Selama bertahun-tahun, Alia menjalani hidup yang sangat teratur. Pekerjaannya di sebuah perusahaan desain interior cukup menuntut, tetapi selalu memberi kepuasan. Ia memiliki teman-teman yang baik, sebuah apartemen yang nyaman, dan hidup yang menurutnya cukup bahagia. Namun, suatu hari, saat sedang membersihkan rak buku di ruang tamunya, ia menemukan sebuah surat yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Surat itu tergeletak di bawah sebuah buku lama yang sudah lama ia simpan, dan tidak ada tanda-tanda bahwa surat itu pernah dibuka.
Tertulis dengan tinta hitam yang tebal, surat itu bertuliskan:
"Alia, kamu tidak akan percaya ini, tetapi ini adalah surat dari masa depanmu. Jika kamu membacanya, hidupmu akan berubah. Jangan takut. Kamu memiliki waktu untuk memperbaikinya, tetapi hanya sekali. Pilih dengan bijak."
Alia terdiam, membaca surat itu berulang kali. Apa maksudnya? Masa depan? Tetapi, ia merasa cemas sekaligus penasaran. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengikuti pesan yang tertulis dalam surat itu. Ia mencatat tanggal yang tertera di bagian bawah surat, yang ternyata adalah tanggal yang sama dengan hari ini, dan memutuskan untuk pergi ke tempat yang sangat ia rindukan: taman kota, tempat ia dan sahabatnya, Maya, sering datang untuk berbicara tentang kehidupan mereka bertahun-tahun lalu.
Ketika ia sampai di taman, suasana tampak sangat familiar. Pohon-pohon rindang, bangku panjang di dekat danau, dan udara sore yang sejuk—semuanya terasa seperti kembali ke masa lalu. Namun, apa yang ia lihat selanjutnya sangat mengejutkan.
Di bangku yang biasanya mereka duduki bersama, ada seseorang yang tampak seperti Maya. Wajahnya tampak lebih tua dan lebih lelah daripada yang Alia ingat. Ia duduk sendiri, menggenggam sebuah buku di tangan. Alia mendekat, namun hatinya mulai berdebar.
“Maya?” Alia memanggilnya dengan suara ragu.
Wanita itu menoleh, dan Alia melihat tatapan kosong yang mengenalnya, namun ada kesedihan yang mendalam di sana.
“Maya, apa yang terjadi?” Alia bertanya, cemas.
Maya tersenyum lemah. “Aku tahu kau akan datang, Alia. Sudah lama aku menunggumu.”
Alia merasa bingung. “Menungguku? Tapi… aku baru saja datang. Ada apa denganmu?”
Maya menghela napas, menatap ke depan, dan berkata, “Aku sudah tahu apa yang akan terjadi. Kamu tidak bisa menghindarinya, Alia.”
Alia merasa seperti ada sesuatu yang tidak beres. “Apa maksudmu? Apa yang terjadi?”
Maya menatapnya dengan tatapan serius. “Ingat surat yang kamu terima? Surat itu datang dari masa depan. Aku datang untuk memberi tahu kamu bahwa ada satu pilihan besar yang harus kamu buat. Pilihan itu akan mengubah arah hidupmu, dan aku sudah membuat pilihan itu. Sekarang giliranmu.”
Alia terkejut. “Tunggu… Kamu… kamu sudah tahu ini semua?”
Maya mengangguk. “Aku yang menulis surat itu. Aku yang mengirimkannya padamu.”
Alia mundur sejenak. “Apa? Kamu? Tapi… bagaimana mungkin?”
Maya menunduk, tersenyum pahit. “Aku berasal dari masa depan. Aku adalah kamu, Alia. Aku adalah versi dari dirimu yang sudah membuat pilihan yang sangat besar, pilihan yang sangat sulit. Aku datang untuk memberitahumu, karena kamu harus memilih: apakah kamu akan mengikuti jalur yang aku pilih, ataukah kamu akan mengambil jalanmu sendiri dan mengubah segalanya?”
Alia terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. “Jalan yang kamu pilih? Jalan apa yang kamu maksud?”
Maya menatapnya dengan tatapan yang penuh penyesalan. “Aku memilih untuk menyerah pada cinta yang tidak pernah aku dapatkan, untuk mengejar karier yang aku pikir akan memberikan kebahagiaan. Aku memilih untuk hidup dengan penyesalan, percaya bahwa itu adalah pilihan terbaik. Tapi sekarang aku tahu, itu bukanlah hidup yang sebenarnya aku inginkan. Aku datang untuk memberitahumu, kamu memiliki kesempatan untuk memilih sesuatu yang berbeda.”
Alia merasa dunia seakan berputar. “Tapi bagaimana kamu tahu ini semua? Kamu adalah diriku, bukan?”
Maya mengangguk, menatapnya dengan mata yang penuh dengan keputusasaan. “Karena aku adalah versi masa depanmu yang sudah membuat keputusan. Aku tahu kamu bisa memilih untuk menjalani hidup yang berbeda. Kamu bisa memilih untuk tidak kehilangan orang yang kamu cintai, untuk tidak mengejar kebahagiaan yang salah. Ini adalah kesempatanmu untuk mengubah semuanya.”
Alia terdiam, kebingungan dan perasaan cemas datang melanda hatinya. Ia tidak tahu harus memilih apa. Akankah ia mengikuti jalan yang sama seperti Maya dan hidup dengan penyesalan? Ataukah ia akan mengambil langkah berani untuk menciptakan kehidupan yang berbeda, yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya?
Maya berdiri dan berbalik. “Aku harus pergi. Waktu aku di sini terbatas. Kamu hanya memiliki satu kesempatan untuk membuat pilihanmu.”
Alia memandang sosok Maya yang perlahan menghilang, dan ia merasakan berat beban keputusan yang harus diambil. Apa yang harus ia lakukan? Jika ia memilih untuk mengikuti jalan yang sama, ia akan hidup dengan rasa kehilangan. Tetapi jika ia memilih untuk mengubah semuanya, apakah ia akan bisa menemukan kebahagiaan yang selama ini ia cari?
Pada akhirnya, Alia memutuskan untuk mengambil langkah yang berbeda. Ia memilih untuk menghubungi orang yang telah lama ia tinggalkan—seorang pria yang dulu sangat berarti baginya. Ia memutuskan untuk tidak membiarkan penyesalan menguasai hidupnya, untuk mengejar cinta yang telah ia lewatkan begitu lama.
Namun, saat ia berbalik untuk pergi, sebuah suara kembali terdengar.
“Selamat datang di masa depan, Alia.”
Alia menoleh, dan di hadapannya, berdiri dirinya sendiri—tapi dengan senyuman yang lebih lebar, lebih bahagia, dan lebih hidup. Ternyata, pilihan yang ia buat bukanlah tentang mengubah masa lalu, melainkan tentang menerima kenyataan bahwa setiap pilihan memiliki konsekuensi, dan setiap langkah yang kita ambil adalah bagian dari perjalanan kita yang tak terhindarkan.
Tamat.