Seruni bangkit dengan rasa enggan,tak ada semangat. Memutuskan untuk pindah mengikuti Tente Rima adalah pilihan tersulit.
Sejak ibu dan ayahnya berpisah. Hanya rumah nenek adalah tempat ternyaman bagi Serani. Apalagi sejak kedua orangtuanya sudah memiliki keluarga yang baru. Merasa terasing diantara ayah sambung,ibu sambung dan saudara sambung.
“Harusnya aku tak dilahirkan ke dunia ini. Keberadaanku hanya sebuah kesalahan,”renung Serani.
Tapi ada ibu dari ayah yang selalu merangkulnya. Ayah Serani adalah anak bungsu Oma Umay.Semua anaknya telah pergi merantau. Oma Umay tingal seorang diri di dalam rumah peninggalan orang tua Oma Umay.Rumah lama yang sudah mulai lapuk.
Di desa inilah Serani menghabiskan masa kanak-kanaknya tanpa kasih sayang dan belaian orang tua. Serani tentu saja tak mungkin mengharapkan perhatian lebih dari Oma Umay. Sebab beliau sudah sangat renta. Untuk berdiri dan berjalan saja sangat sulit.
Serani terbentuk secara alami menjadi anak perempuan yang kuat dan rajin. Mengambil air di sumur,memasak serta membersihkan rumah adalah kebiasaan Serani sehari-hari.
Ketika Serani masih sekolah ditingkat menengah pertama,tiba-tiba kesehatan Oma Umay semakin menurun.
“Oma harus dirujuk ke rumah sakit di kota.Setelah itu Oma Umay akan tinggal bersama Om Septi. Supaya kalau Oma sakit lagi bisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Rumah Om Septi lumayan dekat dengan rumah sakit,”ucap Tante Rima pada Serani.
Serani mengangguk dan menghapus airmatanya.
“Serani ikut Om Septi saja biar tetap bersama Oma Umay,”airmata Serani mengalir semakin deras.
“Tidak bisa,Nak. Kami bersaudara sudah berdiskusi dan memutuskan kalau Serani tinggal bersama Tante. Disana ada sekolah yang dekat dengan rumah Tante. Jadi Serani bisa sekolah dengan tenang dan sampai tamat. Kita tak mungkin menambah beban dan merepotkan Om Septi”.
‘Merepotkan ‘ adalah kata-kata yang selalu tak ingin Serani dengar selama ini. Membuat hatinya teriris pedih. Andai kedua orangtuanya tidak berpisah,mungkin Ia tak akan menyusahkan orang lain, teriak Serani dalam hati.
Serani hanya bisa pasrah menerima keadaan. Duduk ditangga kayu rumah Oma Umay menunggu mobil travel yang akan mengantarkan mereka ke tempat Tante Rima. Serani mendekap tubuhnya erat. Sebentar lagi Ia tak akan pernah merasakan udara sejuk perdesaan di pagi hari,hamparan sawah menguning,atau pohon-pohon cengkeh di halaman rumah.
“Untuk sementara kamu lebih baik tinggal dengan Tante Rima. Disana sekolahnya dekat rumah,apalagi anak-anak Tante Rima sudah berkeluarga semua. Kamu bisa menemani Tante Rima,”bujuk Soleh pada Seruni, saat mereka berjumpa di rumah sakit tempat Oma Umay dirawat.
Serani menatap Soleh tak berkedip.
“Ayah belum bisa membawamu tinggal bersama kami. Maafkan ayah,nak,”ujar Soleh.
Serani berpaling ke kaca kamar pasien. Berusaha mengerti kondisi ayahnya saat ini. Soleh masih tinggal bersama mertua dari istri barunya.Begitu juga dengan ibunya yang juga harus ikut suami tinggal di luar negeri. Ibu Seruni berjanji suatu saat akan membawa Seruni ikut bersamanya.
Semenjak kedua orangtuanya berpisah,Serani tak pernah bertemu dengan ibu kandungnya. Cuma satu kali saja mereka berdua pernah video call dan itu sebentar saja.
“Serani jadi anak yang baik dan pintar di sekolah ya,”kata Ibu Serani sambil menahan tangis.
“Iya, Bu hkhikhik.. tapi ibu cepat pulang,jangan lama-lama di sana. Serani kangen sama ibuuuu,”tangis Serani pecah melihat ibunya dilayar handphone.
Ingin setiap saat menghubungi ibunya. Apalagi disaat seperti ini. Tapi Seruni terpaksa menelan rasa pahit ketika Ibunya tiba-tiba tak bisa dihubungi. Ternyata ibunya butuh waktu untuk melupakan masa lalu dan dirinya.
***
Tiba di rumah Tante Rima yang cukup bagus dan luas namun sepi mencekam. Kamar Serani berada di lantai dua,merupakan kamar satu-satunya di sana. Sedangkan dua kamar yang lain di lantai satu.
“Kamar ini dulu adalah kamar Kak Arumi,sepupumu. Dia sering pulang ke sini tapi selalu tidur di kamar tamu,” kata Rima sambil membawa masuk koper Serani ke dalam kamar.
“Bagaimana?kamu suka nggak?”tanya Rima.
“Ya,”jawab Serani tersenyum.
“Nah gitu dong. Sejak bertemu,tante belum pernah melihatmu tersenyum”.
Serani menghempaskan tubuhnya di kasur saat Tante Rima telah pergi.Perasaan hampa mulai menyelimuti Serani di tempat ini. Sebagian hati Serani masih tinggal di desa dan Oma Umay.
Dua hari kemudian Serani sudah mulai mengikuti pembelajaran di sekolah yang baru. Suasananya begitu asing dan kurang bersahabat. Tidak ada seorangpun teman di kelas mendekati atau menyapanya.Mereka cuek seakan tidak peduli dan sibuk dengan urusan mereka sendiri.
Suatu hari tanpa sengaja,Serani melihat dompet Berti jatuh dari sakunya.
“Hey…tunggu,”Serani memungut dompet itu di lantai lalu mengejar Berti.
“Ini dompetmu. Tadi terjatuh di sana,”kata Serani menunjuk tempat dompet itu ditemukan.
Berti memeriksa dompet dan menemukan isinya yang masih lengkap.
“Kamu baik banget. Makasih ya. Kamu anak baru itu kan?sini aku traktir,”ucap Berti antusias sambil menarik tangan Serani.
Sebenarnya Serani sungkan ditraktir Berti. Bukan maksudnya mengembalikan dompet Berti agar mendapat imbalan. Murni sudah suatu kewajiban membantu teman walau baru kenal.
“Sebagai ucapan terimakasih aku kerena kamu udah mengembalikan dompetku yang jatuh. Kamu bisa pesan makanan apa saja di kantin ini. Tenang,biar aku yang bayar,”kata Berti membentangkan tangannya dengan lebar. Mempersilahkan Serani memilih menu makanan prasmanan di meja panjang milik kantin.
“Nggak usah. Kebetulan aku bawa bekal,”kata Serani.
“Tak apa buat nambah laukmu,”kata Berti sedikit memaksa.
Serani tak kuasa menolaknya. Tak apalah menerima tawaran Berti sebagai awal mula pertemanan mereka.
“Hai,Zulfan.Kemarilah ikut bersama kami,”teriak Berti. Untung kantin belum terlalu ramai.
“Ada apa nih rame-rame?”ucap Zulfan saat tiba di meja Berti dan Serani.
“Kamu sudah kenal kan dengan teman baru kita ini,”kata Berti sambil melirik Serani.
“Serani ya? Kalau nggak salah namanya. Kenalkan aku Zulfan,”kata Zulfan mengulurkan tangan pada Serani.
Setelah bersalaman,mereka lanjut menyantap makan siang masing-masing dengan lahap.
“Kalau boleh tahu kamu tinggal dimana?”tanya Zulfan disela suapan nasinya.
Serani memberi tahu sebuah alamat. “Aku tinggal bersama tanteku”.
“Tante Rima kah?”tanya Zulfan.
“Iya. Kenapa kamu tahu nama tanteku”
“Berarti kita bertiga tinggal berdekatan,”kata Zulfan.
“Bagaimana kalau besok kita bertiga berangkat sekolah bareng?”tanya Berti meminta persetujuan temannya.
“Boleh,”Serani senang dapat teman baru namun sudah terasa sangat akrab. Tak menyangka orang di kota ada yang ramah.
Esok pagi sesuai rencana. Mereka berjalan bersama menuju sekolah. Jarak sekolah dengan tempat tinggal hanya 500 meter. Jadi lebih enak jalan kaki sambil berolah raga.
“Pulang dari sekolah lanjut janjian bertemu di rumah Zulfan setelah makan siang. Di sana ada sebuah studio musik milik Zulfan.
“Kamu suka musik?”tanya Zulfan.
“Ya. Aku suka dengarin musik seperti backstreetboy, MLTR,Diana Ross,MJ hingga Britneys spear,”jawab Serani.
“Hmmm ternyata kamu penyuka lagu lawas. Tapi musik mereka memang keren. Biasanya orang suka dengerin musik,sedikit atau banyak bisa bernyanyi”.
“Aku lumayan bila main gitar,”ujar Serani teringat waktu di desa pernah main gitar milik ayahnya. Dan Dia belajar main gitar melalui buku yang ada dikamar ayahnya itu.
Serani menghabiskan waktu luang di studio Zulfan. Memberanikan diri untuk olah vokal sambil memetik gitar. Sedangkan Zulfan bermain drum band. Dan Berti bermain biola.
“Kamu mau tahu sesuatu?”tanya Berti pada Serani saat Zulfan tidak ada.
“Mau tau dong. Memang ada apa?”tanya Serani penasaran.
“Sebenarnya sejak dulu aku menyukai Zulfan. Dia telah membuat hari-hariku pernuh warna dan kebahagiaan”.
“Nah loh. Kenapa tak diutarakan saja isi hatimu itu?”saran Serani dengan nada getir. Sesungguhnya Serani juga sangat menyukai Zulfan. Tak igin kehilangan Zulfan sampai kapanpun.Seruni jatuh cinta dengan senyum Zulfan yang tulus. Senyuman itu itu sangat indah hingga mengukir kerinduan di hati Seruni.
“Caranya?”
“Entahlah,mungkin dengan surat”
Dua hari setelah itu,Berti tiba-tiba ingin mentraktir Serani lagi.
“Ini semua atas saranmu. Aku menulis surat cinta untuk Zulfan”
“Dan?”
“Zulfan menerimaku jadi pacarnya,”tawa bahagia Berti terpancar seketika.
Serani menarik nafas panjang. Lagi dan lagi Dia harus merelakan hatinya tenggelam. Tapi Seruni senang tetap bisa menjadi teman mereka. Berti dan Zulfan adalah teman yang baik.Seruni ikut bahagia jika mereka bahagia.
Tamat