Sejauh apapun aku melangkah maju, hatiku tetap di sana, di samping hatimu, bahkan jika seluruh manusia melarangku mendekat denganmu, aku akan tetap memilihmu.
---
Daisy paling suka dengan malam, baginya suasana malam adalah suasana yang menenangkan, bahkan aroma malam pun selalu menjadi aroma favoritnya. Di mana ia bisa melihat bintang dan bulan sendirian sambil menjamah buku yang menumpuk di meja belajar.
Daisy juga sangat suka membaca buku, buku apapun itu, asal mengandung unsur kisah, ia selalu suka.
Tanpa dia tahu, setiap kali ia membuka jendela kamar saat malam hari, ada sepasang mata yang selalu memerhatikannya dalam gelap malam. Melihatnya dengan senyuman mengembang, setiap kali ada yang mendekat, berbau bahaya, orang itu akan menyerangnya.
Malam ini Daisy membaca sebuah buku tentang makhluk tak kasat mata tapi dapat menatap manusia setiap saat. Bulu kuduknya meremang saat membaca itu.
"Jadi hal itu emang nyata, kah?" tanyanya pada diri sendiri.
Teman-temannya selalu aneh dengan kebiasaan Daisy, Daisy ini sangat aktif di malam hari, sementara di siang hari, ia kurang aktif. Daisy juga sangat suka mandi di malam hari, jam berapapun itu, tidak pernah sedikit pun ia merasa takut, itu yang dipikirkan teman-temannya.
Padahal kenyataannya, ia juga sering merasakan yang namanya gugup karena takut, bulu kuduk meremang, tapi karena ia kurang memercayainya dengan alasan belum melihat dengan matanya sendiri, akhirnya ia melawan rasa itu.
Tepat di pukul dua malam, Daisy pergi ke kamar mandi, ia ingin cucian, setidaknya tubuhnya bisa terkena air sebelum tidur. Itu memang sudah menjadi kebiasaannya.
Saat membuka pintu kamar mandi, tubuh Daisy langsung tegang, matanya menatap lurus ke depan, ia bergeming, seakan sekarang ini tubuhnya hilang kendali.
Ada seorang laki-laki bersayap hitam, ia hanya memakai celana hitam bahan tanpa baju, tubuhnya terlihat kekar, tapi banyak sekali luka, darah pun berceceran ke lantai. Ada sesuatu di tangannya, itu seperti kelelawar tapi dengan ukuran besar, kelelawar itu sudah mati. Dia tersenyum ke arah Daisy, tak lama setelah itu kesadaran Daisy hilang.
***
Daisy bangun di pagi hari dengan keadaan melamun, ia masih memikirkan kejadian yang ia lihat pada malam hari, entah itu nyata atau tidak, kondisi itu sangat membuatnya hilang akal sehat, ia tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat sosok itu.
Laki-laki dengan senyuman menenangkan, tatapan sedalam samudera, tubuh yang penuh dengan luka, wajah yang pucat tapi memiliki bibir yang merah, kornea matanya berwarna cokelat terang, dan sayap hitam yang mengibas tepat saat ia membuka pintu.
Daisy mengerjapkan matanya, ia lihat jam sudah menunjukkan pukul 05.30, secepat kilat ia langsung bergegas berangkat ke kampus.
Di kampus pun Daisy tidak banyak bicara, biasanya dia selalu sibuk menceritakan apa saja yang ia baca kepada teman-temannya, tapi tidak dengan hari ini.
"Dai, lu pucat banget, sakit?" tanya Sonya, salah satu teman Daisy yang duduk tepat di samping mejanya.
Daisy mengerjapkan matanya. "Ah … enggak, gua cuma kurang tidur aja."
Sonya menghela napas berat. "Gua udah capek nasihatin lu buat jangan tidur malam terus, biasain malam buat tidur, siang buat belajar atau baca buku, pala batu sih lu!"
Daisy menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, teman-temannya memang selalu memarahinya yang selalu aktif di malam hari.
***
Sepulang dari kampus langit sudah mulai menjingga, hari ini Daisy harus ikut latihan teater, kebetulan ia juga dipilih sebagai panitiannya, jadilah ia pulang sore hari ini.
Daisy tinggal di kos sendiri, dia memang tipe anak yang sedikit … freak, ia lebih tenang saat sendiri, tapi bukan berarti dia ini anak anti sosial, temannya sangat banyak, bahkan ia mengikuti banyak organisasi dan sering terpilih menjadi anggota inti.
Daisy sudah biasa pulang dan pergi ke kampus sendiri. Hari ini ia memilih untuk pulang jalan kaki karena ingin mencari inspirasi dari jalan. Ia memiliki pekerjaan sampingan menjadi penulis, selain suka membaca, dia juga suka menulis.
Daisy menghentikan langkahnya saat merasa ada yang mengikuti, saat langkahnya terhenti, suasana sunyi kembali, hanya suara kendaraan yang terdengar samar-samar saja, karena dia sudah masuk ke area perumahan dalam, jalan raya sudah berlalu. Merasa tidak ada yang aneh, akhirnya ia melanjutkan langkahnya kembali.
Tiba-tiba hujan turun sangat deras, karena jarak kos masih lumayan jauh, Daisy memilih untuk meneduh di bawah pohon samping kedai kopi yang tutup terlebih dahulu. Ia duduk di bangku kayu yang aman dari air.
Cuaca lumayan dingin, Daisy menggunakan cardigan-nya untuk menutupi tangan sampai benar-benar tertutupi. Mata Daisy membulat saat merasa ada yang bernapas tepat di samping telinganya.
Ia langsung bangun, menoleh ke sekitar, belakangnya hanya ada pohon besar, di samping kanannya kedai kopi, di samping kirinya ada rumah kosong, ia sepertinya salah mencari tempat meneduh. Di saat itu juga Daisy langsung berlari, menerjang hujan tanpa memikirkan apa yang ia bawa.
Karena saking terburu-burunya, Daisy sampai tidak sadar salah memilih jalan. Langit sudah mulai gelap, sementara hujan belum juga mereda. Napas Daisy terengah-engah. Ia segera mengambil ponsel, ia hubungin Sam, teman dekatnya yang rumahnya tidak jauh dari tempat ia berdiri. Ia takut ada orang jahat yang sedang mengikutinya, ia butuh seseorang.
"Sam, tolong gua, cepat ke taman samping Perumahan Cempaka, gua merasa enggak aman."
"Oke, gua ke sana, lu bersembunyi dulu, seaman mungkin, sekarang juga nih gua otw."
Setelah itu saluran telepon terputus. Daisy berlari ke pos, pos ini sudah lama tidak digunakan karena pos sudah pindah ke bagian depan perumahan. Daisy rasa, dengan mengumpat di dalam pos itu, ia akan aman. Sesegera mungkin dia masuk.
Belum sempat mendekat, tiba-tiba ada sekelebat hitam menerjangnya, tubuhnya melayang di udara. Ia merasakan kembali hembusan napas di telinganya, sampai akhirnya ia menoleh, melihat dengan jelas wajah seorang laki-laki yang pernah ia lihat sebelumnya.
Kali ini dia tidak tersenyum, tapi tatapannya tetaplah terlihat bersahabat, dalam dan penuh makna. Daisy tidak bisa bicara apapun, mulutnya seakan terkunci.
Laki-laki itu menurunkan Daisy di jendela kamar. Daisy merasa sudah menutup jendela kamarnya, tapi kali ini jendela kamarnya malah terbuka.
"Sudah saatnya aku menampakkan diri," ucapnya setelah berhasil menurunkan Daisy.
Tepat di saat itu, telepon Daisy berdering, itu pasti telepon dari Sam, bahkan Daisy tidak bisa mengalihkan pandangannya pada sosok itu.
"Aku mencintaimu, dan aku akan selalu menjagamu."
Bibir Daisy mengatup. Laki-laki itu mengepakkan sayap, ia mendekat ke arah Daisy, tanpa Daisy sadar, laki-laki itu malah mengecup bibir Daisy.
"Aku yang selalu menemanimu di malam hari."
Tiba-tiba laki-laki itu menghilang. Di saat itu juga Daisy merasa ada yang memeluknya dari belakang. "Aku Aster, dewa kegelapan, kamu adalah reinkarnasi dari isteriku yang sudah mati karena ucapan manusia jahat, aku harap kamu jangan menaruh hati pada manusia, mereka telah membunuhmu 100 tahun yang lalu dengan cara yang sadis sampai kamu yang sebelumnya sudah kujadikan makhluk abadi harus mati dengan sendirinya karena semua ancaman yang mereka katakan. Manusia itu memang lemah, tapi dia memiliki kata-kata yang dapat membunuh orang dengan sendirinya."
Bulu kuduk Daisy meremang. "Aku tidak percaya! Enyah kamu dari sisiku!" teriak Daisy seraya berusaha melepas pelukannya.
"Kamu bukanlah dewa sepertiku, dahulu aku menikahimu karena kamu bisa memahamiku, kamu adalah manusia murni yang mencintaiku dan aku pun mencintaimu. Karena semua yang kamu lakukan dahulu, orang-orang menganggap kamu orang yang membawa kesialan bagi bumi. Namun, karena cinta, kamu menerjang semuanya, bahkan nyawamu kamu taruhkan. Karena itu, tugasku sekarang adalah melindungimu, walaupun kamu tidak ingin melihatku, tidak ingin menjadi kekasihku kembali, aku akan mengabdi padamu, anggap saja aku peliharaanmu yang akan menolongmu dalam keadaan apa pun."
"Aku tidak mungkin percaya, tidak ada makhluk abadi, tidak ada dewa kegelapan, tidak ada reinkarnasi, aku tidak percaya! Ini hanya tipu muslihatmu untuk mengelabuiku, kan?!"
Tiba-tiba Aster memperlihatkan Daisy sebuah cincin permata biru, hati Daisy sesak, rasa benci dengan manusia menggerumuh di dadanya.
"Sejauh apapun aku melangkah maju, hatiku tetap di sana, di samping hatimu, bahkan jika seluruh manusia melarangku mendekat denganmu, aku akan tetap memilihmu." Teriakan itu menggema di telinga Daisy, ia bisa melihat wajahnya di 100 tahun lalu, ia menusuk diri dengan tanduk rusa, ia juga bisa melihat Aster jatuh dengan airmata mengalir, sampai airmatanya yang sebelumnya berwarna bening berubah menjadi warna merah darah.
"Aku tidak mengelabuimu, aku sangat mencintaimu," bisiknya tepat di telingan Daisy. "Maka jagalah dirimu dengan baik sekarang, aku tidak akan mengganggumu, aku akan melindungimu, aku akan berbalas budi, terima kasih atas segalanya, karenamu aku bisa mengenal cinta dan kasih sayang."
"Tap-tapi itu bukan aku, melainkan dia yang sudah mati di 100 tahun lalu," ucap Daisy lirih.
"Bagiku, kamu dahulu atau sekarang, tetaplah kamu, orang yang aku cintai."
Daisy sesenggukan, ia pun tidak tahu mengapa sesak sekali. Aster membalikkan tubuhnya, ia usap airmata Daisy dengan ibu jarinya. Yang awalnya saat menatap Aster ia merasa takut, kali ini, tatapan kerinduan terlihat di mata Daisy, di saat itu juga Daisy memeluk Aster. Seketika rasa sesak itu mulai sirna, tapi ia merasa tidak ingin jauh dari Aster.
"Apa aku benar-benar dia yang kamu maksud, kenapa aku tidak mau jauh darimu?" tanya Daisy masih di pelukan Aster.
Aster mengusap punggung Daisy. "Aku tidak akan jauh darimu. Jika kamu bersedia, aku akan menjadikanmu manusia abadi seperti dahulu."
"Bagaimana caranya?"
"Menikah denganku, lalu kita menyatu dalam ikatan cinta itu, walaupun aku tidak bisa memberikan keturunan, kita bisa tetap bersama setelah itu, jika …." Tiba-tiba Aster melepas pelukannya, ia usap kembali pipi Daisy dengan ibu jarinya. "Jika kamu tidak membunuh dirimu sendiri."
Daisy mengingat latar kehidupannya, ia lahir tanpa mengetahui siapa ibu dan ayah kandungnya, ia tinggal di panti asuhan, saat lulus SMA dia bisa masuk ke universitas negeri berkat seorang ibu yang kini membiayainya. Namun ibu itu bilang setelah ini dia akan melepas Daisy, Daisy bebas melakukan apapun jika sudah memiliki pekerjaan tetap, ia hanya niat ingin membantu Daisy mengabulkan cita-cita agar bisa masuk universitas.
Daisy menatap Aster lekat-lekat. "Aku mau menikah denganmu, abadi bersamamu," ucapnya dengan tatapan penuh keantusiasan.
SELESAI
MAAF KALAU KURANG BAGUS
INI PERTAMA KALINYA BUAT CERPEN GENRE FANTASI BIASANYA SAYA CUMA NULIS KISAH-KISAH DUNIA NYATA. (. ❛ ᴗ ❛.)
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA