Nari diajak Ayahnya untuk melihat-lihat pameran seni yang bertempat di galeri terbesar yang baru saja dibuka di Kota X. Setibanya di sana Nari berpisah dengan Ayahnya. Gadis itu berjalan mengelilingi galeri dan berhenti di depan lukisan besar yang baru saja dipajang di ujung koridor. Berkali-kali Nari mencoba memahami gambar di lukisan itu. Lukisannya sama sekali tidak terlihat istimewa. Lukisan itu hanya berupa coretan abstrak berwarna merah tua yang tidak menarik. Nari bertanya-tanya. Mengapa pemilik galeri ini menampilkan lukisan yang terlihat seperti coretan anak kecil? Nari berpikir bahwa lukisannya jauh lebih baik dan bagus daripada corat-coret abstrak yang saat ini dipajang di galeri seni terbesar di kotanya.
"Apa gunanya lukisan seperti ini?" Nari berjalan melewati lukisan itu sambil tertawa. Dia berhenti di lorong dan melihat-lihat patung di dekatnya. Saat sibuk memotret, Nari merasa ada yang memperhatikannya dari jauh. Nari menghentikan aktivitasnya dan melihat ke sekeliling. Namun, tidak ada orang lain di sana. Nari terdiam sangat lama di sana. Dari jauh, terdengar suara langkah kaki menuruni tangga. Jantung Nari berdegup kencang. Keringat dingin mengalir di dahinya. Karena takut, Nari bergegas pergi ke ruangan ayahnya, kebetulan ayahnya baru saja mengakhiri pembicaraannya dengan pemilik galeri saat ini. Air muka Nari terlihat tidak nyaman saat dia bertemu dengan ayahnya. Ayah lalu mengajak Nari untuk segera pulang. Sebelum mereka berangkat, Nari sempat meminta ayahnya untuk memotretnya di depan lukisan. Nari berpikir untuk memamerkan lukisan itu kepada teman-temannya nanti. Dia sudah menduga kalau teman-temannya pasti akan menertawakan lukisan itu juga.
"Siap, ya. Ayah akan mulai dalam hitungan tiga."
Nari melakukan pose yang bagus. Dia berdiri membelakangi ayahnya sambil melihat lukisan itu. Saat ayahnya bersiap menekan kamera, Nari berteriak histeris dan sesekali menunjuk lukisan itu. "Jangan! Pergi! Pergi!"
"Nari, tenanglah, Nak."
"Tidak, Ayah. Mereka akan membunuhku! Tolong hentikan mereka!"
"Mereka siapa? Tidak ada siapa-siapa di sini."
Mendengar itu Nari semakin histeris. Pemilik galeri yang mendengar teriakkan Nari langsung mendatangi mereka. Ayah Nari, meski bingung harus menjelaskan seperti apa, akhirnya bercerita kalau Nari sudah lama menderita skizofrenia. Semua yang dilihatnya hanyalah halusinasi. Tidak nyata. Pemilik galeri mencoba memahami situasi yang dialami oleh Nari dan Ayahnya, dia lalu menemani Ayah Nari untuk menenangkan anaknya dan mengantarnya sampai ke tempat parkir. Setelah Nari dan ayahnya pergi, pemilik galeri itu kemudian dikejutkan dengan cairan kental berwarna merah gelap yang mengalir deras dari lukisan besar yang tadi dilihat Nari.
"Cairan apa ini?"
Ketika pemilik galeri hendak menyentuh lukisan abstrak itu, bayangan hitam yang menyerupai sosok pria berbadan tinggi, gendut, dan mengerikan muncul dari dalam lukisan, dan tak lama setelah itu, pemilik galeri tersebut ditemukan meninggal dalam kondisi yang mengenaskan.