Di sebuah kota kecil yang sunyi, hiduplah seorang perempuan bernama Avery. Hidupnya selalu dipenuhi pertanyaan yang tidak pernah ia temukan jawabannya. Ia selalu bertanya-tanya mengapa manusia, termasuk dirinya, terus mencari cinta meski tahu bahwa cinta bisa membawa rasa sakit yang mendalam. Seperti air yang tak pernah berhenti mengalir, hati manusia pun tak bisa berhenti merindukan cinta.
Avery pernah jatuh cinta, dan dari setiap kisah cintanya, ia selalu berakhir terluka. Namun, yang membingungkannya adalah meskipun luka itu membekas, ia tetap kembali mencari cinta. Seolah-olah ada sesuatu di dalam dirinya yang terus menuntunnya untuk mengulang siklus yang sama. "Sebelum kita melihat akhirnya, kita tidak bisa mengakhiri ini," bisik Avery pada dirinya sendiri. Ada rasa pasrah dalam caranya menerima cinta, seolah ia tahu bahwa rasa sakit adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan itu.
Dalam setiap hubungannya, Avery sering merasa bahwa tanpa rasa sakit, hidupnya tak berarti. Setiap perpisahan yang ia alami, meskipun menyakitkan, membuatnya merasa lebih hidup, lebih nyata. "Tanpa rasa sakit ini, aku tidak berarti apa-apa," gumamnya suatu malam, sambil menatap langit berbintang di atas balkon apartemennya. Di balik keindahan langit malam itu, ada kesepian yang tak bisa ia sangkal.
Avery sering berpikir bahwa mungkin, manusia memang terlahir untuk sendirian. Bahwa cinta hanyalah ilusi yang kita ciptakan untuk melawan kesendirian yang sudah menjadi bagian dari kodrat kita. "Tapi mengapa kita masih mencari cinta?" tanyanya pada dirinya sendiri. Meskipun tahu bahwa cinta sering kali berakhir dengan luka, ia tetap ingin mencarinya, tetap ingin merasakannya, seperti kebutuhan yang tak bisa dijelaskan.
Malam itu, Avery menyadari sesuatu. Mungkin, jawaban dari semua pertanyaannya bukanlah tentang menghindari rasa sakit atau mencari kesempurnaan dalam cinta. Mungkin, cinta adalah tentang menerima keduanya—rasa sakit dan kebahagiaan, kesendirian dan kebersamaan—karena di sanalah letak keindahan yang sebenarnya. Cinta bukan hanya tentang hasil akhir, tapi tentang perjalanan, tentang keberanian untuk merasakan segala hal, meskipun itu berarti terluka.
Di tengah malam yang sepi, Avery tersenyum. Ia mungkin tidak pernah menemukan jawaban yang pasti, tapi kini ia tahu, meskipun terlahir sendirian, manusia akan selalu mencari cinta. Bukan karena kita takut akan kesepian, tapi karena kita percaya bahwa di balik setiap rasa sakit, ada makna yang lebih besar yang menunggu untuk ditemukan.