Mentari perlahan merangkak turun, meninggalkan jejak warna oranye lembut di langit. Di teras rumah mungil mereka, seorang wanita bernama Kamila duduk bersantai, ditemani secangkir teh hangat.
Pandangannya tertuju pada suaminya, Bara, yang sedang bermain sepak bola dengan putra semata wayang mereka, Kevin. Senyum merekah di wajah Kamila.
"Ayah hebat!" teriak Kevin, tertawa riang saat bola tendangannya mengenai sasaran. Bara mengangkat Kevin, lalu mencium puncak kepalanya.
"Kamu juga hebat, Nak," pujinya.
Kamila menggelengkan kepala, hatinya penuh syukur. Kehidupannya terasa begitu sempurna. Suami yang penyayang, anak yang cerdas dan lucu, serta rumah yang penuh cinta. Setiap harinya adalah anugerah yang tak ternilai.
Dulu, Kamila pernah meragukan apakah ia bisa menjadi seorang ibu yang baik. Namun, kehadiran Kevin telah mengubah segalanya. Ia belajar tentang kesabaran, keikhlasan, dan arti keluarga yang sesungguhnya.
Bara pun begitu. Pria yang dulu dikenal keras kepala itu, kini menjadi sosok ayah yang lembut dan penyayang.
Sore itu, mereka makan malam bersama di meja makan. Kevin bercerita tentang pengalamannya di sekolah, sementara Bara dan Kamila mendengarkan dengan penuh perhatian. Sesekali, mereka saling melempar candaan, menciptakan suasana hangat dan akrab.
Setelah makan malam, mereka duduk di ruang tamu, menonton film bersama. Kevin bersandar di bahu Kamila, sementara Bara memeluknya dari samping. Dalam keheningan malam, Kamila kembali merenung. Hidup ini memang penuh dengan tantangan, namun kebahagiaan sejati bisa ditemukan dalam hal-hal sederhana. Seperti kebersamaan dengan keluarga tercinta.
"Aku sangat mencintaimu," bisik Bara di telinganya.
Kamila tersenyum. "Aku juga, Sayang. Dan aku sangat bersyukur memiliki kalian."
Kevin yang mendengarnya, ikut tersenyum. "Aku juga sayang Ayah dan Bunda."
Cahaya bulan menembus jendela, menerangi wajah bahagia mereka. Dalam kehangatan keluarga, Kamila merasa hidupnya begitu lengkap.
Kamila membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi menyilaukan. Dering monitor jantung terdengar nyaring di telinganya. Ia berusaha duduk, namun tubuhnya terasa lemah. Seorang perawat bergegas mendekat.
"Ibu sudah sadar?" tanya perawat itu dengan nada lembut. Kamila mengerjap bingung
"Ibu?" gumamnya. Ia mencoba mengingat. Dimana ia? Apa yang terjadi?
Perawat itu menjelaskan bahwa Kamila telah mengalami kecelakaan mobil yang parah beberapa minggu lalu. Suami dan anaknya, Bara dan Kevin, tidak dapat tertolong. Kamila mengalami trauma berat dan koma sejak saat itu. Tangisan demi tangisan seolah terdengar seperti nyanyian berulang.
Pikiran Kamila melayang, semua kenangan indah bersama Bara dan Kevin berputar di kepalanya. Ia ingat senyum hangat Bara, tawa riang Kevin, dan kebersamaan mereka. Namun, kenyataan pahit perlahan mulai meresap. Semua itu hanyalah khayalan.
Hari-hari berikutnya, Kamila berjuang keluar dari bayang-bayang masa lalu. Terapi psikologis membantu Kamila menghadapi kenyataan yang pahit. Ia belajar menerima kepergian orang-orang yang dicintainya, walaupun itu sulit dan tetap saja diselingi isak tangis
Suatu malam, Kamila bermimpi bertemu dengan Bara dan Kevin. Mereka tersenyum padanya, mengatakan bahwa ia tidak sendirian. Kamila terbangun dengan perasaan hangat di hatinya dan bekas air mata yang mengalir terlihat diwajahnya. Ia menyadari bahwa cinta mereka akan selalu ada, meski dalam bentuk yang berbeda. Ya benar, dalam bentuk yang berbeda...
THE END.