“Asmaraloka bersamamu memberiku sebuah harsa sekaligus lara secara bersamaan. Seperti rembulan di Tengah gempita, dirimu tampak adiwarna, membuatku takut jika dirimu akan hirap kapan saja. Namun, Akankah kita bisa menjadi jatukrama di anagata? Karena dirimu terlalu Gautama untuk diriku yang tak Nirmala”
*****
Senja untuk Lengkara
*****
Ini bukan tentang perempuan sebatangkara yang bertemu dengan laki-laki kaya. Apalagi tentang Cinderella yang bertemu pangerannya. Melainkan sepenggal kisah tentang bagaimana seorang Jenggala Bagaskara mencintai Lengkara Arunika, si gadis manis penyuka hujan. Gadis yang kerap dipanggil Kara oleh orang-orang. Gadis cantik pemilik senyum manis yang selalu ia tunjukkan pada orang lain. Sama seperti arti namanya ‘Mustahil’, Kara juga mustahil untuk berbicara. Kara, gadis yang dinyatakan bisu sejak ia dilahirkan ke dunia.
Puk..Kara menoleh merasakan pundaknya di tepuk oleh seseorang. Kini dirinya dihadapkan dengan seorang lelaki bertubuh atletis dan lebih tinggi darinya. Jenggala Bagaskara, Pemuda pemilik kulit eksotis yang merupakan sahabat Kara.
“Gak bosen disini terus?” Gala mengambil kursi tepat di sebelah Kara lalu duduk di sana.
Kara tersenyum sambil menggeleng. “Aku Cuma bisa ngelampiasin semuanya disini Gala” Ketik Kara pada Hpnya dan menunjukkannya pada Gala.
Sebuah usapan lembut dapat Kara rasakan. Gala, Pemuda itu tersenyum manis padanya. Hal yang bisaa memang, namun hal itu benar-benar berarti buat Kara. “Siapa bilang heem? Lo bisa ngelampiasin semuanya sama gue.”
Kara tersenyum, “Emang kamu bisa denger suara aku?”
“Lo gak perlu ngomong sama gue. Gue bisa denger suara hati lo,” Kata Gala disertai kekehan di akhir ucapannya.
Kara hanya tersenyum, lalu kembali melanjutkan kegiatan melukisnya. Gadis itu terlihat begitu fokus sampai tidak sadar jika Gala menatapnya begitu intens.
“Kenapa sering ngelukis Dandelion Kar? Padahal banyak bunga yang lebih cantik. Kaya Mawar, Melati atau tulip misalnya?” Gala cukup merasa Heran. Pasalnya Kara sering sekali melukis Dandelions.
Padahal yang Gala tahu adalah Dandelions itu tidak secantik bunga yang lain.
Kara meletakkan kuasnya, lalu mengambil hpnya. “Jujur aja Dandelion memang gak secantik yang lain, tapi Aku suka dia,” Ketik Kara pada Hpnya.
“Kenapa?”
Kara mengubah posisinya menghadap Gala lalu tersenyum. Ia kembali mengetik pada hpnya. Cukup lama Kara mengetik sampai akhirnya gadis itu menunjukkan layarnya ke hadapan Gala.
“Aku akui, Dandelions memang gak secantik yang lain, dia gampang luruh hanya dengan sekali disentuh. Tapi dibalik itu dia tetap terlihat indah dengan kesederhanaanya. Aku mau jadi dia Gal. Aku mau, aku bisa hidup Dimana aja tanpa rasa takut akan sesuatu.”
Gala tersenyum. Ia mengacak gemas rambut Kara membuat gadis itu merengut kesal. “Maaf, sini gue rapiin lagi.”
Gala dengan telaten merapikan rambut Kara. Netranya tidak lepas menatap wajah Kara yang menurutnya sangat manis, apalagi jika tersenyum. Gala sungguh menyukainya.
“Selesai.” Kara tersenyumm sambil mengucapkan terima kasih dalam bahasa isyarat yang dibalas anggukan oleh Gala.
Setelah itu Kara pun bangkit dari tempat duduknya. Ia beranjak pergi dari sana meninggalkan Gala yang menatapnya tanpa berkedip.
“Kara!”
Merasa namanya di panggil Kara pun menoleh sambil menatap bingung Gala. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya tanda bertanya.
“Selalu tersenyum apapun yang terjadi ya kar..”
__________
Kini Gala sedang berada di kamar tidurnya. Netranya tak berhenti menatap sebuah foto seorang gadis yang tertawa lepas di Hpnya. Mungkin itu hanya jepretan biasa, namun tidak bagi Gala. Baginya melihat Kara yang tertawa lepas adalah kebahagiaan tersendiri.
Cklek…
Pintu kamar terbuka menampilkan seorang Wanita berusia kepala empat yang masih terlihat awet muda dan cantik. Nebula Renjana, Bundanya. Gala tersenyum melihat Wanita kesayangannya berjalan menghampiri dirinya dengan segelas susu di tangannya.
Nebula duduk di tepi ranjang tepat di sebelah Gala. Wanita itu memebrikan segelas susu yang ia bawa pada sang putra.
“Terima kasih bunda.” Gala meminum seteguk susu itu lalu meletakkannya di atas nakas.
Nebula mengangguk, “Sama-sama sayang.”
“Bunda,”
“Heem?”
“Menurut bunda dia cantik?” Gala menunjukkan Layar Hp yang menampilkan Foto seseorang.
Nebula tersenyum, “Menurut abang?” Gala mengangguk sambil tersenyum malu.
“Dia cantik bunda, bahkan sangat cantik.” Tanpa sadar Gala mengusap layar hp nya membuat Nebula tersenyum.
“Siapa namanya sayang?” Tanya Nebula penasaran. Bagaimana tidak, melihat Gala yang tersenyum malu saat membahas gadis itu membuatnya tidak menyangka.
“Lengkara bun, Lengkara Arunika.”
“Abang suka dia?” Tanya Nebula lagi.
Gala terlihat mengangguk, “Tapi…”
“Tapi apa heem?”
“Mereka bilang dia cacat bunda. Mereka bilang dia nggak sempurna.”
Nebula tersenyum lalu mengusap pundak anak sematawayangnya itu, “Abang, cacat atau tidaknya dia, sempurna atau tidaknya dia itu tidak penting. Tapi point pentingnya adalah, bagaimana cara kamu mencintainya dengan sempurna!”
Gala diam kemudian memeluk Nebula tiba-tiba. “Terima kasih bunda..terima kasih.”
__________
“Gala, Kita mau kemana?” Tanya Kara menggunakan bahasa isyarat saat gala memasangkan helm di kepalanya.
“Rahasia. Cukup ikutin gue aja, oke cantik?” Semburat merah muncul di wajah Kara ketika mendengar ketika Gala menyebutnya cantik.
Gala terkekeh kecil kemudian naik dan menyalakan motornya. Pemuda itu kemudian menyuruh Kara agar naik ke motornya.
Setelah memastikan Kara naik dengan benar, Gala mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.
Sementara Kara yang dibawa hanya menurut saja. Ntah kemana Gala akan membawanya Kara tidak tahu. Gala itu penuh kejutan. Pemuda itu selalu berhasil membuat Kara tersenyum dengan caranya.
Akhirnya motor Gala sampai di sebuah Pantai yang menurut Kara sangat indah. Gadis itu langsung turun bahkan sampai lupa melepaskan helm yang ada di kepalanya. Kara berlari menuju bibir Pantai membuat Gala mengejar gadis itu.
Kara merentangkan tangannya sambil memejamkan mata menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya.
“Lepas dulu helmnya Kar..”
Kara tersenyum membuka matanya lalu menghadap Gala yang sudah berada di depannya. Pemuda itu mulai melepas Helm Kara dengan lembut seakan takut menyakiti gadis itu.
“Kenapa bawa aku kesini?”
“Gue mau ngajak lo buat liat senja.” Gala menunjuk langit yang mulai berearna jingga.
“Tapi aku gak suka senja Gala.”
Gala mengerutkan keningnya mendengar ucapan Kara, “Kenapa? Bukannya senja itu indah? Kenapa lo nggak suka?”
Kara menggeleng, “Senja memang indah Gala, tapi kehadirannya cuma sebentar. Sama seperti kebahagiaan yang datang di hidup aku, gak bertahan lama.”
Gala memegang pundak Kara agar fokus menghadapnya, “Dengerin gue Kar. Di dunia ini gak ada yang abadi. Semuanya akan pergi dan menghilang setelah masanya habis. Ntah itu Kebahagiaan atau kesedihaan.”
Gala memeluk Kara dengan erat. “ Kecuali gue Kar. Gue selalu berusaha supaya gue tetap di samping lo.” Ucap Gala dalam hatinya.
“berarti kamu juga akan pergi?”
Gala menggeleng, “Gue gak bakal pernah pergi dari lo, Jangan takut Kara.”
Greep…
Bukan. Bukan Gala yang memeluk.
Meliankan Kara yang spontan memeluk Gala seerat mungkin seakan takut Gala meninggalkannya. Bahkan Kara sampai terisak pelan membuat Gala membalas pelukan gadis itu tak kalah erat.
“Jangan nangis Kara.”
__________
“Gue janji bakalan Balik.”
“Gue janji bakal nemenin lo mandi hujan di taman,”
“Gue bakal bawa lo ke tempat dimana lo akan suka sama senja.”
“Tunggu gue ya.”
Kara memeluk Gala begitu erat. Jujur saja ia tak rela jika Gala pergi. Saat ini mereka Tengah berada di Bandara. Mengantarkan kepergian Gala menuju bandung untuk memenuhi janjinya dengan sang ayah.
Gala mengusap pucuk kepala Kara, “Gak akan lama Kara, Gue janji, hanya empat hari.”
Kemudian Gala melangkah menghadap Nebula yang menatapnya teduh, “Bunda..tolong jagain Kara selama Gala gak ada ya bun. Tolong buat Kara selalu tersenyum selama Gala pergi. Jangan pernah biarin Kara nangis, apalagi nangisin Gala..” Nebula mengangguk kemudian memeluk putranya itu erat.
“Kamu tenang aja, Bunda pasti jagain Kara.”
Gala tersenyum menatap Bundanya dan kembali memeluk Wanita itu. “Terima Kasih bunda..terima kasih..Gala sayang bunda” Bisik Gala di akhir ucapannya.
Setelah itu Gala mulai melangkah menjauh dari dua Perempuan kesayangannya. Tidak terasa setetes air mata pun jatuh membasahi pipinya. Ia pun tak tau kenapa apa ia menangis.
“TUNGGU GUE BALIK KARAAA..”
“I love you”
Kara terkejut melihat Gala mengucapkan kata cinta dengan bahasa isyarat.
“I love you Lengkara Arunika!”
“Too..Gala,” Balas Kara di dalam hatinya.
“Selama ini Gala selalu belajar bahasa isyarat. Awalnya Bunda selalu bertanya-tanya, untuk apa dia belajar bahasa isyarat? Tapi dia bilang, Dia ingin mencintai kamu dengan cara yang sempurna.”
Kara diam mendengarkan cerita Nebula tentang Gala. “Gala sangat mencintai kamu nak..”
Setelah mengucapkan itu Nebula menghela napas pelan lalu menepuk pelan pundak Kara, “Bunda duluan. Segeralah pulang, jangan terlalu lama disini.”
Kara menatap punggung Nebula yang mulai menjauh dari pandangannya. Ia menghela napas kasar di tampatnya.
“Aku juga cinta sama gala bunda. Tapi aku sadar, Aku sama Gala Bagai Nabastala dan Bumantala yang tak mungkin bersatu.”
__________
4 hari kemudian…
Kara Tengah Bersiap di kamarnya. Sedari tadi ia tidak berhenti berputar di depan cermin. Dress putih bersih membuat Kara tampak bersinar seperti malaikat. Hari ini adalah kepulangan Gala, dan Kara akan menjemputnya. Gadis tampak sangat bersemangat apalagi ketika mendapat pesan dari nebula. Wanita itu menyuruhnya agar segera datang ke rumahnya.
Tidak mau berlama-lama Kara segera pergi menuju Rumah Gala. Ia menaiki Taksi online yang di pesannya. Sepanjang perjalanan Kara tak berhenti tersenyum. Gadis itu bahkan bolak-balik membenahi riasannya takut jelek jika berhadapan dengan Gala.
Seampainya di Rumah Gala. Kara yang baru saja turun dari taksi merasa heran melihat banyaknya orang mengenakan pakaian hitam. Ditambah bendera merah dan hijau yang terpasang di salah satu tiang di sana. Jantungnya mulai berdetak tak karuan. Rasa takut dan gelisah mulai menghampiri Kara. Orang-orang yang berada di sana sengaja menyingkir membiarkan Kara berjalan.
Sesampainya di depan pintu, Kara benar-benar tidak sanggup menopang tubuhnya. Kakinya terasa sangat lemas membuat Kara jatuh terduduk di depan pintu. Kepalanya menggeleng sambil meneteskan air mata.
Perlahan tapi pasti Kara mulai mendekat ke arah mayat yang tertutup kain putih. Ia melihat ke arah Nebula yang ternyata Wanita itu juga menangis seperti dirinya,
“G-Gala sudah tiada nak.”
Deg..Detik itu juga Kara merasa dunianya hancur. Ia menggeleng keras membuka kain putih yang menutupi kepala mayat itu. Kara menangis tanpa mengeluarkan suara menatap kosong wajah pucat Gala di hadapannya.
“Pesawat yang ditumpangi Gala mengalami gangguan dan jatuh. Gala di temukan dalam kondisi tidak bernyawa, Hanya ini yang selamat.” Nebula memberikan sebuah kotak cincin bewarna merah yang terselip surat di dalamnya ke tangan Kara.
“Untukmu, Gadis penyuka hujan Lengkara Arunika
Kalau cincinnya udah sampe di tangan kamu, berarti aku udah ngga ada di samping kamu Kara. Maaf karena aku ingkar Janji sama kamu. Maaf gak bisa temenin kamu hujan-hujanan. Maaf karena aku gagal negbuat kamu suka sama senja. Kamu boleh benci aku Kar, Tapi jangan benci senja karena aku ya Kar. Satu yang perlu kamu tau, Aku mencintamu Lengkara Arunika”
Kara sama sekali tak merespon. Ia sibuk mengecup punggung tangan Gala yang terasa dingin dan kaku. Kara tidak berhenti menangis. Matanya kini sudah bengkak Akibat menangis.
“Ini yang kamu bilang pulang gal?! Kenapa pulangnya harus ke sisi tuhan gala?! Kamu pembohong gal! Aku mau benci kamu! Tapi aku gak mampu untuk itu! Kamu bilang kamu pergi sebentar, tapi kenapa kamu pergi untuk selamanya Gal?!
“Katanya kamu mau main hujan-hujanan sama aku? Tapi kenapa hujannya Harus turun dari mata aku gal?! Kamu ngebuat aku semakin membenci senja Gala!”
__________
“Terima kasih untukmu Jenggala Bagaskara, laki-laki yang berhasil mencintaiku dengan sempurna”