Iky, sudah 5 tahun berlalu, ya. Terakhir kali aku melihatmu, yaitu saat umurku masih 16 tahun. Sekarang aku sudah menginjak umur 21 tahun.
Kukira setelah melewati waktu yang panjang, perlahan aku bisa melupakan tentangmu. Namun, faktanya aku masih berdiri di sini, di tempat yang sama sembari merindukan kehadiranmu.
Andai saja waktu itu, aku membalas perasaanmu lebih cepat, mungkin aku akan merasa sedikit lebih tenang. Mungkin aku tidak perlu menyesal dan merasa bersalah.
Air dari pelupuk mataku menetes perlahan membasahi pipi. Aku mengusapnya kasar.
"Iky, aku kangen banget sama kamu," ucapku lirih. Kupeluk boneka panda usang pemberianmu yang kamu beli dari hasil kerja kerasmu sendiri.
Aku tidak dapat menahan sesakku. Apalagi otakku justru menampakkan memori masa lalu tentang aku, kamu dan waktu yang telah kita habiskan bersama.
Dulu, saat kamu masih ada. Kamu selalu di sampingku, memanjakanku dan selalu menjadi sosok yang aku andalkan.
Namun, tiba-tiba saja kamu menghilang tanpa kabar. 6 bulan berlalu sejak kamu menghilang, kamu kembali hadir dalam hidupku.
Aku masih ingat dengan senyuman manis yang selalu kamu tunjukan hanya untukku itu.
"Aku kangen kamu, bocil-ku," katamu hari itu.
"Kamu ke mana selama enam bulan ini? Tiba-tiba nggak ada kabar sama sekali." Aku marah padamu kala itu. Tapi, tak bisa kupungkiri, aku senang melihatmu.
"Maaf," kata Iky "Aku boleh peluk kamu nggak?"
Aku menyadari keanehan Iky, namun aku tidak mau bertanya lebih lanjut. Aku hanya memberikan pelukanku untukmu sebagai responku.
"Dunia aku berat banget. Aku nggak akan bisa lama lagi, aku akan pergi."
"Apa maksudnya? Kamu mau menghilang lagi?"
Iky tersenyum kecil. Tangan Iky yang besar menyelipkan helaian rambutku. "Iya, aku akan hilang selamanya. Jantung aku udah rusak parah. Aku nggak bisa bertahan lama."
"Kok, kamu ngomongnya gitu?!"
"Kamu tahu sendiri, kan? Aku punya riwayat sakit jantung. Aku nggak punya kemungkinan untuk sembuh."
Aku tertawa pelan, tepatnya tawa yang mengiris hati. "Benci banget aku dengarnya."
"Nggak apa-apa, kalau kamu mau benci aku. Tapi, tetap jadi bocilnya aku, ya? Jangan berubah."
"Jokes kamu nggak lucu tau!" Aku tidak menerimanya. Aku tidak mungkin baik-baik saja mendengar setiap untaian kata menyakitkan yang berasal dari mulut Iky.
"Ssstt ...." Iky mengusap air mataku yang mengalir. "Bocil-nya Iky jangan nangis, dong. Lihat, tuh! Mata kamu merah dan mulut kamu jadi manyun. Lucu banget, sih."
Iky tertawa ringan melihat penampilan menggemaskanku. Namun, aku justru semakin menangis deras.
"Iky, nggak ada yang lucu."
Sesaat Iky terdiam melihatku. Kemudian, Iky menghembuskan napasnya pelan.
"Udah, ya, cantik. Jangan nangis lagi. Iky sedih kalau lihat kamu nangis. Iky ke sini cuma mau lihat wajah cantik kamu aja. Iky juga mau bilang makasih, karena kamu udah izinin Iky suka sama kamu, walaupun kamu nggak balas perasaan Iky."
Maaf, Iky, maaf karena aku belum membalas perasaan kamu saat itu. Aku takut untuk jatuh cinta, aku takut tersakiti. Namun, kini aku telah mencintaimu. Sangat.
Ini tidak adil. Saat aku mulai membalas perasaanmu, kamu justru pergi jauh dari dunia ini.
Iky, sampai sekarang aku masih mengingatmu. Aku tidak bisa melupakan setiap momen yang kita alami bersama. Jujur saja, aku masih belum bisa mengikhlaskanmu.
Aku masih menyimpan boneka panda pemberianmu yang kini sudah usang. Aku masih menyimpan hoodie abu-abu milikmu yang kamu pinjamkan padaku, aku masih menyimpan video dan foto kita berdua, dan masih menyimpan buket bunga yang kamu berikan. Bunganya sudah layu, tetapi aku masih menyimpannya hingga sekarang.
Semua tentangmu masih tersimpan rapat dalam ingatanku, termasuk saat kamu menghembuskan napas terakhir kalinya.
Iky, aku sayang sama kamu, aku rindu kamu, aku sangat mencintaimu. Aku berharap, kita dapat bertemu lagi.
Kamu tahu, Iki? Nggak akan ada orang yang bisa menggantikan posisi kamu di hatiku. Kamu akan selalu memiliki tempat di bagian dalam hatiku.