Di suatu tempat yang terpencil, terdapat sebuah desa kecil yang penduduknya hidup damai dan tenang. Namun, ada satu hal aneh di desa itu: waktu berjalan mundur.
Penduduk desa lahir sebagai orang tua, dan seiring berjalannya waktu, mereka semakin muda. Di usia yang seharusnya dewasa, mereka menjadi anak-anak, dan pada akhirnya mereka menghilang sebagai bayi yang belum pernah menangis. Kehidupan di desa itu adalah kebalikan dari segala sesuatu yang dikenal di dunia luar.
Seorang pria bernama Gema lahir sebagai seorang lelaki tua. Ketika ia mencapai usia 60 tahun, ia mengingat dengan jelas masa mudanya, meski bagi orang luar, itu sebenarnya adalah masa tuanya. Gema menjalani hidupnya dengan cara yang teratur, mengetahui bahwa semakin hari tubuhnya semakin kuat, ingatannya semakin pudar, dan akhirnya, ia akan kembali ke dalam rahim ibunya.
Namun, Gema mulai merasa bahwa sesuatu tidak benar. Semakin muda dirinya, semakin banyak ingatan yang hilang, tetapi ada satu memori yang tetap bertahan: sebuah pintu misterius di hutan, tertutup oleh dedaunan. Setiap kali Gema melewati hutan itu, ingatan tentang pintu itu selalu menghantuinya. Hingga suatu hari, di usianya yang setara dengan 30 tahun, Gema memutuskan untuk mencari tahu.
Dengan tubuh yang semakin kuat, ia mendekati pintu di dalam hutan. Saat ia meraih gagangnya, pintu itu terbuka dengan sendirinya. Di baliknya, terdapat ruang gelap yang dipenuhi oleh cermin yang tak terhitung jumlahnya. Di setiap cermin, ia melihat bayangannya yang semakin muda—dirinya yang belum sepenuhnya paham akan dunia.
Namun, di tengah-tengah pantulan cermin itu, ada satu cermin yang berbeda. Di sana, ia melihat dirinya sebagai seorang lelaki tua, berkerut, dan tampak lelah—sesuatu yang seharusnya sudah ia lupakan. Dalam sekejap, waktu terasa membeku, dan cermin itu berbisik kepadanya.
"Ini bukan dunia yang sebenarnya. Kau tidak sedang hidup mundur. Kau sedang tertahan dalam sebuah siklus. Dan siklus ini hanya bisa diakhiri jika kau memahami kebenarannya."
Gema mundur selangkah, napasnya tercekat. Ia menyadari bahwa ia tak hanya berada di desa yang terisolasi, tapi juga di dalam jebakan waktu. Semua orang di desa itu, termasuk dirinya, telah tertangkap dalam lingkaran tanpa akhir. Dan waktu yang mereka jalani hanyalah ilusi.
Gema tersadar—untuk menghentikan siklus ini, ia harus menghancurkan cermin itu. Dengan segala keberanian, ia meraih batu besar dan menghantam cermin yang memantulkan dirinya. Cermin itu retak, dan seketika, dunianya runtuh. Cahaya terang menyilaukan, menghapus segalanya dalam hitungan detik.
Saat Gema membuka mata, ia kembali di tempat yang sama, namun dunia terlihat berbeda. Waktu berjalan normal, dan Gema menyadari bahwa ia akhirnya bebas. Tapi, sebuah pertanyaan terus membayangi pikirannya: apakah waktu benar-benar berjalan maju? Ataukah ini hanya siklus lain yang belum ia sadari?
---