Pagi itu, sinar matahari tampak malu-malu menembus tirai jendela kamar. Udara dingin yang menguar terasa menyejukkan, namun tidak mampu mengusir kegelisahan yang menghinggapi hati Gisella. Di luar sana, suara burung berkicau riang, sementara dia masih terbaring di tempat tidur, menatap langit-langit putih yang seolah tak berbentuk. Hari baru telah tiba, namun ada beban berat yang menuntutnya untuk berdiri dan menghadapi kenyataan.
Gisella memejamkan matanya, mengingat peristiwa seminggu yang lalu. Pagi itu juga, ketika dirinya menerima telepon dari rumah sakit yang mengabarkan bahwa ibunya, satu-satunya orang yang selalu ada untuknya, kini terbaring koma setelah kecelakaan. Sejak saat itu, dunia Gisella seakan berhenti berputar. Setiap detik terasa begitu lambat, dan setiap langkah terasa begitu berat. Meski hari terus berjalan, Gisella merasa seperti terperangkap dalam ruang yang sama, ruang yang penuh dengan ketidakpastian dan rasa takut akan kehilangan.
Dengan langkah yang perlahan, Gisella berjalan menuju ruang perawatan ibu. Di sepanjang lorong rumah sakit yang sepi, hanya ada suara langkah kakinya yang bergema. Setiap langkah yang dia ambil terasa semakin berat, seakan menanggung beban yang tak terkatakan. Sesampainya di depan kamar, Gisella berdiri sejenak di pintu, mengumpulkan keberanian. Di dalam, ibunya terbaring tanpa sadar, dengan alat-alat medis yang terpasang di tubuhnya, memberi tanda bahwa harapan masih ada, meskipun tipis.
"Bu... aku di sini," suara Gisella hampir hilang ditelan udara yang dingin.
Tidak ada jawaban. Ibunya hanya terbaring dengan mata tertutup, tidak bergerak. Gisella merasakan sesak di dadanya. Dia meraih tangan ibunya yang dingin dan memegangnya erat, berusaha merasakan kehangatan yang dulu selalu ada, yang dulu selalu memberi ketenangan. “Aku tidak tahu harus bagaimana, Bu. Aku takut. Aku takut kehilanganmu,” bisiknya dengan suara yang bergetar.
Ketika itu, pintu kamar terbuka perlahan. Seorang pria yang sudah cukup dikenal Gisella, dokter yang menangani ibunya, masuk dengan wajah yang tampak lelah namun penuh perhatian. Dr. Arion, seorang pria muda yang sejak awal sangat peduli dengan keadaan ibunya. Gisella melihat pria itu dengan tatapan kosong, tetapi dalam hati, dia tahu bahwa Arion adalah satu-satunya orang yang bisa memberinya sedikit kelegaan, meskipun itu hanya dalam bentuk kata-kata.
“Gisella, ada yang perlu saya bicarakan,” kata Dr. Arion pelan, menghampiri tempat tidur ibunya.
Gisella hanya mengangguk, meskipun hatinya berdebar kencang. “Apa yang harus saya tahu, dokter? Apa masih ada harapan?”
Dr. Arion menarik napas panjang, seolah memilih kata-kata dengan hati-hati. “Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi kondisi ibumu sangat kritis. Kami terus memantau, namun saat ini tidak ada jaminan apapun. Semua tergantung pada kekuatan fisik dan mentalnya.”
Gisella merasa seperti dunia runtuh di hadapannya. Dia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Apa yang bisa dilakukan ketika orang yang paling ia cintai seakan sedang menunggu untuk pergi? Air matanya menetes tanpa bisa dia tahan. Namun, di tengah kesedihannya, ada sebuah keputusan yang mulai muncul dalam hatinya. Meskipun penuh ketakutan, Gisella tahu bahwa ia harus siap dengan segala kemungkinan.
Sore itu, Gisella meninggalkan rumah sakit dengan perasaan hampa. Di luar, hujan mulai turun. Setiap tetes air yang jatuh terasa seperti beban berat yang menimpanya. Namun, Elisa tahu bahwa hidup harus tetap berjalan, meski langkahnya terasa sangat berat.
---
Kesimpulan:
Cerpen ini menggambarkan perjuangan emosional seorang wanita, Gisella, yang harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ibunya sedang sekarat setelah kecelakaan. Dalam ketidakpastian, Gisella merasakan kegelisahan, kebingungan, dan rasa takut akan kehilangan. Namun, cerita ini juga menunjukkan proses penerimaan Gisella terhadap kenyataan bahwa terkadang, hidup membawa kita pada momen-momen yang tak terduga dan penuh kesedihan. Meskipun dia merasa kehilangan, Gisella mulai belajar bahwa kekuatan batin dan kemampuan untuk menerima kenyataan adalah bagian dari proses penyembuhan. Ketika kita dihadapkan pada kehilangan, kita tidak selalu bisa mengubah apa yang terjadi, tetapi kita bisa memilih untuk tetap bertahan dan menemukan harapan dalam kegelapan.