“Senja di Tepi Danau”
Matahari mulai merangkak turun di ufuk barat, menyisakan semburat jingga yang memantul lembut di permukaan danau. Di tepi danau itu, duduklah seorang pemuda bernama Arka, menikmati ketenangan yang jarang sekali ia rasakan. Langit yang berubah warna dengan cepat membuatnya teringat akan masa kecil, saat ia dan ayahnya sering memancing di tempat yang sama.
Sudah lima tahun sejak ayahnya pergi meninggalkannya untuk selamanya, dan sejak saat itu, Arka tak pernah lagi datang ke danau ini. Namun hari ini, rasa rindu yang menggelitik hatinya membawanya kembali ke tempat penuh kenangan ini. Ia duduk di kursi kayu yang sama, yang kini terlihat lebih tua dan rapuh, persis seperti perasaannya yang mulai terkikis oleh waktu.
Suara gemericik air yang menabrak bebatuan kecil di tepi danau menemaninya. Angin lembut menerbangkan daun-daun kering dari pepohonan di sekitarnya, menari-nari di udara sebelum jatuh perlahan ke permukaan air. Arka memejamkan mata, membiarkan semua itu meresap ke dalam dirinya.
Tiba-tiba, sebuah suara pelan memecah keheningan. "Kamu sering ke sini?"
Arka membuka mata dan menoleh. Seorang gadis dengan rambut terurai, membawa sebuah buku di tangannya, berdiri tak jauh darinya. Ia tersenyum kecil, agak malu.
"Kadang-kadang," jawab Arka singkat. "Tempat ini mengingatkan aku pada seseorang."
Gadis itu mengangguk pelan, lalu tanpa banyak bicara lagi, ia duduk di kursi kayu di sebelah Arka. Mereka tak saling kenal, namun keheningan yang tercipta di antara mereka terasa nyaman, seperti mereka telah berbagi cerita tanpa perlu mengucapkan sepatah kata pun.
Seiring waktu berlalu, mereka mulai saling bercerita—tentang hidup, kenangan, dan impian. Gadis itu bernama Naya, seorang penulis muda yang sering datang ke danau untuk mencari inspirasi. Ia bercerita tentang keluarganya, tentang mimpi-mimpinya yang tertunda, dan tentang bagaimana ia merasa tenang di tempat ini. Arka pun bercerita tentang ayahnya, tentang kehilangan yang ia rasakan, dan bagaimana sulitnya mencari kedamaian di tengah keramaian hidup.
Senja semakin memudar, dan cahaya bulan mulai terlihat samar di langit. Namun, bagi Arka dan Naya, malam itu terasa terang. Di bawah langit yang dipenuhi bintang-bintang, mereka berbagi tawa, kebisuan, dan rasa yang selama ini tersembunyi dalam hati masing-masing.
Danau yang tenang itu seakan menjadi saksi pertemuan dua jiwa yang telah lama mencari tempat berlabuh. Meski mereka belum tahu apa yang akan terjadi esok hari, malam ini mereka merasa seakan waktu terhenti, memberikan mereka ruang untuk sejenak beristirahat dari dunia yang begitu sibuk.
Di tepi danau itu, di bawah langit yang kini berselimut bintang, Arka dan Naya menemukan arti kedamaian yang selama ini mereka cari.
Tamat.