Suara deburan obak itu memecah keheningan tepi pantai yang sudah nampak sepi pengunjung. Sang surya bahkan telah terlelap dalam tidurnya, berganti tugas dengan sang bulan yang sudah nampak meninggi di angkasa.
Mata itu memandang bentangan langit luas di atas sana. Langit hitam yang di hiasi titik-titik cahaya kecil sebagai pemanisnya.
"Bintang paling terang di atas sana punya kakak" Ucap seorang pemuda yang duduk di sebelah gadis kecil itu.
"Punya ku?" Ia menatap pemuda itu dengan tatapan binar seolah meminta di carikan sesuatu yang sama besar dan terangnya.
"Kamu?" Pemuda itu terkekeh pelan lalu dengan lembut mengusap pelan surai milik gadis kecil itu.
"Kamu nggak perlu punya bintang, kan kamu sendiri itu ibarat bintang adek"
Dengan tatapan tak paham gadis itu menatap pemuda itu dengan wajah bertanya. "Maksud kakak?"
"Iyaa, kamu itu ibarat bintang, kamu nggak perlu cari bintang di atas sana biar kamu bisa bersinar, karna kamu sudah punya cahaya sendiri, nggak kaya kakak yang perlu bintang buat selalu di ingat"
Gadis itu hanya bisa menatap sang pemuda yang ia panggil itu kakak dengan tatapan bingung, ia tak mengerti maksudnya, tapi ia bersikap seolah mengerti dengan menganggukkan kepalanya.
Hal itu membuat pemuda itu terkekeh kecil, ia kembali membenarkan surai gadis itu yang terbang terbawa angin pantai yang lumayan kencang saat sore hari.
"Yang jelas kamu bisa keluar dan liat bintang yang paling terang itu kalau kangen sama kakak, okay?"
"eumm okayy"
•~•
Dejavu
Suara debur ombak itu, pemandangan sang batara malam itu seolah sama seperti sesuatu yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Gadis itu telah tumbuh remaja, ia kembali duduk di tempat yang sama, menatap langit yang sama. Namun sekarang nampak sangat amat berbeda.
"Aku bisa lihat kamu dari sini kak"
"Bintang itu punya kamu, sedangkan aku?"
"Kakak ngga salah waktu kakak bilang bintang itu punya kakak biar aku selalu ingat, tapi bukan berarti kakak bisa jadi bintang itu"