1 Bulan, setelah berita menghilangnya Ardi.
Desa kecil di pinggir hutan itu kembali bergolak oleh rumor. Sudah sebulan sejak Ardi menghilang tanpa jejak. Namun, sebagian besar warga desa memilih diam, seolah kejadian itu adalah bagian dari rahasia tua yang tak perlu diungkit lagi.
Tapi bagi sepasang anak muda, cerita itu lebih seperti tantangan ketimbang peringatan.
“Jadi, kita beneran mau ke sana malam ini?” tanya Fira sambil melirik Rio yang sedang menyiapkan kamera DSLR.
Rio mendongak dengan ekspresi penuh semangat. “Iya, Fir. Ini momen emas buat bikin konten! Siapa tahu kita bisa dapet sesuatu yang viral.”
Fira memutar mata. “Lu gila apa gimana? Orang udah jelas-jelas bilang itu rumah angker. Jangan nyesel kalau ntar kita masuk berita lokal dengan judul ‘Dua Pemuda Hilang di Rumah Tua’.”
Rio terkekeh santai. “Fir, kita nggak akan kenapa-kenapa. Lagian, ini kan cuma buat seru-seruan. Nggak ada hantu yang bisa nyentuh gue.”
“PD banget,” gumam Fira sambil memasukkan power bank ke dalam tasnya. “Tapi kalau lu lari duluan, jangan harap gue nolongin.”
Malam itu, mereka berdua berangkat ke rumah tua di ujung desa. Rio membawa kamera, tripod, dan senter LED, sementara Fira membawa tas berisi makanan ringan, botol air, dan alat perekam suara.
Rumah tua itu terlihat lebih menyeramkan di bawah sinar bulan. Pohon-pohon tua di sekitarnya melambai pelan diterpa angin, seperti tangan raksasa yang mencoba meraih siapa pun yang datang mendekat.
“Kok kayaknya lebih gede dari yang gue bayangin, ya?” kata Fira, suaranya mulai menunjukkan rasa takut.
“Tuh kan, lu udah parno duluan.” Rio tersenyum kecil, tapi sebenarnya ia juga merasa bulu kuduknya berdiri. “Ayo masuk. Jangan banyak mikir.”
Pintu rumah itu terbuka sedikit, seperti mengundang mereka masuk. Saat Rio mendorongnya, suara berderit khas kayu tua menyambut mereka.
“Ya ampun, baunya busuk banget,” keluh Fira sambil menutup hidung.
“Bau klasik rumah angker. Ini pasti tempat yang pas buat uji nyali,” balas Rio sambil mengarahkan kameranya ke sekeliling ruangan. Cahaya senter menyorot ke sofa tua yang ditutup kain putih, rak buku berdebu, dan akhirnya, cermin besar di sudut ruangan.
“Eh, itu cerminnya!” Rio langsung memasang tripod di depan cermin.
Fira menatap cermin itu dengan ragu. “Gue nggak suka benda itu. Serius, kayak ada yang salah.”
“Makanya, kita rekam. Siapa tahu ada yang muncul,” kata Rio sambil menyeringai, meski sebenarnya tangannya sedikit gemetar saat mengatur kamera.
Mereka menghabiskan beberapa jam pertama di ruang tamu. Rio sibuk merekam setiap sudut ruangan, sementara Fira menyalakan alat perekam suara. Tapi hingga tengah malam, tidak ada yang aneh selain suara hujan yang mulai turun di luar.
“Lihat kan, Fir? Nggak ada apa-apa,” kata Rio sambil membuka bungkus keripik.
“Belum tentu,” balas Fira, matanya terus memandangi cermin besar itu. Ia merasa bayangannya di cermin bergerak sedikit lebih lambat dari dirinya.
Tiba-tiba, alat perekam suara Fira berbunyi. Ada sesuatu yang terekam.
Fira buru-buru memutar ulang rekaman itu. Awalnya, hanya terdengar suara mereka berbicara. Tapi di sela-sela percakapan, ada suara lain, samar namun jelas.
“...Tolong aku...”
Rio langsung menghentikan makannya. “Lu denger itu?”
Fira menatapnya dengan wajah serius. “Lu yakin nggak bercanda?”
“Mana mungkin gue bisa bikin suara kayak gitu!” Rio bangkit berdiri, tatapannya kini tertuju pada cermin besar di sudut ruangan. “Itu… itu kayak suara orang minta tolong.”
Mereka berdiri di depan cermin, senter LED mereka menerangi permukaannya. Awalnya, hanya bayangan mereka sendiri yang terlihat. Tapi perlahan, ada sesuatu yang lain muncul.
Bayangan seorang pria.
“Rio, itu siapa?” bisik Fira, suaranya gemetar.
Rio menelan ludah, tangannya kaku memegang kamera. Bayangan pria itu menatap mereka dengan mata penuh keputusasaan. Bibirnya bergerak, tapi mereka tidak bisa mendengar apa-apa.
Fira akhirnya memberanikan diri bicara. “Kamu… kamu siapa?”
Bayangan itu membalas dengan gerakan bibir yang sangat pelan.
“Ar... di...”
Mata Fira membelalak. “Ardi?! Maksudnya Ardi yang hilang?”
Rio menoleh ke Fira dengan ekspresi terkejut. “Lu yakin itu namanya?”
“Tadi dia jelas bilang itu!” balas Fira, suaranya makin tinggi.
Tiba-tiba, bayangan Ardi di cermin itu mulai bergerak, seolah-olah ia mencoba meraih mereka. Tapi tangan itu terhalang oleh permukaan kaca.
“Tolong aku!” teriak bayangan itu, kali ini terdengar jelas di ruangan.
Rio mundur selangkah, hampir menjatuhkan kameranya. “Fir, kita cabut! Ini udah kelewat serem!”
Tapi sebelum mereka sempat melangkah, cermin itu mulai bergetar hebat, seolah-olah ada sesuatu yang mencoba keluar dari dalamnya.
“RIO, GUE NGGAK MAU MATI DI SINI!” teriak Fira sambil menarik lengan Rio.
Rio buru-buru mematikan kameranya dan mengambil tasnya. Mereka berdua berlari ke pintu depan, tapi pintu itu tidak mau terbuka.
“LU NGUNCI PINTUNYA TADI?!” teriak Fira panik.
“Nggak! Tadi gue cuma dorong!” Rio mencoba menarik pintu itu dengan sekuat tenaga, tapi pintu itu tidak bergeming.
Di belakang mereka, suara retakan kaca terdengar. Mereka berdua menoleh, dan melihat cermin besar itu mulai pecah. Tapi bukannya jatuh ke lantai, pecahan kaca itu melayang di udara, berputar-putar dengan kecepatan yang mengancam.
“Rio, gimana caranya keluar?!”
Rio mengarahkan senternya ke jendela, lalu tanpa pikir panjang, dia mengambil kursi tua di dekatnya dan melemparkannya ke kaca jendela. Jendela itu pecah, menciptakan celah kecil yang cukup untuk mereka kabur.
“Cepat, Fir!”
Fira memanjat keluar lebih dulu, diikuti Rio. Mereka berlari tanpa menoleh ke belakang, meski suara kaca pecah dan tawa aneh terus terdengar dari rumah itu.
Begitu sampai di warung Pak Burhan, mereka langsung menceritakan semua yang terjadi.
“Pak, ada pria di dalam cermin itu! Dia bilang namanya Ardi!” seru Rio, napasnya masih tersengal.
Pak Burhan terdiam, wajahnya serius. “Ardi... Dia memang hilang sebulan lalu. Dia ada di dalam cermin?”
“Iya, Pak. Dia bilang ‘tolong aku’ terus!” tambah Fira.
Pak Burhan menghela napas panjang. “Kalian selamat, itu sudah cukup. Rumah itu... memang bukan tempat untuk manusia biasa.”
Rio dan Fira saling bertatapan, masih tak percaya mereka berhasil lolos. Namun, meski mereka selamat, sosok Ardi tetap terperangkap di dalam cermin, menunggu... siapa pun yang cukup nekat untuk datang.
TAMAT......
Makasi dah mo liat....
Kalo mau di buat lanjutannya, tulis di kolom komentar.