Mentari pagi mulai menghangatkan tanah yang basah oleh hujan semalam. Di sebuah desa kecil yang terpencil, kehidupan perlahan-lahan kembali berdenyut. Sepanjang tahun, desa itu dihantam oleh musim kering yang membuat tanah retak dan tanaman tak bisa tumbuh. Penduduknya harus bertahan dengan segala kesulitan, saling menguatkan di tengah kekurangan.
Di tengah suasana sepi itu, seorang perempuan bernama Avery berdiri di depan rumahnya yang sederhana. Rambut hitamnya terurai diterpa angin pagi yang sejuk. Tatapannya tajam mengarah ke cakrawala. Sudah lama ia menantikan perubahan, sesuatu yang bisa mengangkat beban berat yang menekan desanya.
Hari ini, langit tampak lebih cerah. Suara gemuruh samar terdengar dari kejauhan. Avery merasakan getaran kecil di tanah di bawah kakinya. Hatinya berdebar, ada sesuatu yang mendekat. Ia memejamkan mata, mendengarkan lebih dalam.
"Apakah itu benar?" gumam Avery kepada dirinya sendiri.
"Dapatkah kamu mendengar derap kuda?" tanya seseorang di belakangnya, suara tua penuh harapan. Itu adalah Pak Jaya, seorang tetua desa yang sudah lama kehilangan semangat, namun kali ini matanya berbinar.
Avery membuka mata. Ya, sekarang suaranya semakin jelas. Derap kuda. Suara kuat yang memecah kesunyian, seolah membawa jawaban atas doa-doa yang selama ini mereka panjatkan.
"Mereka sedang datang," bisik Avery. Ada kilatan tekad di matanya.
Tak lama kemudian, di kejauhan, debu mulai naik. Siluet beberapa penunggang kuda muncul dari balik bukit, membawa kereta penuh dengan persediaan makanan, air, dan benih tanaman. Mereka adalah utusan dari kota besar, yang akhirnya menemukan desa yang hampir terlupakan ini. Kuda-kuda itu menandakan akhir dari masa-masa sulit, membawa harapan baru bagi penduduk desa yang telah lama tertunduk.
Warga desa berkumpul, hati mereka dipenuhi kebahagiaan. Air mata jatuh di pipi Avery saat ia menyadari bahwa perjuangan mereka tak sia-sia. Masa kelam itu sudah berlalu, dan kehidupan baru sedang menanti.
"Hari-hari sulit sudah berakhir," ucap Avery dengan senyum tipis di bibirnya. "Sekarang, mari kita sambut harapan yang datang."