Di bawah langit malam yang berkilauan, Hana sering duduk seorang diri di taman kecil di dekat rumahnya. Hanya ditemani cahaya bulan, ia merasa bulan adalah sahabatnya yang setia, selalu hadir setiap kali ia membutuhkan tempat untuk berbicara dan merenung.
Hana adalah seorang wanita yang sederhana dan pemalu. Sejak kecil, ia lebih suka menghabiskan waktu sendiri, tenggelam dalam buku-buku atau memandangi langit malam. Hidupnya tenang namun terasa sepi, sampai-sampai ia merasa bahwa kesendiriannya adalah takdir yang tidak bisa dihindari.
Setiap malam, ketika ia duduk di bawah pohon besar, Hana berbicara pada bulan seakan-akan bulan dapat mendengar semua kegelisahannya. "Bulan, apakah aku akan selamanya sendiri?" tanyanya suatu malam, sambil menatap bulan yang bersinar lembut.
Tak ada jawaban, hanya cahaya bulan yang semakin menenangkan. Namun di dalam hatinya, Hana merasakan harapan kecil yang perlahan tumbuh. Setiap malam, ia merasa bahwa bulan mencoba menyampaikan sesuatu, walau hanya lewat kehangatan sinarnya.
Hingga suatu hari, saat ia kembali ke taman, Hana bertemu dengan seseorang yang tak disangka-sangka. Seorang pria duduk di tempat yang sama di bawah pohon besar itu, memandang langit seolah mencari sesuatu di antara bintang-bintang. Mereka saling bertatapan, tersenyum kecil, dan akhirnya mengobrol. Pria itu memperkenalkan diri sebagai Arman.
Arman, seperti Hana, adalah seorang pecinta langit malam. Mereka berbicara tentang bulan, tentang bintang, tentang mimpi-mimpi yang pernah mereka simpan sendirian. Malam itu menjadi malam yang sangat berarti bagi Hana. Ia merasa seperti menemukan belahan jiwanya, seseorang yang mengerti kesendiriannya.
Pertemuan itu bukanlah yang terakhir. Mereka sering bertemu di taman kecil itu, di bawah cahaya bulan, hingga tanpa sadar mereka saling jatuh cinta. Bagi Hana, Arman adalah cerminan bulan yang selama ini menemaninya, namun kini ia tak lagi sendiri. Ada seseorang yang memahaminya, menemani langkahnya, dan memberikan cahaya pada kehidupanya