Raina berjalan sendirian di jalan yang sepi, hujan deras mengguyur tubuhnya. Tiba-tiba, seorang pria bertubuh tinggi menawarkan payung.
"Maaf, saya hanya mau menawarkan bantuan, jangan takut pada saya," tutur pria tampan itu.
Raina terkejut, lalu tersenyum. "Oo... Iya tentu saja, terima kasih bantuannya hmm..."
"Panggil saja saya Ryan," ucap pria itu tersenyum ramah.
"Senang bertemu denganmu, Ryan. perkenalkan juga nama saya Rania." Rania tersipu malu menyibakkan rambutnya yang basah kebelakang.
Pertemuan tak terduga dibawah guyuran hujan, menjadi kisah awal cerita cinta mereka.
Enam bulan setelah mereka menjalin hubungan baik sebagai sepasang kekasih, sikap Ryan mulai berubah, yang tadinya hangat jadi mendingin, yang tadinya perhatian jadi acuh tak acuh.
Rania, yang awalnya merasa bahagia, kini jadi sering cemas dan tidak bisa tidur. Ia masih ingat betul, setiap malam Ryan selalu mengirimkan pesan manis, mengucapkan selamat tidur kepadanya. Di setiap pagi pula, Ryan meneleponnya, lalu mereka berbicara panjang lebar tentang kegiatan mereka setiap harinya. Namun, semua itu sudah tidak Ryan lakukan di beberapa minggu terakhir ini.
"Aku chat juga tidak pernah dibalas-balas, selalu saja dia bilang sedang sibuk bekerja atau meeting, huf..." Rania menghela nafas panjang, sambil merebahkan tubuhnya di sofa.
Hati dan pikirannya merasa amat frustasi soal kelanjutan hubungan ini, ditambah pula saat ini umur Rania juga sudah menuju kepala 3. Kedua orangtuanya juga sempat menanyakan soal rencana pernikahan dirinya dan Ryan.
Beberapa hari kemudian, Rania memutuskan untuk berbicara serius dengan Ryan soal kelanjutan hubungan mereka. Ia memaksa Ryan menemuinya di suatu taman yang biasa mereka lewati saat sepulang kerja.
Di bawah pohon besar yang rimbun, Rania dan Ryan duduk, namun tidak dekat seperti dulu. Rania dapat melihat jelas sikap Ryan yang enggan menemuinya.
"Maaf menganggu waktumu, aku hanya ingin membicarakan soal hubungan kita. Aku merasa kamu banyak berubah beberapa minggu ini, kamu gak seperti dulu lagi," ucapnya, nada suara Rania sedikit bergetar.
Ryan menundukkan kepala. “Maaf aku… Aku bukan orang yang kamu harapkan, aku tidak bisa memberi perhatian seperti yang kamu inginkan. Salahku, sejak awal aku sudah membuatmu salah menilai tentang diriku yang sebenarnya."
Rania terdiam, “Maksud kamu apa! Jadi kamu ingin mengakhiri hubungan kita?” tanyanya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Ryan tidak berani menatapnya, seolah sedang berpikir untuk mencari kata-kata yang tepat. “Aku tidak ingin membuatmu terluka lebih dalam. Mungkin mengakhiri semua ini lebih baik. Kita berdua butuh waktu untuk mencari jalan masing-masing,” jawabnya pelan.
Deg!
Jawabnya Ryan seperti hantaman petir di siang bolong, Rania merasa dunia sekitarnya seakan runtuh. Ia tahu bahwa kata-kata Ryan bukanlah sebuah pilihan yang diinginkan, tetapi kenyataan yang harus ia terima.
Tanpa saling berucap apapun, mereka berdua berpisah di taman itu. Rania melangkah pergi sambil menahan air mata yang hampir tumpah. Ia tahu, meski hatinya hancur, tapi inilah jalan yang terbaik untuk mereka berdua.
Rania hanya berharap, waktu bisa membantunya menyembuhkan luka yang kini menganga.
------ The End ------
Terkadang, kita merasa takut kehilangan seseorang yang kita cintai, sehingga berusaha keras untuk mempertahankan hubungan yang bahkan sudah mulai merenggang.
Kita berusaha mengubah orang itu agar sesuai dengan keinginan kita, atau terlalu berharap pada kisah indah yang sudah berlalu. Namun, semakin kita memaksakan ego kita, semakin kita melukai diri sendiri dan orang yang kita cintai.
Seperti sebuah tanaman yang membutuhkan waktu dan perawatan untuk tumbuh, begitu pula hubungan cinta, membutuhkan ruang untuk berkembang.
Memaksakan cinta hanya akan membuatnya terhambat, bahkan mati perlahan. Jika cinta itu benar adanya, ia akan tumbuh meski tanpa paksaan. Jika tidak, maka sudah saatnya untuk melepaskan dan memberi ruang bagi diri sendiri, mencari kebahagiaan yang sebenarnya.
Cinta yang dipaksakan hanya akan membuat dua orang terjebak dalam rasa sakit yang tak berujung. Cinta seharusnya hadir, mengalir secara alami. Sebuah perasaan manusiawi yang tumbuh, berkembang, dan bertahan tanpa harus dipaksakan. Karena cinta yang dipaksakan bukanlah cinta sejati, melainkan ilusi yang hanya akan menyayat hati.
*Bikin Cermin untuk GC TB-SPM-BLACK_PEN2024