Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan lebat, terdapat sebuah legenda yang menceritakan tentang hutan terlarang. Luis, Hildie, dan Mio, tiga sahabat yang selalu penasaran, memutuskan untuk menjelajahi hutan itu pada malam hari.
Malam itu, bulan purnama bersinar terang, memberikan cahaya yang cukup untuk menerangi jalan setapak di antara pepohonan. Suara jangkrik dan angin yang berdesir menciptakan suasana yang misterius.
“Apakah kamu yakin kita harus melakukan ini?” tanya Hildie, sedikit ragu sambil memegang senter di tangannya.
“Come on, Hildie! Ini hanya hutan. Kita sudah mendengar cerita-cerita itu sejak kecil. Tidak ada yang perlu ditakuti,” jawab Luis dengan semangat, meskipun ada sedikit ketegangan di suaranya.
Mio, yang lebih pendiam, hanya mengangguk. “Aku rasa kita harus berhati-hati. Siapa tahu ada sesuatu yang benar-benar aneh di sini.”
Mereka bertiga melanjutkan perjalanan, tertawa dan bercanda untuk menghilangkan rasa takut. Namun, saat mereka semakin dalam ke dalam hutan, suasana mulai berubah. Suara-suara di sekitar mereka mulai mereda, dan hanya ada suara langkah kaki mereka yang terdengar.
“Luis, lihat itu!” seru Hildie, menunjuk ke arah sebuah cahaya yang berkelap-kelip di antara pepohonan.
“Apakah itu api unggun?” tanya Mio, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.
“Sepertinya, ayo kita lihat!” Luis bersemangat dan mulai berjalan menuju cahaya tersebut.
Saat mereka mendekat, mereka menemukan sebuah lingkaran batu dengan api yang menyala di tengahnya. Di sekitar api, ada boneka-boneka kayu yang tampak aneh, dengan wajah yang menyeramkan.
“Ini… aneh sekali,” kata Hildie, suaranya bergetar. “Kita harus pergi dari sini.”
“Tidak, tunggu!” Luis berusaha menenangkan. “Kita harus tahu lebih banyak tentang ini.”
Tiba-tiba, angin kencang berhembus, dan suara tawa yang aneh terdengar dari arah belakang mereka. Ketiga sahabat itu menoleh dan melihat sosok bayangan melintas cepat di antara pepohonan.
“Apa itu?!” teriak Mio, wajahnya pucat.
“Lari!” seru Luis, dan mereka bertiga berlari secepat mungkin, meninggalkan lingkaran batu dan boneka-boneka itu di belakang.
Saat mereka berlari, Hildie terjatuh dan terjatuh ke tanah. “Tunggu! Aku tidak bisa…,” katanya sambil berusaha bangkit.
Luis dan Mio berhenti sejenak, membantu Hildie berdiri. “Kita harus pergi dari sini!” kata Mio, matanya penuh ketakutan.
Mereka bertiga berlari tanpa menoleh ke belakang, hingga akhirnya menemukan jalan keluar dari hutan. Begitu mereka sampai di tepi hutan, mereka berhenti dan terengah-engah.
“Apakah kita benar-benar melihat sesuatu?” tanya Hildie, suaranya masih bergetar.
“Aku tidak tahu, tapi aku tidak ingin kembali ke sana lagi,” jawab Mio, wajahnya masih pucat.
Luis menatap hutan yang gelap di belakang mereka. “Kita mungkin tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana. Tapi satu hal yang pasti, kita tidak akan melupakan malam ini.”
Mereka bertiga tertawa canggung, meskipun ketakutan masih menyelimuti hati mereka. Malam itu, mereka pulang dengan cerita yang tak terlupakan, dan sebuah pelajaran bahwa terkadang, rasa ingin tahu bisa membawa mereka ke tempat yang tidak terduga.