Dulu, rumah kami selalu riuh dengan tawa Ayah. Beliau adalah sosok yang hangat, seringkali menghibur kami dengan cerita-cerita lucu. Ibu, dengan senyumnya yang lembut, menyempurnakan kebahagiaan kami. Tapi semua berubah saat Ayah mulai sering pulang larut malam.
Ibu mencoba mengerti, berusaha mencari alasan di balik perubahan sikap Ayah. Namun, kebohongan demi kebohongan terungkap. Ternyata, Ayah telah jatuh cinta pada wanita lain. Hatinya yang dulu hanya untuk Ibu, kini terbagi.
Pilihan sulit harus diambil. Ayah memilih pergi, meninggalkan kami dalam kesedihan yang mendalam. Ibu, yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga, kini harus menanggung beban yang berat. Air mata tak henti mengalir di pipinya, namun ia tetap berusaha tegar demi kami, anak-anaknya.
Kami, sebagai anak-anak, merasa kehilangan sosok Ayah yang kami cintai. Dunia serasa runtuh. Namun, kami harus belajar untuk bangkit. Ibu mengajarkan kami arti kekuatan, ketabahan, dan cinta yang tulus.
Waktu terus berjalan, luka perlahan memudar, namun bekasnya tetap ada. Kami belajar bahwa hidup tak selalu berjalan mulus. Ada kalanya kita harus menghadapi cobaan yang berat. Namun, dengan dukungan keluarga dan orang-orang terdekat, kita pasti bisa melewatinya.
Meskipun Ayah telah pergi, cinta kami untuk Ibu semakin besar. Kami berjanji akan selalu ada untuknya, membahagiakannya, dan menjadikannya bangga.