Matahari terbenam di ufuk barat, meninggalkan langit dipenuhi warna jingga dan ungu. Di tengah kemegahan alam itu, berdiri seorang wanita bernama Elara, tubuhnya diliputi duka yang mendalam. Di tangannya, sebuah foto pudar menggambarkan senyum ceria seorang pria muda, saudaranya, Elian. Elian, yang baru saja dibunuh oleh sekelompok bandit di jalan setapak yang mereka lalui bersama.
Sejak hari itu, amarah membara di hati Elara. Rasa kehilangan dan kesedihan bercampur dengan tekad bulat untuk membalas dendam. Dia berjanji pada dirinya sendiri, pada jiwa Elian, bahwa tidak ada yang akan lolos dari keadilan.
Elara mencari informasi tentang para bandit. Dia menjelajahi penginapan, berbisik kepada pelacur, bahkan memasuki labirin bawah tanah, tempat para penjahat berkumpul. Setiap informasi yang dia dapatkan, setiap petunjuk, menjadi bahan bakar untuk api amarah yang berkobar di dadanya.
Setelah berminggu-minggu pencarian, dia akhirnya menemukan jejak mereka di sebuah desa terpencil. Elara menyusup ke desa dengan senyap, menyamar sebagai pedagang keliling. Dia mengamati pergerakan para bandit, mempelajari kebiasaan mereka, dan merencanakan strategi penyerangan.
Saat senja mendekat, Elara melancarkan serangannya. Dia menyerang dengan cepat, tenang, dan tanpa ampun. Satu per satu bandit itu jatuh, tubuh mereka bersimbah darah. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi. Mereka tidak pernah menyangka seorang wanita kecil, lemah seperti Elara, akan berani menyerang mereka.
Ketika bandit terakhir tergeletak tak bernyawa, Elara menatap mereka dengan tatapan dingin. Tidak ada rasa menyesal, tidak ada rasa belas kasih. Hanya rasa lega dan kepuasan yang terpancar dari wajahnya. Dia telah membalas dendam atas kematian saudaranya.
Namun, di tengah rasa lega itu, Elara merasakan sebuah kekosongan. Elian tidak akan kembali. Keadilan tidak akan mengembalikan saudara yang dia cintai. Dia sadar bahwa dendam bukanlah obat untuk kesedihan. Dia telah membalas dendam, tapi dia telah kehilangan dirinya sendiri dalam prosesnya.
Elara meninggalkan desa yang sunyi, membawa beban dosa di hatinya. Dia melangkah maju, menuju masa depan yang tidak pasti, mencari makna di tengah kegelapan yang telah menyelimuti hidupnya.