Pada suatu hari, di negeri Lothlórien, seluruh anggota kerajaan digemparkan dengan berita hilangnya sang pangeran Aaron. Seluruh penjaga istana dikerahkan untuk mencari sang pangeran di seluruh kota di negeri Lothlórien. Sang ratu Avena menangis tersedu-sedu karena khawatir dan terkejut dengan berita hilangnya sang pangeran, ratu berpikir keadaan putranya di luar sana yang tersesat dan tak tahu arah. Sang raja Edward terus berusaha menenangkan ratu Avena dengan mengelus lembut punggung ratu Avena. “Pangeran akan baik-baik saja, nyonya. Tolong percayalah padaku. Para penjaga istana akan segera menemukan pangeran secepatnya,” ucap raja Edward pada ratu Avena yang masih terus menangis, sedangkan kaisar Eric dan permaisuri Dione baru saja sampai dari istana kekaisaran ke istana kerajaan. “Edward, apa yang terjadi dengan pangeran? Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya kaisar dengan tegas pada sang raja. Raja Edward menghela nafas dan menunduk sebagai tanda hormat lalu menatap sang kaisar Eric, “Pangeran hilang saat dia meminta izin untuk berkuda di hutan Eryn Galen, yang mulia.” Raja Edward menjeda ucapannya, lalu kembali berkata, “Pangeran berkata jika dia hanya berkuda sebentar, namun setelah beberapa jam dia tidak segera kembali ke istana dan kuda yang ditunggangi sang pangeran ditemukan sudah tidak bernyawa, ada tiga tusukan di bagian perut kanan, robekan di bagian perut bawah dan kaki belakang kuda bagian kanan yang patah,” ucap raja Edward.
Kaisar Eric mengerutkan keningnya heran, “Bagaimana bisa raja sepertimu tidak menyuruh penjaga untuk mengawalnya di hutan? Walaupun hutan itu adalah hutan istana yang terawat, kau sebagai raja yang memiliki tanggung jawab besar atas ini semua, hutan kita dekat dengan hutan liar, kita tidak tahu apa yang ada di dalam sana. Hilangnya pangeran itu bukan masalah kecil. Bahkan kudanya sudah tidak bernyawa, ini bukan lagi masalah tingkat rendah," ucap kaisar Eric dengan marah, sang permaisuri mengelus lembut punggung kaisar Eric agar kaisar tetap tenang dan terkendali. “Maafkan saya, yang mulia. Saya akan lebih hati-hati lagi,” Ucap raja Edward menyesali perbuatannya dan menunduk sebagai tanda penyesalan. “Edward, sebaiknya kau ikut pergi untuk mencari pangeran bersama kaisar, aku dan ratu akan disini,” ucap sang permaisuri Dione lalu menghampiri sang ratu yang masih menangis. “Baik, yang mulia. Saya akan segera mengambil kuda saya,” ucap raja Edward lalu berdiri dan membungkuk sebagai tanda hormat lalu segera pergi keluar aula untuk mengambil perlengkapan untuk mencari sang pangeran. Permaisuri Dione duduk di samping kanan sang ratu lalu juga berusaha menenangkan ratu Avena agar tenang dan berpikir positif. Kaisar menatap ratu Avena iba dan pamit untuk pergi ikut mencari keberadaan sang pangeran Aaron. “Aku akan pergi mencari pangeran, semoga dia cepat diketahui keberadaannya. Aku akan segera kembalii,” pamit sang kaisar lalu meninggalkan aula, yang tersisa kini hanya permaisuri Dione, ratu Avena, dua pelayan serta enam penjaga di sebelah pintu masuk aula.
Di sisi lain..
Di hutan belantara dan banyak rumput liar yang tumbuh sangat tinggi hingga mencapai kurang lebih 80cm, terdapat lima peri di sebelah pohon yang sangat besar, mereka terlihat sedang bersantai setelah berkeliling hutan untuk membantu menghidupi tanaman yang ada di hutan. Selain merawat tanaman, tugas peri juga untuk membantu para makhluk hidup, seperti hewan dan juga manusia.
“Hey, apakah kalian bosan?” tanya Alemana, si peri yang memiliki karakter pemberani dan pantang menyerah. Sayapnya berwarna merah, tinggi tubuhnya sama seperti peri yang lain, hanya mencapai 7 Inci. “Oh ayolah, kita baru saja beristirahat setelah berkeliling hutan selama tiga kali hari ini, tidak sampai lima menit kau sudah menanyakan apakah kita bosan atau tidak. Berhentilah menjadi terlalu bersemangat,” sahut Daeva dengan ketus, si peri yang memiliki sifat mudah marah, tegas dan sedikit keras kepala dan memiliki sayap berwarna ungu. “Aku hanya bertanya,” ucap Alemana lalu terbang seorang diri untuk berkeliling hutan untuk menghilangkan rasa bosannya.
“Tapi, aku juga merasa bosan, apakah kita mau berkeliling lagi? Aku melihat rumah kosong dekat danau, tidak begitu jauh dari perbatasan hutan negeri Lothlórien,” ucap Adeline, si peri yang memiliki sifat centil, santai namun banyak bicara serta memiliki sayap dengan warna merah muda. Daeva merotasikan bola matanya malas lalu berkata pada Adeline, “Hutan Eryn Galen. Dan kurasa kau mulai menjadi seperti Alemana. Pergilah bersamanya, aku hanya ingin bersantai hari ini, aku tidak ingin memutari hutan lagi seperti peri bodoh.” Adeline berdecak sebal dan mulai mendekati Tansy dan Celia. “Tansy, Celia, ayo ikut aku untuk menjelajahi rumah itu. Aku tahu kalian pasti penasaran juga.” Adeline menggandeng tangan kedua peri tersebut dan bermaksud untuk mengajak mereka terbang bersama untuk mengelilingi rumah kosong tersebut. Tansy hanya mengangguk seraya tersenyum malu-malu, Tansy memang peri yang sangat amat pemalu dan mudah menangis, Tansy memiliki warna sayap biru muda, sedangkan Celia terlihat berpikir-pikir ketika melihat Adeline mengajaknya, dia membayangkan bagaimana menyeramkannya rumah kosong tersebut, bagaimana jika tiba-tiba ada hantu besar lalu memakan mereka? Atau bagaimana jika mereka tersesat di hutan lalu tidak bisa kembali?
Adeline mengamati ekspresi Celia yang terlihat ketakutan. “Celia, jangan berpikir aneh-aneh, kita hanya akan menjelajahi rumah itu lalu pulang,” ucap Adeline mencoba meyakinkan Celia. Celia adalah peri yang penakut dan memiliki sikap tidak enakan untuk menolak, Celia juga memiliki sayap dengan warna hitam. Celia perlahan mengangguk secara ragu saat melihat raut berharap Adeline. “Baiklah! Ayo! Sebelum itu, ayo kita cari Alemana, dia pasti akan merasa sangat tertantang dan bersemangat. Kita tinggalkan saja Daeva di sini sendirian,” ucap Adeline lalu mulai terbang diikuti dengan Tansy dan Celia. Daeva melirik mereka sebentar dan merotasikan bola matanya malas. “Ugh! Baiklah-baiklah! Aku ikut,” ucap Daeva dan menyusul Adeline bersama kedua temannya. Keempat peri tersebut melihat Alemana yang sedang terbang di udara dan melihat-lihat sekeliling dengan bersemangat dan gembira dengan senyum manisnya. “Hey! Alemana!” panggil Adeline dari kejauhan, Alemana yang sedang fokus melihat pemandangan di bawahnya; bunga Engelmannia peristenia pun menatap ke arah belakangnya di mana keempat temannya berada di belakangnya. Alemana tersenyum dan melambaikan tangannya. Keempat temannya segera menghampiri Alemana.
“Ayo kita ke rumah kosong yang tak jauh dari perbatasan hutan Eryn Galen!” ajak Adeline, Alemana menatap keempatnya kebingungan. “Bukankah kalian ingin beristirahat? Apakah kalian tidak lelah?” tanya Alemana. Adeline menggeleng tidak. “Lagipula itu adalah rumah penyihir, apakah kalian yakin untuk tetap pergi ke sana? Ku dengar beberapa makhluk hidup yang lewat di situ menghilang dan tak ada kabar lagi,” ucap Alemana, Celia terlihat sedikit terkejut dan mulai berpikir yang tidak-tidak. “Oh ayolah, kau membuat Celia takut, jangan terlalu berlebihan, bisa saja mereka pergi dari hutan ini ke hutan Eryn Galen tapi tidak ada yang sadar. Rumah penyihir itu tidak ada, rumah itu sudah kosong bertahun-tahun karena dahulu rumah itu ditempati oleh keluarga yang sekarang sudah pindah ke kota tetangga,” ucap Daeva lalu melipat tangannya di depan dada dan menatap Alémana dengan remeh. “Apakah kau takut? Sehingga mencari alasan agar tidak masuk ke rumah kosong itu?” ucap Daeva dengan remeh. Alémana menatap Daeva tidak senang. “Apa maksudmu? Kau menganggap aku penakut? Lagipula aku hanya memberitahu jika itu rumah penyihir, bukan aku tidak ingin masuk ke dalam karena takut!” jawab Alémana merasa tidak terima. Daeva hanya mendengus lalu memalingkan wajahnya. “Sudahlah, kalian selalu saja bertengkar,” ucap Adeline berusaha untuk melerai keduanya. “Ya sudahlah, ayo kita ke rumah kosong itu, aku juga penasaran bagaimana isinya.” ajak Alémana lalu terbang terlebih dahulu ke rumah kosong tersebut dan langsung diikuti oleh keempat temannya.
Sesampainya mereka di sana, Aleman turun dan memilih untuk berjalan kaki saja selama berada di rumah kayu sederhana tersebut, begitupun dengan keempat temannya. Celia berdiri di belakang Adeline, Tansy berdiri di sebelah kiri Aleman sedangkan Daeva berada di bagian paling belakang, sendiri. Mereka membuka pintu rumah lama tersebut lalu masuk dan melihat sekeliling rumah tersebut, banyak perabotan yang terlihat tidak terurus dan banyak debu tebal berada di mana-mana, bau kayu lama tercium di indera penciuman mereka. “Kenapa keluarga itu meninggalkan pakaian mereka?” Gumam Aleman saat melihat beberapa pakaian yang berserakan dan kotor karena berdebu dan sudah lama tidak terpakai. “Kurasa mereka meninggalkan barang-barang yang tidak mereka sukai atau karena tas mereka yang tidak muat, sehingga mau tidak mau harus meninggalkan beberapa barang mereka.” Ucap Adeline saat melihat pakaian kotor berada di lantai. “Rumah ini sangat kokoh, tidak ada kerusakan padahal beberapa waktu lalu banyak badai yang berlalu lalang di sekitar sini, tapi rumah ini tetap berdiri dan utuh.” Ucap Alemana. Yang lain mengangguk setuju. “Kau benar, Alemana.” Sahut Daeva.
Alemana menghentikan langkah kakinya dan sontak melihat ke arah kanan. “Hey, apakah kalian dengar suara itu?” Tanya Alemana secara tiba-tiba dan menghadap ke arah teman-temannya yang ada di belakangnya. “Mendengar apa? Kau jangan coba-coba untuk menakut-nakuti kami, Alemana. Itu tidak lucu.” Ucap Adeline was-was karena Celia mulai memasang raut khawatir dan takut. “Aku tidak mengada-ada, coba kalian dengar baik-baik.” Ucap Alemana, yang lain langsung memasang telinga dengan baik dan terdiam, mencoba mendengar suara yang dimaksud oleh Alemana. “Tolong! Tolong!” Suara samar-samar itu ada di kamar paling pojok. Mereka saling menatap satu sama lain. “Apa itu..?” Tanya Celia dengan nada khawatir dan tanpa sadar memeluk lengan Adeline. “Ayo kita periksa bersama-sama.” Ajak Alémana dan mendahului mereka. Mereka berjalan di belakang Alemana secara perlahan ke arah sumber suara itu, semakin jelas suaranya ketika mereka mendekati kamar itu. Mereka saling berpegangan tangan dan perlahan membuka pintu yang tak terkunci itu.
Betapa terkejutnya mereka ketika melihat seorang laki-laki muda yang terlihat memiliki tinggi badan 179cm, dan sangat berantakan, mulai dari rambut yang acak-acakan, sudut bibir yang sobek serta pakaian berkudanya;riding habit yang koyak di sisi lengan kanan serta lutut kanan dan kiri, dia duduk terikat di sebuah kursi kayu. Laki-laki itu menatap kelima peri itu dengan heran. “Siapa kalian? Apakah kalian datang ke sini karena perintah si wanita tua itu?! Apakah kalian akan membunuhku sekarang?!” Tanyanya dengan amarah. Daeva mengerutkan dahinya tidak suka dengan perkataan laki-laki tersebut, bagaimana dia bisa menuduh mereka yang bahkan baru saja masuk?
“Apa maksud mu, kawan? Wanita tua apa yang kau maksud?” Tanya Daeva, laki-laki muda itu mengerutkan dahinya heran. “Jadi, kalian bukan suruhan wanita tua itu?” Tanya laki-laki itu lagi yang membuat kelima peri tersebut saling bertatapan satu sama lain dengan perasaan heran. “Kami tidak tahu wanita tua siapa yang kau maksud.” Ucap Adeline, laki-laki muda itu mendesah lega. “Katakan pada kami, kawan, bagaimana bisa kau ada di sini? Apakah kau semacam monster?” Tanya Daeva menginterogasi, laki-laki muda itu menatap Daeva tidak senang. “Aku bukan monster, aku manusia, kau lihat? Aku adalah pangeran Aaron dari negeri Lothlórien, aku tersesat selama berkuda di sekitar hutan Eryn Galen, aku berkuda terlalu jauh sehingga sampai di sini lalu aku bertemu dengan wanita tua yang menawarkan bantuan tapi ternyata dia malah menculikku dan menyerang kuda milikku yang berusaha kabur.” ucap pangeran Aaron yang membuat kelima peri tersebut terkejut karena mereka sedang berhadapan dengan keturunan raja Edward. Celia yang awalnya sudah mulai tenang kembali panik dan takut. “Adeline, ayo kita kembali.” Ajak Celia dengan suara kecil yang masih bisa didengar oleh keempat peri dan pangeran di ruangan itu. “Tenanglah, Celia, kita harus membantu pangeran Aaron.” Ucap Alemana menenangkan. “Tapi, jika kau benar-benar pangeran kerajaan Lothlórien, kenapa kau tidak ada pengawal dan malah berkuda sendiri??” Tanya Daeva curiga. “Aku hanya ingin berkuda sebentar, lagi pula para pengawal hanya ku suruh menunggu sampai di depan gerbang hutan, aku tidak menyangka akan berakhir seperti ini.” Ucap pangeran Aaron dengan nada sedih. Kelima peri tersebut saling bertatapan lagi seperti menanyakan apakah mereka ingin membantu pangeran ini atau tidak, kelimanya mengangguk lalu terbang lebih mendekat ke arah pangeran Aaron. “Kami akan membantumu.” Ucap Alemana. Para kelima peri itu melepaskan tali yang mengikat tubuh sang pangeran Aaron.
“Terima kasih. Sekarang, ayo kita keluar sebelum penyihir itu datang!” Ajak pangeran Aaron lalu segera berjalan dengan langkah lebar ke pintu keluar. “Penyihir?” Tanya mereka bersama, pangeran Aaron mengangguk dan menatap ke arah mereka. “Wanita tua itu adalah penyihir, dia yang menculik dan melukai kuda milikku. Ayo cepat keluar, pasti penyihir itu akan segera kembali ke sini!” Jawab pangeran Aaron. Akhirnya mereka pergi keluar dari rumah kosong itu dan berlari ke arah hutan, namun sepertinya takdir sedang tidak berpihak pada mereka, mereka bertemu dengan wanita tua yang mengenakan jubah hitam dan menuntun kuda putihnya di tengah perjalanan mereka, pangeran Aaron dan kelima peri tersebut terdiam sejenak lalu mundur perlahan, wanita tua itu menatap mereka tajam. Pangeran Aaron langsung berlari menjauh sedangkan kelima peri itu terbang mengikuti pangeran. Mereka tidak akan meninggalkan pangeran sendirian, terlebih lagi hari sudah mulai gelap, pasti akan mengerikan jika berada di hutan pada malam hari tanpa penerangan.
“Kembali ke sini kau!” Teriak sang penyihir itu dan mengejar mereka dengan menunggangi kudanya.
Mereka terus berlari mengikuti jejak jalan yang ada walaupun mereka tidak tahu ke mana mereka akan pergi, yang mereka pikirkan hanya terus berlari sampai menemukan daerah pemukiman penduduk. Bahkan jarak antara penyihir dan pangeran Aaron serta kelima peri itu semakin mendekat. “Tansy! Keluarkan kekuatanmu!” pekik Alemana yang membuat Tansy menyadari jika ia memiliki kemampuan untuk berpindah ke tempat yang lain terlebih lagi ia bisa menggunakan kemampuannya saat dalam keadaan darurat, dia menghilangkan dirinya beserta pangeran Aaron dan keempat teman perinya ke perbatasan hutan liar dan hutan Eryn Galen, beruntungnya dia mengingat jika dia memiliki kemampuan untuk teleportasi atau membawa ke lokasi yang ia inginkan. Pangeran Aaron terlihat sangat terkejut dan bingung karena tiba-tiba dia sudah ada di tengah hutan. “Apa yang terjadi? Di mana penyihir itu?” Tanya pangeran Aaron dengan bingung dan sedikit panik. “Tenanglah, pangeran, ini semua berkat kemampuan peri Tansy, dia yang membawa kita ke sini.” Ucap Adeline dan menatap ke arah Tansy. Pangeran Aaron pun menatap peri Tansy yang wajahnya sudah memerah karena menahan malu akibat ditatap oleh sang pangeran. “Terima kasih, Tansy.” Ucap pangeran Aaron sembari tersenyum. “I-itu bukan masalah.” Ucap Tansy dengan suara kecil dan lembut yang membuat pangeran Aaron hanya terkekeh kecil lalu menatap sekeliling. Hari sudah mulai gelap dan udara dinginnya malam mulai terasa. “Apakah kita ada di perbatasan hutan liar dan hutan Eryn Galen?” Tanya pangeran Aaron saat melihat sekeliling, ia lumayan ingat dengan jalan antara perbatasan hutan liar dengan hutan Eryn Galen. “Itu masih lumayan jauh dari sini.” Sahut Daeva. “Kita harus segera mengantar pangeran ke istana, hari sudah mulai gelap, dan kita harus cepat, aku takut jika penyihir itu tahu kita berada di sini dan yang lebih buruknya serigala mencari mangsa pada malam hari.” Ucap Alemana yang diangguki oleh sang pangeran Aaron, pangeran berjalan terlebih dahulu sedangkan kelima peri tersebut menyusul pangeran dengan terbang di udara setinggi bahu sang pangeran.
Saat mereka sampai pada lima persimpangan jalan, mereka tiba-tiba mendengar suara lolongan serigala yang tak jauh dari keberadaan mereka sekarang, itu membuat jantung mereka berdegup kencang dan rasa takut serta panik mulai melanda mereka. “Oh, astaga..” gumam Adeline ketika melihat dua serigala berbulu abu-abu mendekati mereka dari arah belakang. Pangeran melirik ke arah serigala yang terlihat kelaparan karena terus menggeram dan berjalan mendekati mereka dengan memperlihatkan gigi mereka yang tajam dan siap menerkam siapapun. Mereka tersadar dengan kehadiran serigala yang lain sehingga membuat mereka merasa sangat takut dan bingung harus berbuat apa selain terus berdiri ditempat. “Ini adalah sesuatu yang buruk.” Bisik Alemana pada Celia yang berada di sampingnya, Celia terlihat lebih gemetar ketakutan daripada yang lain. Celia menggenggam erat tangan milik Alemana, mencoba menenangkan dirinya. Mereka dikepung oleh enam serigala yang ganas dan kelaparan, semua dari mereka menggeram. Sampai akhirnya datanglah pria tua dengan pedati serta dua kudanya yang menarik pedati tersebut, sang pria tersebut melemparkan batu serta kayu yang lumayan besar yang ia ambil dari pedati yang dia bawa di belakangnya, dia melemparkannya pada serigala sehingga tiga dari enam serigala menyerah, sedangkan yang lainnya masih berusaha untuk menyantap pangeran Aaron serta kelima peri tersebut. Alemana menatap Tansy untuk memintanya menggunakan kemampuan untuk berpindah ke tempat yang lain. “Tansy! Gunakan kekuatanmu!” Ucap Daeva, Tansy menatap Daeva dan menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri yang artinya dia tidak bisa melakukan itu sekarang. “Apa maksudmu? Gunakan kekuatanmu sekarang!” Ucap Daeva terlihat sedikit kesal karena panik. “Aku- aku tidak bisa mengeluarkan kekuatanku!” Sahut Tansy dan terus berusaha mengeluarkan kemampuannya untuk membawa mereka pergi dari sini. Daeva beralih pandangan ke Alemana yang sedang terlihat waspada dengan serangan serigala itu. “Alemana! Gunakan kekuatanmu!” teriak Daeva pada Alemana dengan nada memerintah. Keduanya berada di posisi yang lumayan jauh satu sama lain sehingga harus berteriak. “Aku juga tidak bisa! Kekuatanku masih dikunci oleh ibu peri, kau tidak ingat?” sahut Alemana. Kemampuannya untuk meledakkan sesuatu telah dikunci oleh ibu peri karena sifat jahilnya yang selalu menyalahgunakan kemampuannya untuk mengganggu makhluk hidup disekitar hutan. Daeva mendengus kesal dan menatap ke arah Celia. Celia menggeleng tidak bisa, sejak lahir dia memang tidak pernah memiliki kemampuan khusus selain membantu merawat tanaman. “Kenapa tidak kau saja, Daeva?!” Tanya Alemana kesal saat Daeva hanya memerintah, dia merasa jika Daeva sangat egois karena tidak ingin mengeluarkan kemampuan khususnya. “Biar aku saja!” Ucap Adeline lalu berusaha mengeluarkan kemampuannya yaitu menghilangkan musuh untuk mengalahkan serigala itu, ketiga serigala itu semakin ganas dan menggeram semakin keras. Kekuatan peri memang sangat terbatas dan kecil kemungkinannya untuk selalu keluar di saat-saat tertentu seperti sekarang, mereka tidak pernah berlatih untuk mengendalikan kekuatan mereka sehingga mereka tidak terbiasa untuk menghadapi hal-hal genting seperti ini. Para serigala itu semakin mendekat dengan perlahan dan terus menggeram. Peri dan pangeran Aaron mundur perlahan ketika para serigala ganas yang kelaparan itu semakin mendekat. “Hey! Ayo naik ke pedati ku!” Teriak pria tua itu dan bersiap untuk kabur kapan saja. Pangeran dan kelima peri itu berlari dengan segera menghampiri pedati pria tua itu, namun sayangnya satu serigala berhasil menggigit salah satu dari kelima peri itu; Daeva. “Tidak!” Teriak Alemana saat menyadari jika Daeva menjadi santapan salah satu serigala itu. “Tinggalkan aku! Pergilah tanpaku!” Teriak Daeva saat para serigala memperebutkan dirinya sebagai makan malam mereka. Pangeran dan ketiga peri itu sudah naik ke pedati pria tua itu, menyisakan Alemana yang dengan jelas melihat Daeva menjadi santapan serigala itu, Alemana menangis dengan raut wajah tak percaya. “Alemana! Ayo!” Teriak Adeline dari pedati saat menyadari jika Alemana masih ada di luar bersama Daeva, Alemana dengan air mata yang terus mengalir keluar layaknya air terjun terbang menghampiri pedati itu lalu masuk. “Di mana Daeva? Dan kenapa kau menangis?” Tanya Adeline panik ketika menyadari Daeva tak bersama dengan Alemana, melihat Alemana yang terus menangis membuat pangeran Aaron, pria tua dan ketiga peri itu semakin panik. “Alemana.. katakan.. dimana Daeva?!” Tanya Adeline dengan nada khawatir dan panik. “Pak, tolong jalan saja. Kita harus segera sampai di istana.” Ucap Alemana yang langsung diangguki oleh pria tua itu, dia berkata dengan suara bergetar, dan akhirnya mereka langsung meninggalkan hutan itu dengan cepat sebelum mereka menjadi santapan makan malam serigala yang selanjutnya. Alemana terus diam dan masih menangis, ia mengingat kejadian yang tidak mengenakan tadi. Pangeran dan ketiga peri itu memberi ruang untuk Alemana tenang dan terdiam karena mereka mulai sadar dengan apa yang terjadi oleh Daeva. Pangeran Aaron ikut berduka dan merasa sedih.
Saat dini hari, mereka telah memasuki kawasan hutan Eryn Galen lolongan serigala itu secara samar-samar kembali terdengar oleh mereka. Alemana juga sudah mulai tenang dan tidak lagi menangis, matanya memerah sembap. Adeline mengusap lembut punggung Alemana, mencoba memberi kesabaran untuk Alemana. “Kita hampir sampai.” Ucap pria tua itu ketika mulai melihat gerbang yang menunjukkan itu adalah gerbang masuk istana negara Lothlórien. Mereka merasa lega ketika pria tua itu memberitahu hal itu.
Akhirnya mereka masuk ke dalam area istana, para prajurit yang menjaga di luar dengan segera menghampiri pedati yang terlihat asing bagi mereka yang tiba-tiba masuk ke area istana, mereka bersiap siaga untuk menyerang. Pria tua itu berhenti sehingga pangeran Aaron turun yang membuat para prajurit terkejut dan dengan cepat menurunkan senjata mereka masing-masing lalu membungkuk hormat. “Beritahu keluarga istana jika aku sudah pulang.” Ucap pangeran pada salah satu prajurit, dengan segera prajurit itu melaksanakan tugas yang diberikan oleh pangeran Aaron. “Terima kasih pak, aku sangat berterima kasih karena anda telah menyelamatkan dan memberikan tumpangan padaku dan keempat peri ini.” Ucap pangeran dengan ramah. “Itu bukan masalah, yang mulia. Kalau begitu, aku harus pergi, istri dan anak-anakku sudah menungguku.” Pamit sang pria tua namun segera dihentikan oleh sang pangeran. “Tunggu, pak. Tolong masuk ke dalam sebentar, raja dan ratu pasti ingin bertemu dengan anda. Tolong terima ajakan saya.” Ucap sang pangeran Aaron. Pria tua itu terlihat mempertimbangkan ajakan sang pangeran. “Baiklah, saya akan mampir sebentar, di mana saya bisa memarkirkan pedati dan kuda saya?” Tanya pria tua itu. “Itu akan diurus oleh prajuritku, silakan anda masuk, dan juga para peri. Aku akan mengangkat kalian sebagai salah satu anggota penting kerajaan.” Ucap sang pangeran.
Akhirnya mereka masuk ke dalam istana lalu pria tua dan para peri menemui raja Edward dan ratu Avena secara langsung. Kaisar Eric, permaisuri Dione, raja Edward dan ratu Avena terus berterima kasih pada mereka, dan pada akhirnya keempat peri itu diresmikan menjadi peri kerajaan dengan gelar marga Eryn Lothlórien serta pria tua itu diberikan gelar bangsawan untuk seluruh keluarganya dan dapat diwariskan secara turun-temurun.
TAMAT.