Note : baca dengan menderkan lagu Melly Goeslaw tentang dia
Senja menyapa jendela kecil di kamar Dira. Cahaya jingga membentuk siluet di meja belajarnya yang penuh buku, tapi pikirannya tidak ada di sana. Matanya tertuju pada sebuah foto kecil di sudut meja, wajah seseorang yang selalu membuat hatinya bergetar.
Dia.
Dira tidak tahu kenapa sosok itu begitu istimewa. Namanya Farel, teman sekelasnya sejak SMA. Mereka tidak pernah dekat, bahkan berbicara pun jarang. Tapi ada sesuatu dalam tatapan Farel yang selalu terasa berbeda, seperti ada cerita yang tersimpan di balik senyum simpulnya.
“Aku tuh aneh, ya,” gumam Dira sambil memainkan bolpoin di tangannya.
Bayangan percakapan teman-temannya tadi pagi di kantin kembali terngiang.
“Farel tuh cowok yang misterius banget. Kayak punya rahasia gede,” kata Siska, sahabatnya.
“Iya, tapi dia tuh baik. Nggak kayak cowok lain yang suka nyari perhatian,” timpal Nadya.
Dira hanya diam mendengarkan. Dalam hati, ia setuju. Farel memang berbeda. Tapi dia tidak pernah berani mengungkapkan apa pun. Dia lebih memilih mengagumi dari jauh, diam-diam berharap suatu hari Farel menyadari kehadirannya.
Hari itu berubah saat Dira tanpa sengaja melihat Farel di taman sekolah. Dia duduk di bangku kayu, memandangi buku catatan kecil di tangannya. Dira hampir berlalu, tapi langkahnya terhenti ketika Farel memanggil.
“Dira?”
Dira menoleh dengan gugup. “Eh, iya?”
“Kamu sering duduk di sini juga, ya?” tanya Farel dengan senyum yang hangat.
“Kadang,” jawab Dira, bingung harus berkata apa.
“Kalau gitu, aku nggak ganggu, kan?”
Dira hanya menggeleng, lalu duduk di bangku lain. Ada jeda hening di antara mereka, tapi anehnya, Dira merasa nyaman. Hingga akhirnya Farel mengangkat buku catatannya. “Aku suka nulis di sini. Kadang tentang hari-hari di sekolah, kadang... tentang seseorang.”
Dira menelan ludah, jantungnya berdebar.
“Menurut kamu, gimana caranya bikin seseorang tahu kalau dia itu spesial?” tanya Farel, tatapannya lurus ke depan.
Dira berpikir sejenak, lalu menjawab pelan, “Mungkin... tunjukkan lewat perhatian kecil. Kadang orang lebih ingat hal-hal sederhana.”
Farel tersenyum lagi, tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda di matanya. “Kamu benar. Terima kasih, Dira.”
Hari itu berlalu seperti biasa, tapi ada sesuatu yang tertinggal di hati Dira. Kata-kata Farel berputar-putar di pikirannya, membuatnya bertanya-tanya siapa yang Farel maksud.
Hingga suatu hari, di laci mejanya, Dira menemukan sebuah kertas kecil dengan tulisan tangan yang rapi:
"Terima kasih sudah menjadi alasan senyumku belakangan ini. Tentang dia, ternyata memang selalu tentang kamu."
Dira memandang tulisan itu lama, tak percaya. Tapi di ujung kelas, Farel menatapnya sambil tersenyum kecil.
Dan untuk pertama kalinya, Dira tahu perasaan itu tidak sepihak. Tentang dia, ternyata memang tentang mereka berdua.