Tepat jam 1 malam, Ella membuka aplikasi LeoMatch. Ia mulai menyukai foto-foto orang random, dan tak lama banyak pesan masuk, orang-orang ingin berkenalan dengannya. Dari sekian banyak pesan, ada satu yang menarik perhatian Ella. Tanpa ragu, ia membalas pesan tersebut dengan cepat.
“Hai, boleh kenalan?” tulis cowok itu.
“Boleh dong,” jawab Ella santai.
"Nama lo siapa?”
“Nama gue Ella, lo?”
“Gue Rangga.”
Percakapan berlanjut, Rangga bertanya apakah Ella masih sekolah. Ella memberi tahu kalau dia masih sekolah di SMAN 1. Rangga terkejut mendengarnya, ternyata mereka satu sekolah. Rasa penasaran Rangga semakin besar, dia pun bertanya lagi, “Kelas berapa lo?”
Ella hanya menjawab, “Kelas 11.” Namun, ketika ditanya lebih lanjut, “11 berapa?” Ella tidak mau memberi tahu. Dia yakin kalau di beri tahu, Rangga pasti akan mencari-cari kelasnya. Itu adalah awal pertemuan mereka. Lama kelamaan, mereka semakin dekat.
Suatu hari, Rangga mengeluh ke Ella, “Ella, pusing banget nih hapalan geografi, gimana ya?”
“Derita lo anjay,” jawab Ella sambil ngeledek.
“Jam istirahat nanti lo masuk apa?”
“Bahasa Inggris. Males banget sama guru yang itu, jadi gue bakal lama-lamain makan di kantin,” jawab Ella santai.
Mendengar itu, Rangga langsung kepikiran buat ngecek jadwal pelajaran kelas 11, dan ternyata dia berhasil menemukan kelas Ella. Rangga pun membalas dengan nada jahil, “Oh, jadi lo anak 11 IPS 2 ya?”
Ella kaget, “Hah? Tau dari mana lo, anjir?”
“Ya lo sendiri yang kasih tau, Ell,” balas Rangga sambil ngakak.
Ella panik. Dia bingung gimana caranya menghindar biar nggak ketemu sama Rangga. Sebenarnya, Ella merasa insecure. Dia takut kalau Rangga bakal ilfeel karena dia merasa nggak secantik di foto. Maka dari itu, dia bilang ke Rangga, “Lo jangan cari-cari gue, gue nggak secantik di foto, sumpah.”
Rangga ngebales, “Ngapain sih lo mikirin wajah? Gue pengen kita temenan, deket, nggak peduli muka lo kayak gimana. Semua cewek itu cantik, kok.”
Mendengar itu, kepercayaan diri Ella sedikit tumbuh. Sejak saat itu, Rangga sering lewat depan kelas 11 IPS 2 buat liat Ella. Kadang, mereka saling lempar senyum tipis. Hubungan mereka makin dekat.
Suatu hari, Rangga nyeletuk, “Ella, coba dong sehari aja ngomong nggak toxic, bisa nggak?”
Ella ngerespon, “Sebenernya susah sih, tapi kalau lo tantang, gue bisa coba. Apa hadiah gue kalau berhasil?”
“Mau apa lo? Gue traktir di kantin deh.”
“Gue mau mi ayam, tapi cuma sehari kan nggak toxic?” tanya Ella memastikan.
“Iya, cuma sehari. Kalau lo bisa aja,” balas Rangga sambil ketawa.
“Ya bisa lah! Demi mi ayammm!!” jawab Ella semangat.
Ella pun berhasil menahan diri untuk nggak ngomong toxic seharian. Ketika waktu itu lewat, Rangga menepati janjinya.
“Ella, cepetan ke kantin, nih mi ayam lo.”
Ella langsung menuju kantin dengan semangat. Setelah makan, dia berkata, “Makasih ya, Rangga. Traktir gue sering-sering dong!”
Rangga ketawa, “Iya, Ella. Tapi lo kurangin dikit bahasa toxic-nya, biar gue sering traktir lo.”
“Deal!” jawab Ella sambil ketawa.
Hubungan mereka semakin dekat, sampai akhirnya Ella mendengar dari teman-temannya kalau Rangga punya mantan yang satu kelas dengan Ella. Hubungan mereka dulu cukup lama, sekitar tiga tahun sejak SMP, dan putus karena Rangga terlalu friendly. Mendengar itu, Ella mulai menjauh dari Rangga. Dia takut akan terluka.
Rangga sadar kalau Ella mulai menjauh, dan dia langsung nanya, “Kenapa lo tiba-tiba ngejauh?”
Ella akhirnya jujur, “Karena lo terlalu friendly.”
Mereka berdebat panjang, hingga akhirnya Ella memblokir Rangga.
Besoknya, Ella datang ke sekolah lebih awal dari biasanya. "Aduh, cepat banget gue sampai sekolah, nih. Pasti masih sepi," gumamnya sambil memarkir motornya. Tanpa sadar, ia melihat Rangga duduk di atas motornya, sibuk merapikan rambutnya di kaca. Ketika Rangga menyadari kedatangan Ella, ia tersenyum. Ella buru-buru mengalihkan pandangannya.
“Kenapa harus ada Rangga sih di sini? Mana cuma gue sama dia doang lagi di parkiran ini. Kalau aja adik gue nggak buru-buru berangkat, pasti gue nggak bakal ketemu dia,” keluh Ella dalam hati.
Ella berjalan cepat, berusaha menghindar, tapi Rangga malah mengikuti langkahnya. Tanpa disadari, Rangga sudah berada di sampingnya.
“Kenapa sih lo main blokir-blokiran? Nggak asik banget, dong. Dicari dulu kebenarannya, beneran gue friendly apa nggak, gitu. Masa lo langsung percaya omongan orang?” tanya Rangga dengan nada kesal.
Ella langsung merespons tanpa menoleh, “Banyak yang bilang kok, lo tuh emang friendly. Aneh aja.”
Rangga menghela napas. “Nggak bener itu, Ella. Gue putus sama mantan gue bukan karena gue friendly. Kita putus karena—”
Ella memotong cepat, “Gue nggak peduli alasannya, Rangga. Yang gue tahu, lo udah pernah nyakitin cewek. Gue nggak mau jadi korban berikutnya.”
Percakapan itu menggantung di udara. Mereka berdua berjalan menuju gedung sekolah dengan diam yang canggung. Sejak kejadian itu, Ella mulai menjauh, benar-benar menjaga jarak dari Rangga. Sementara itu, Rangga berusaha memberi penjelasan lebih lanjut, tapi Ella nggak mau dengar.
Hari demi hari berlalu, mereka makin jarang bertegur sapa. Setiap kali lewat di depan kelasnya, Rangga nggak lagi melirik ke arah Ella. Dia seperti menyerah. Sementara Ella, meski sering mendengar cerita tentang Rangga dari teman-temannya, dia berpura-pura tidak peduli.
Suatu pagi, tanpa diduga, Ella mendengar kabar bahwa Rangga pindah sekolah. Nggak ada yang tahu alasan pastinya, bahkan teman-teman dekatnya pun kaget. Ella yang mendengar kabar itu merasa aneh. "Kenapa tiba-tiba pindah, ya?" pikirnya.
Setelah kejadian itu, Ella merasa ada yang hilang, tapi dia berusaha mengabaikannya. Hubungan mereka yang tadinya dekat, kini berubah menjadi asing, hanya karena kesalahpahaman yang tak terduga.
Mereka tak lagi saling mencari, dan yang tersisa hanyalah kenangan yang pernah ada.