Di Sekolah Menengah Aoyama, ada seorang siswa laki-laki bernama Ryo yang terkenal karena sifatnya yang dingin dan pendiam. Dia selalu duduk di bangku paling belakang, menatap keluar jendela, seolah-olah dunia luar lebih menarik daripada orang-orang di sekitarnya. Tidak pernah ada yang mendengar dia berbicara lebih dari beberapa patah kata, bahkan kepada guru.
Ryo tampak seperti teka-teki yang sulit dipecahkan, dan banyak siswa hanya mengabaikannya. Tapi bagi Haruka, seorang gadis ceria yang baru pindah ke sekolah itu, Ryo adalah misteri yang memikat.
"Kenapa dia selalu sendiri?" pikir Haruka setiap kali melihat Ryo duduk sendirian di kantin atau berjalan tanpa ekspresi di lorong.
Keinginan untuk mengenal Ryo tumbuh semakin kuat, hingga suatu hari Haruka memutuskan untuk mendekatinya.
Saat jam istirahat, Haruka membawa bekalnya dan duduk di sebelah Ryo yang sedang membaca buku. "Hai, Ryo-kun! Aku Haruka. Aku baru pindah ke sini minggu lalu," katanya sambil tersenyum lebar.
Ryo melirik sekilas, lalu kembali ke bukunya tanpa berkata apa-apa.
Haruka tidak menyerah. "Kamu suka membaca, ya? Buku apa itu?"
Tanpa mengangkat kepala, Ryo menjawab singkat, "Novel."
"Novel? Wah, aku juga suka membaca! Siapa penulisnya?"
Ryo terdiam, tampak ragu apakah dia harus menjawab atau tidak. Akhirnya, dia berkata pelan, "Murakami."
Haruka tersenyum. "Murakami? Aku belum pernah baca karyanya. Seru, ya?"
Ryo hanya mengangguk, tetapi untuk pertama kalinya, Haruka merasa bahwa dia telah membuat celah kecil di tembok yang mengelilingi Ryo.
Hari demi hari, Haruka terus mendekati Ryo, membawa cerita baru atau pertanyaan acak. Kadang-kadang Ryo hanya menjawab dengan satu kata, tetapi di lain waktu, dia mulai menjawab dengan kalimat yang lebih panjang. Meski Ryo tetap dingin, Haruka bisa merasakan sedikit perubahan.
Suatu sore, setelah sekolah selesai, Haruka menemukan Ryo sedang duduk di taman sekolah, menatap bunga sakura yang berguguran. Dia mendekat dan duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa.
"Ada apa?" tanya Ryo akhirnya, suaranya terdengar datar, tetapi matanya menunjukkan sedikit rasa penasaran.
"Enggak ada. Aku cuma suka duduk di sini. Tempatnya tenang," jawab Haruka sambil tersenyum kecil.
Mereka duduk dalam keheningan untuk beberapa waktu. Lalu, tiba-tiba, Ryo berkata, "Kenapa kamu selalu bicara denganku? Orang lain biasanya tidak peduli."
Haruka terdiam sejenak, lalu menjawab, "Karena aku ingin tahu lebih banyak tentang kamu. Aku rasa di balik sikap dinginmu, ada sesuatu yang menarik."
Ryo tersenyum tipis—senyum pertama yang pernah Haruka lihat darinya. "Kamu aneh," katanya.
Haruka tertawa. "Mungkin, tapi aku senang akhirnya kamu bicara lebih banyak."
Sejak hari itu, Ryo mulai membuka diri sedikit demi sedikit. Dia bercerita bahwa dia tumbuh tanpa banyak teman karena keluarganya sering berpindah-pindah. Dia merasa lebih mudah menjaga jarak daripada harus kehilangan orang-orang yang dia sayangi lagi.
Haruka mendengarkan dengan sabar, dan dia tidak pernah memaksa Ryo untuk berbagi lebih dari yang dia mau. Tapi kehadirannya yang hangat membuat Ryo merasa bahwa dia tidak harus sendirian lagi.
Waktu berlalu, dan hubungan mereka semakin dekat. Ryo, yang dulunya selalu dingin dan pendiam, mulai menunjukkan sisi dirinya yang lembut dan perhatian. Meski perubahan itu tidak langsung terlihat oleh orang lain, Haruka tahu bahwa dia telah menemukan sesuatu yang berharga di balik tembok yang selama ini mengurung Ryo.
Pada suatu hari di musim semi, saat bunga sakura bermekaran lagi, Ryo akhirnya berkata, "Haruka, terima kasih karena tidak menyerah padaku. Aku mungkin tidak pandai mengungkapkan ini, tapi aku senang kamu ada di sini."
Haruka tersenyum, merasakan hangatnya perasaan yang tumbuh di antara mereka. "Aku juga senang, Ryo-kun. Aku harap kamu tahu, kamu tidak sendirian lagi."
Dan di bawah langit yang dipenuhi kelopak sakura, dua hati yang dulu jauh terpisah kini mulai saling menemukan.
Selesai---