Di sudut kota yang kumuh, hiduplah seorang pemuda bernama Bara. Tubuhnya kurus, pakaiannya lusuh, dan matanya selalu menunduk. Orang-orang memanggilnya "Bara si Pecundang". Ia bekerja sebagai penjaga malam di sebuah gudang tua, sebuah pekerjaan yang tak menjanjikan masa depan.
Setiap malam, Bara menghabiskan waktunya dengan menatap rembulan dari jendela gudang. Dalam kegelapan malam, ia membayangkan dunia yang lebih baik, dunia di mana ia bisa menjadi seseorang yang berarti. Namun, kenyataan pahit selalu menyeretnya kembali ke bumi.
Suatu malam, Bara melihat seorang gadis cantik sedang berdiri di seberang jalan, tepat di bawah cahaya lampu jalan. Gadis itu bernama Aira, seorang mahasiswa seni rupa yang sering datang ke gudang tua itu untuk mencari inspirasi. Aira memiliki senyum yang mampu meluluhkan hati siapa saja, termasuk Bara.
Dari kejauhan, Bara diam-diam mengagumi Aira. Ia tidak berani mendekat karena merasa dirinya tidak pantas untuk gadis secantik dia. Namun, setiap kali melihat Aira, hatinya selalu berbunga-bunga.
Suatu ketika, hujan turun dengan deras. Aira terjebak di tengah jalan tanpa membawa payung. Melihat Aira kehujanan, tanpa sadar Bara berlari keluar dari gudang dan memberikan jaketnya kepada Aira. Aira terkejut, namun ia menerima jaket itu dengan senang hati.
Sejak saat itu, Bara dan Aira mulai sering bertemu. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol tentang banyak hal. Aira tidak pernah memandang rendah Bara. Ia melihat Bara sebagai sosok yang baik hati dan tulus.
Namun, Bara tetap merasa tidak percaya diri. Ia takut jika Aira mengetahui masa lalunya yang kelam, Aira akan meninggalkannya. Rasa takut itu membuatnya selalu menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.
Suatu malam, Bara memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya kepada Aira. Dengan suara bergetar, ia mengatakan bahwa ia sangat mencintai Aira. Aira terdiam sejenak, lalu tersenyum.
"Aku juga menyayangimu, Bara," kata Aira.
Bara sangat bahagia mendengar pengakuan Aira. Ia merasa seperti sedang berada di surga. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian, Aira harus pindah ke kota lain untuk melanjutkan studinya.
Bara merasa hancur. Ia merasa kehilangan satu-satunya orang yang pernah membuatnya merasa berarti. Namun, Aira berjanji akan kembali dan menikahi Bara.
Beberapa tahun kemudian, Aira kembali ke kota itu. Ia membawa kabar gembira bahwa ia telah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Aira juga membawa serta sebuah lukisan yang sangat indah. Lukisan itu menggambarkan Bara dan Aira sedang berjalan di tepi pantai.
Bara sangat terharu melihat lukisan itu. Ia tahu bahwa Aira akan selalu ada untuknya, tidak peduli apa pun yang terjadi.
Akhirnya, Bara dan Aira menikah. Mereka hidup bahagia bersama. Bara membuktikan bahwa seorang "pecundang" pun bisa mendapatkan cinta sejati.