Di sebuah desa kecil yang terletak di pinggir hutan, terdapat sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Rumah itu dikenal oleh penduduk desa sebagai "Rumah Hantu" karena banyaknya cerita menyeramkan yang beredar tentangnya. Namun, bagi Rina, seorang gadis berusia 16 tahun, rumah itu adalah tempat yang penuh misteri dan daya tarik. Rina selalu merasa ada sesuatu yang memanggilnya untuk menjelajahi rumah tersebut.
Suatu sore, saat matahari mulai terbenam, Rina memutuskan untuk pergi ke rumah tua itu. Dengan langkah hati-hati, ia mendekati pintu yang sudah berkarat. Suara derit pintu yang terbuka membuat jantungnya berdegup kencang. Di dalam, suasana gelap dan lembap menyambutnya. Debu tebal menutupi setiap sudut, dan aroma busuk menyengat hidungnya. Namun, rasa ingin tahunya lebih besar daripada ketakutannya.
Rina melangkah masuk, menjelajahi setiap ruangan. Di salah satu ruangan, ia menemukan sebuah jendela besar yang menghadap ke hutan. Saat ia mendekat, ia melihat bayangan samar di luar jendela. Bayangan itu tampak seperti seorang gadis kecil dengan gaun putih yang kotor. Rina terkejut, tetapi rasa ingin tahunya kembali mengalahkan ketakutannya. Ia membuka jendela dan memanggil, "Hei, siapa kamu?"
Gadis kecil itu menoleh, dan Rina merasakan dingin yang menyentuh tulang. Wajah gadis itu pucat, dengan mata yang kosong dan senyum yang menyeramkan. "Aku menunggumu," katanya dengan suara lembut namun menggema. "Ayo, ikutlah denganku."
Rina merasa terpesona, seolah ada kekuatan yang menariknya untuk mengikuti gadis itu. Ia melangkah keluar dari rumah dan mengikuti bayangan itu ke dalam hutan. Semakin dalam mereka berjalan, semakin gelap dan mencekam suasana di sekitar mereka. Rina merasa seolah waktu berhenti, dan semua suara di sekitarnya menghilang.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah tempat yang terbuka, dikelilingi oleh pepohonan tinggi. Di tengah tempat itu, terdapat sebuah batu nisan yang sudah usang. Rina merasa ada sesuatu yang aneh dengan batu nisan itu. "Siapa kamu?" tanya Rina, berusaha menahan rasa takutnya.
"Aku adalah bayangan dari masa lalu," jawab gadis kecil itu. "Aku terjebak di sini karena kesedihan yang mendalam. Aku ingin kau membantuku menemukan kedamaian."
Rina merasa hatinya bergetar. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ia merasakan empati yang mendalam terhadap gadis itu. "Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?" tanyanya.
Gadis kecil itu menunjuk ke arah batu nisan. "Ini adalah tempatku. Aku meninggal di sini, dan aku tidak bisa pergi karena ada sesuatu yang belum terselesaikan. Aku ingin kau mencari tahu siapa yang membunuhku."
Rina merasa tertegun. Ia tidak pernah menyangka akan terlibat dalam misteri yang begitu kelam. Namun, ia berjanji untuk membantu gadis itu. "Aku akan mencarikan jawaban untukmu," katanya dengan tegas.
Setelah kembali ke desa, Rina mulai menggali informasi tentang sejarah rumah tua dan gadis kecil yang menghantuinya. Ia bertanya kepada penduduk desa, tetapi banyak yang menolak untuk berbicara. Mereka takut akan kutukan yang melanda desa akibat kejadian tragis di masa lalu.
Akhirnya, Rina menemukan seorang nenek tua yang bersedia bercerita. "Gadis itu bernama Lila," kata nenek itu dengan suara bergetar. "Dia adalah anak yang baik, tetapi dia dibunuh oleh orang yang sangat dekat dengannya. Keluarganya terlibat dalam perselisihan yang mengerikan, dan Lila menjadi korban."
Rina merasakan air mata menggenang di matanya. Ia tidak bisa membayangkan betapa menyedihkannya nasib Lila. "Apa yang bisa aku lakukan untuk membantunya?" tanyanya.
Nenek itu menggelengkan kepala. "Hanya dengan mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan, Lila bisa menemukan kedamaian."
Dengan tekad yang bulat, Rina mulai menyelidiki lebih dalam. Ia menemukan bahwa orang yang membunuh Lila adalah pamannya sendiri, yang terobsesi dengan harta warisan keluarga. Rina merasa marah dan sedih sekaligus. Ia tahu bahwa ia harus membawa kebenaran ini ke permukaan.
Setelah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, Rina memutuskan untuk menghadap kepala desa. Ia menceritakan semua yang ia temukan, berharap bisa mendapatkan dukungan untuk mengungkapkan kebenaran tentang kematian Lila. Kepala desa, yang awalnya skeptis, akhirnya tergerak oleh keberanian Rina dan setuju untuk membantunya.
Bersama dengan beberapa penduduk desa, mereka mengadakan pertemuan untuk membahas kasus Lila. Rina berdiri di depan mereka, dengan suara bergetar namun penuh keyakinan, menjelaskan semua yang ia ketahui. "Lila tidak seharusnya mati dengan cara yang kejam. Kita harus memberikan keadilan untuknya," ujarnya.
Mendengar cerita Rina, beberapa penduduk desa mulai tergerak. Mereka mulai mengingat kembali kejadian-kejadian aneh yang terjadi di sekitar rumah tua dan bagaimana Lila sering terlihat bermain di sekitar desa sebelum tragedi itu. Perlahan, keberanian mereka tumbuh, dan mereka sepakat untuk mencari keadilan bagi Lila.
Setelah pertemuan itu, Rina dan penduduk desa mulai mengumpulkan bukti dan saksi untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Mereka bekerja sama, meskipun banyak yang merasa takut akan balasan dari keluarga pelaku. Namun, semangat Rina dan keinginan untuk memberikan kedamaian bagi Lila membuat mereka terus maju.
Akhirnya, hari pengadilan tiba. Rina berdiri di depan hakim, dengan hati berdebar. Ia menceritakan semua yang ia ketahui, dan dengan bukti yang ada, pamannya ditangkap. Rina merasa lega, tetapi juga sedih. Ia tahu bahwa keadilan telah ditegakkan, tetapi harga yang dibayar sangat mahal.
Setelah proses pengadilan selesai, Rina kembali ke tempat di mana ia pertama kali bertemu Lila. Ia berdiri di depan batu nisan, merasakan kehadiran gadis kecil itu. "Aku sudah melakukan yang terbaik untukmu, Lila," katanya dengan suara bergetar. "Sekarang, kau bisa beristirahat dengan tenang."
Tiba-tiba, angin berhembus lembut, dan Rina merasakan kehangatan yang menyelimuti hatinya. Bayangan Lila muncul di hadapannya, kali ini dengan senyuman yang tulus. "Terima kasih, Rina. Kau telah membebaskanku dari kesedihan ini," kata Lila. "Sekarang aku bisa pergi."
Rina merasa air mata mengalir di pipinya, tetapi kali ini bukan karena kesedihan. Ia merasa bahagia karena telah membantu Lila menemukan kedamaian. Dengan satu langkah mundur, Rina mengucapkan selamat tinggal kepada Lila, yang perlahan-lahan menghilang ke dalam cahaya.
Sejak saat itu, rumah tua itu tidak lagi dianggap sebagai "Rumah Hantu." Penduduk desa mulai menceritakan kisah Lila sebagai cerita tentang keberanian dan keadilan. Rina, meskipun masih merasakan kesedihan, merasa bangga telah menjadi bagian dari perjalanan Lila menuju kedamaian. Ia tahu bahwa meskipun bayangan di balik jendela telah pergi, kenangan dan pelajaran yang didapat akan selalu hidup dalam hatinya.