadil."
Nazia menghela napas. "Fadil dan aku tidak sebaik yang kamu pikirkan. Kami sering bertengkar, dan aku merasa tidak bahagia."
Geri terkejut mendengar pengakuan itu. "Tapi, kamu selalu terlihat bahagia bersamanya."
"Kadang, penampilan bisa menipu. Aku merasa lebih nyaman saat bersamamu," jawab Nazia.
Mendengar kata-kata itu, Geri merasa harapan baru muncul dalam hatinya. Mereka mulai berbicara lebih banyak, dan Nazia mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Fadil. Geri mendengarkan dengan penuh perhatian, berusaha memberikan dukungan tanpa mengharapkan lebih.
Suatu malam, saat Geri sedang menggambar di kamarnya, ia mendapat pesan dari Nazia. "Geri, bisa kita bicara? Aku butuh saranmu."
Geri segera membalas, "Tentu, ada apa?"
Mereka sepakat untuk bertemu di taman dekat sekolah. Saat Geri tiba, ia melihat Nazia duduk di bangku, tampak gelisah. Geri duduk di sampingnya dan menunggu Nazia untuk berbicara.
"Nazia, ada yang ingin kau katakan?" tanya Geri.
Nazia menghela napas dalam-dalam. "Aku sudah memikirkan semuanya. Aku merasa tidak bahagia dengan Fadil. Aku ingin mencoba sesuatu yang baru, dan aku merasa nyaman bersamamu."
Hati Geri berdebar-debar. "Apakah kamu serius?" tanya Geri, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Nazia mengangguk, matanya berbinar. "Ya, aku ingin kita memberi kesempatan pada diri kita sendiri. Aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara kita."
Geri tidak bisa menahan senyumnya. "Aku juga merasakan hal yang sama, Nazia. Aku sudah lama menyukaimu, dan aku ingin kita bisa bersama."
Mereka berdua saling menatap, dan dalam momen itu, semua keraguan dan ketakutan seolah menghilang. Geri meraih tangan Nazia, dan mereka berbagi senyuman yang penuh harapan.
Sejak malam itu, hubungan mereka mulai berkembang. Geri dan Nazia sering menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita dan tawa. Geri merasa hidupnya menjadi lebih berwarna dengan kehadiran Nazia di sisinya. Mereka menjelajahi tempat-tempat baru, menikmati kebersamaan, dan saling mendukung dalam setiap langkah.
Namun, di balik kebahagiaan itu, ada satu hal yang mengganggu pikiran Geri. Ia tahu bahwa Fadil, sahabatnya, mungkin akan terluka jika mengetahui bahwa Nazia telah berpindah hati. Geri berusaha mencari cara untuk memberitahu Fadil tanpa menyakiti perasaannya.
Suatu sore, Geri mengajak Fadil untuk berbicara di tempat yang tenang. "Fadil, ada yang ingin aku bicarakan," kata Geri dengan nada serius.
Fadil menatapnya dengan curiga. "Ada apa, Geri? Kamu terlihat tegang."
Geri menghela napas. "Aku ingin jujur padamu. Aku dan Nazia... kami sudah bersama."
Fadil terdiam, wajahnya berubah. "Apa? Kamu serius? Dia pacarku, Geri!"
"Iya, aku tahu. Tapi, kami sudah berbicara dan Nazia merasa tidak bahagia bersamamu. Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu, tetapi aku juga tidak bisa mengabaikan perasaanku," jelas Geri.
Fadil terlihat marah dan kecewa. "Kamu seharusnya tidak melakukan ini, Geri. Aku menganggapmu sahabat."
Geri merasa hatinya hancur melihat reaksi Fadil. "Aku minta maaf, Fadil. Aku tidak ingin ini terjadi, tetapi aku tidak bisa mengendalikan perasaanku."
Setelah percakapan yang sulit itu, Geri merasa cemas. Ia tidak tahu bagaimana Fadil akan merespons kehadiran Nazia dalam hidupnya. Namun, Nazia selalu ada untuknya, memberikan dukungan dan semangat.
Hari-hari berlalu, dan Geri dan Nazia semakin dekat. Mereka merayakan kebersamaan mereka dengan berbagai kegiatan, mulai dari belajar bersama hingga pergi ke konser musik. Geri merasa bahagia, tetapi di dalam hatinya, ia masih merasa bersalah terhadap Fadil.
Suatu hari, saat mereka sedang duduk di taman, Nazia menatap Geri dengan serius. "Geri, bagaimana kalau kita berbicara tentang Fadil? Aku merasa kita perlu menyelesaikan ini."
Geri mengangguk. "Aku setuju. Kita harus berbicara dengan Fadil dan menjelaskan semuanya."
Mereka sepakat untuk mengundang Fadil ke taman tempat mereka sering berkumpul. Ketika Fadil tiba, suasana terasa tegang. Geri dan Nazia saling berpandangan, berusaha memberikan dukungan satu sama lain.
"Nazia, Geri, ada apa?" tanya Fadil, suaranya terdengar datar.
"Nadia dan aku ingin berbicara denganmu tentang hubungan kita," kata Geri, berusaha tenang.
Nazia melanjutkan, "Fadil, aku ingin jujur padamu. Aku merasa tidak bahagia dalam hubungan kita, dan aku ingin mencoba sesuatu yang baru dengan Geri."
Fadil terdiam, wajahnya menunjukkan campuran emosi. "Jadi, kalian berdua sudah bersama? Dan aku tidak tahu apa-apa?"
Geri merasa bersalah. "Aku minta maaf, Fadil. Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu. Kami hanya ingin jujur."
Fadil menghela napas panjang. "Aku mengerti. Mungkin kita memang tidak cocok. Aku hanya berharap kamu bisa memberitahuku lebih awal."
Setelah percakapan yang emosional itu, Fadil pergi dengan perasaan campur aduk. Geri dan Nazia merasa lega karena telah berbicara dengan jujur, tetapi mereka juga merasa sedih karena harus kehilangan sahabat.
Seiring waktu, Geri dan Nazia mulai membangun hubungan mereka dengan lebih kuat. Mereka saling mendukung dalam setiap langkah, dan Geri merasa bahwa Nazia adalah orang yang tepat untuknya. Mereka merayakan cinta mereka dengan penuh kebahagiaan, dan G eri merasa bahwa semua yang telah terjadi membawa mereka ke tempat yang lebih baik.
Di akhir tahun ajaran, Geri dan Nazia merencanakan liburan bersama. Mereka pergi ke pantai, menikmati sinar matahari dan ombak yang berdebur. Di sana, Geri mengajak Nazia untuk berjalan-jalan di tepi pantai saat matahari terbenam. Suasana romantis itu membuat Geri merasa sangat beruntung.
"Nazia, aku sangat bersyukur bisa bersamamu," kata Geri sambil menggenggam tangan Nazia.
Nazia tersenyum, "Aku juga, Geri. Kamu membuatku merasa bahagia."
Saat matahari terbenam, Geri berlutut dan mengeluarkan sebuah kalung kecil yang telah ia siapkan. "Aku ingin memberikan ini padamu sebagai tanda cinta dan komitmenku. Maukah kamu menjadi pacarku secara resmi?"
Nazia terkejut, matanya berbinar. "Oh, Geri! Tentu saja, aku mau!"
Geri memasangkan kalung itu di leher Nazia, dan mereka berdua saling berpelukan. Dalam momen itu, semua keraguan dan kesedihan yang pernah ada seolah menghilang. Mereka berjanji untuk saling mendukung dan mencintai satu sama lain, tidak peduli apa pun yang terjadi di masa depan.
Kembali ke sekolah setelah liburan, Geri dan Nazia merasa lebih percaya diri. Mereka tidak hanya menjadi pasangan, tetapi juga sahabat yang saling mendukung. Meskipun Fadil masih merasa sakit hati, Geri berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik dengan sahabatnya, berharap waktu akan menyembuhkan luka tersebut.
Hari-hari berlalu, dan Geri dan Nazia semakin dekat. Mereka belajar bersama, menghadiri acara sekolah, dan berbagi impian untuk masa depan. Geri merasa bahwa cinta mereka adalah sesuatu yang istimewa, dan ia bertekad untuk menjaga hubungan itu dengan baik.
Di akhir tahun ajaran, saat perpisahan sekolah, Geri dan Nazia berdiri di panggung untuk memberikan pidato. Geri mengambil kesempatan itu untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada semua teman-teman dan guru yang telah mendukung mereka.
"Terima kasih kepada semua yang telah menjadi bagian dari perjalanan kami. Cinta itu indah, dan aku bersyukur bisa menemukan cinta sejati di sini," ucap Geri dengan penuh emosi.
Nazia menambahkan, "Kami berharap semua orang bisa menemukan cinta dan kebahagiaan seperti yang kami rasakan. Mari kita terus mendukung satu sama lain."
Setelah acara selesai, Geri dan Nazia saling berpelukan, merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, dan mereka siap menghadapi segala tantangan bersama.
Dengan semangat baru, Geri dan Nazia melangkah ke masa depan, berjanji untuk selalu saling mencintai dan mendukung satu sama lain. Cinta yang tak terduga ini telah mengubah hidup mereka, dan mereka yakin bahwa kebahagiaan akan selalu menyertai mereka.