Ahh.. akh, desah Maya di tengah malam yang gelap gulita.
Kamu suka itu, kan? tanya Alex sambil menyentuh lembut punggung Maya.
Maya menganguk pelan. Mereka berdua saat ini sedang berada di sebuah tempat. Mereka sengaja memilih tempat yang jauh dari keramaian untuk mencari sebuah kedamaian.
Maya terdiam mendengar kata-kata itu. Mereka berdua saling bertatapan dalam keheningan malam, diiringi suara gemuruh hutan yang misterius.
---
Keheningan malam menyelimuti sudut kota kecil di pinggir laut, di mana suara ombak lembut terdengar dari kejauhan. Di atas langit, bintang-bintang berkelip redup di balik awan yang tipis, sementara bulan sabit menggantung di langit, menyinari air laut yang memantulkan cahaya keperakannya. Di tepi pantai yang sepi, berdiri dua sosok manusia yang sedang duduk di atas pasir. Angin malam yang sejuk berhembus lembut, menggoyangkan rambut mereka dan menciptakan suasana yang hampir romantis, namun penuh ketegangan.
Ali dan Sarah duduk berdampingan di tepi pantai, namun keheningan di antara mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang belum terucap. Hubungan mereka, yang sudah berjalan selama lima tahun, kini berada di persimpangan yang tak terelakkan. Ali, dengan pandangan kosong menatap ke arah laut yang luas, sementara Sarah terus-menerus melirik ke arahnya dengan hati yang gelisah. Ada sesuatu yang sudah berubah, dan Sarah merasakannya dengan setiap desiran ombak yang datang menghantam pantai.
Ali adalah seorang arsitek yang ambisius. Ia baru saja mendapatkan proyek besar yang memerlukan dedikasinya sepenuhnya. Tapi di balik kesuksesan kariernya, ada sesuatu yang tertinggal—Sarah. Cinta mereka yang dulu penuh gairah kini terasa hambar, seperti bara api yang lambat laun padam. Sarah merasakan itu setiap kali Ali pulang larut malam tanpa kata-kata hangat atau senyum yang dulu selalu menemaninya.
Malam ini, Sarah memutuskan untuk mengakhiri ketidakpastian yang telah menggerogoti hubungan mereka selama berbulan-bulan. Dia tahu ini akan sulit, tetapi lebih baik berhadapan dengan kenyataan daripada terus hidup dalam kebohongan yang ia rasakan dari Ali.
"Akh..." Sarah menghela napas panjang, suara kecilnya pecah di antara suara ombak. Ali menoleh perlahan, meski tatapannya masih terasa jauh.
"Ali, kita perlu bicara," ucap Sarah dengan nada ragu, namun tegas. Ia mencoba menenangkan debaran di dadanya, mempersiapkan diri untuk mendengar jawaban yang mungkin akan menghancurkan hatinya.
Ali menatap Sarah, kali ini benar-benar menatapnya, dan ia tahu, pembicaraan ini tidak bisa dihindari lagi. Sejenak ia menunduk, mencoba merangkai kata-kata dalam pikirannya. "Sarah, aku tahu apa yang ingin kamu tanyakan..." Ali berhenti sejenak, suaranya pelan, nyaris berbisik, seolah takut menyakiti Sarah lebih jauh.
Sarah menggenggam erat jemarinya di pangkuan, perasaan takut menjalari tubuhnya. "Apa maksudmu, Ali?" tanyanya, meski di dalam hati ia sudah tahu jawabannya.
"Aku..." Ali menunduk, menatap butiran pasir di antara jemarinya yang ia remas kuat. "Aku sudah berusaha, Sarah. Aku sungguh sudah mencoba. Tapi... aku tidak bisa terus seperti ini."
"Apa... kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" tanya Sarah lirih, meski bibirnya bergetar.
Ali terdiam, dan saat itu, keheningan terasa lebih menusuk dari kata-kata apapun. "Perasaanku sudah berubah, Sarah," jawab Ali akhirnya, suaranya nyaris pecah. "Aku tidak tahu kapan tepatnya, tapi cinta yang dulu ada... rasanya sudah memudar."
Mendengar itu, air mata Sarah perlahan menetes. Hatinya terasa hancur, tapi ia masih mencoba untuk tetap kuat. "Jadi ini akhirnya? Setelah lima tahun kita bersama, kamu ingin menyerah begitu saja?" suaranya mulai bergetar, penuh dengan emosi yang terpendam.
Ali mengusap wajahnya, merasa bersalah tapi juga tak bisa membohongi dirinya sendiri. "Ini bukan soal menyerah, Sarah. Aku hanya tidak ingin kita terus hidup dalam kepura-puraan. Kamu pantas mendapatkan seseorang yang mencintaimu dengan sepenuh hati... dan aku merasa aku sudah tidak bisa menjadi orang itu lagi."
Sarah menggigit bibirnya, menahan isak yang mulai tak terkendali. "Tapi... aku mencintaimu, Ali. Aku rela berjuang untuk hubungan ini. Apakah itu tidak cukup bagimu?"
Ali menatapnya dengan tatapan penuh kesedihan. "Aku juga mencintaimu, Sarah. Tapi cinta saja kadang tidak cukup. Ada sesuatu yang hilang, dan aku tidak bisa memaksakan perasaanku. dari sebelumnya, dan rasanya semakin sulit untuk kembali seperti dulu."
Sarah merasa hatinya terhimpit mendengar kata-kata itu. "Jadi, ini benar-benar sudah selesai? Kamu memilih meninggalkanku karena perasaanmu tidak lagi sama?" tanyanya dengan suara yang terdengar penuh harap, meski ia tahu jawaban yang akan datang.
Ali menarik napas dalam, menatap Sarah yang terlihat begitu rapuh di depannya. "Aku tidak ingin menyakitimu lebih lama lagi, Sarah. Ini bukan karena aku ingin meninggalkanmu, tapi karena aku tidak ingin kita berdua terus hidup dalam kebohongan. Kamu pantas mendapatkan seseorang yang bisa mencintaimu sepenuh hati, setiap hari."
Mendengar itu, air mata Sarah jatuh tanpa bisa ditahan lagi. Dia mencintai Ali dengan segenap hatinya, dan sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa cinta Ali telah memudar. "Ali... aku tahu kita bisa memperbaiki ini. Aku bersedia melakukan apa saja. Jangan pergi, kumohon," suaranya terdengar putus asa.
Ali merasakan hatinya berdenyut sakit melihat Sarah seperti itu, namun dia tahu bahwa keputusannya sudah bulat. "Maafkan aku, Sarah. Aku berharap segalanya bisa berbeda, tapi ini yang terbaik untuk kita."
Sarah hanya bisa terdiam, rasa sakit di hatinya terasa terlalu dalam untuk diungkapkan dengan kata-kata. Ali perlahan bangkit dari tempat duduknya, membiarkan pasir halus terlepas dari jemarinya. Dia menatap laut sejenak, sebelum berbalik untuk pergi.
"Selamat tinggal, Sarah," ucap Ali dengan nada yang rendah, sebelum melangkah menjauh, meninggalkan jejak di pasir yang akan segera dihapus oleh ombak.
Sarah duduk terpaku, tubuhnya lemas. Air mata terus mengalir di pipinya, sementara angin malam yang dingin menusuk kulitnya. Di depan matanya, sosok Ali semakin menjauh, meninggalkan bekas luka di hatinya yang tak akan mudah sembuh.
***
Beberapa bulan berlalu, dan kehidupan Sarah terasa seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Setiap hari, ia mencoba mengalihkan pikirannya dari kenangan tentang Ali, namun setiap malam, bayangan pria itu kembali menghantuinya. Rasa sepi menyelimuti hatinya, dan meskipun dia berusaha keras untuk melanjutkan hidup, luka itu masih terlalu dalam.
Suatu malam, setelah hari yang panjang, Sarah memutuskan untuk kembali ke pantai tempat terakhir kali ia berbicara dengan Ali. Ada sesuatu di tempat itu yang membuatnya merasa lebih dekat dengan kenangan mereka, meskipun perih.
Saat Sarah duduk di atas pasir, menatap gelombang laut yang menghantam pantai dengan ritme yang konstan, ia mendengar langkah kaki mendekat dari arah belakang. Awalnya, ia mengabaikannya, berpikir mungkin hanya seseorang yang berjalan di sepanjang pantai. Namun, ketika langkah itu semakin dekat, Sarah menoleh dengan rasa penasaran.
Di sana, berdiri sosok yang tak asing baginya—Ali. Wajahnya tampak lebih kusut dari terakhir kali mereka bertemu, namun sorot matanya tampak lebih lembut.
"Ali?" Sarah berkata, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Ali menghampiri, duduk di samping Sarah tanpa sepatah kata pun. Mereka berdua terdiam, hanya mendengarkan suara ombak yang terus-menerus bergemuruh. Setelah beberapa saat, Ali menghela napas panjang.
"Aku tahu aku tidak pantas untuk ini, Sarah," katanya perlahan, suaranya penuh penyesalan. "Tapi aku kembali, karena aku menyadari betapa aku tidak bisa hidup tanpamu. Selama ini, aku berpikir bahwa mengakhiri hubungan kita adalah yang terbaik... tapi ternyata aku salah."
Sarah menatap Ali, hatinya dipenuhi oleh perasaan campur aduk. Dia tidak tahu harus berkata apa. "Kamu meninggalkanku, Ali," ucapnya akhirnya, suaranya terdengar terluka. "Kamu meninggalkan aku di saat aku masih sangat mencintaimu."
Ali menundukkan kepala, merasa bersalah. "Aku tahu. Aku menyakiti orang yang paling aku cintai, dan aku tidak tahu apakah kamu bisa memaafkanku. Tapi aku di sini, memohon kesempatan kedua. Jika kamu masih menginginkanku, aku ingin memperbaiki semuanya."
Sarah terdiam lama, memikirkan kata-kata Ali. Hatinya telah melalui begitu banyak rasa sakit, namun melihat Ali di depannya, ia merasakan bahwa cintanya belum sepenuhnya hilang. Ada kerinduan yang ia simpan dalam diam, dan meskipun ia terluka, cintanya masih ada di sana, bersembunyi di balik dinding-dinding yang ia bangun untuk melindungi hatinya.
"Aku tidak tahu, Ali..." ucap Sarah pelan. "Aku masih mencintaimu, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu lagi."
Ali menatap Sarah dengan tatapan penuh harap. "Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan kembali kepercayaanmu, Sarah. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi."
Suasana kembali hening. Sarah merasakan perasaan yang bercampur aduk di dalam dirinya, antara keraguan dan harapan. Namun di dalam hatinya, ia tahu bahwa cinta mereka belum sepenuhnya mati. Mungkin, dengan waktu, mereka bisa memperbaikinya.
"Aku butuh waktu, Ali," jawab Sarah akhirnya. "Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa, tapi aku bersedia mencoba... kalau kamu juga bersedia."
Ali tersenyum tipis, penuh rasa syukur. "Aku bersedia, Sarah. Aku akan menunggumu selama apapun."
Malam itu, meskipun masih ada banyak luka yang belum sembuh, mereka menemukan secercah harapan di bawah bintang-bintang yang kembali bersinar di langit. Di tepi pantai, cinta mereka mungkin tidak sempurna, tetapi itu adalah langkah kecil menuju penyembuhan dan kesempatan kedua.