Haris terbangun dengan kepala berdenyut. Ia membuka mata perlahan, dan anehnya, ia tidak berada di kamarnya. Suara kipas angin yang familiar terdengar, dan matahari yang menembus tirai jendela terasa lebih hangat dari biasanya. Haris bangkit dari tempat tidur, menatap sekeliling dengan rasa bingung yang mendalam.
"Apa ini?" gumamnya.
Kamarnya tampak aneh. Barang-barang yang dulu ia miliki, meja kayu yang sudah lama rusak, poster lama di dinding, dan bahkan laptop tua yang sudah dijual beberapa tahun lalu, semuanya ada di tempatnya. Perasaan aneh mulai merayap dalam dirinya. Dengan langkah cepat, ia berjalan ke cermin di sudut kamar.
"Astaga... apa aku bermimpi?"
Rambutnya lebih pendek dari yang terakhir ia ingat, wajahnya terlihat lebih muda. Ini bukan dirinya yang berusia 28 tahun. Ini dirinya empat tahun yang lalu, saat ia masih berusia 24. Haris menatap tanggal di layar ponselnya, yang tergeletak di meja samping tempat tidur.
3 April 2020.
"Duh, bagaimana bisa?" pikirnya sambil menatap layar ponsel, lalu meletakkannya kembali. Ia tidak yakin bagaimana ia bisa kembali ke tahun 2020, tetapi fakta itu terlalu jelas untuk diabaikan. Ini bukan mimpi. Ini nyata. Haris benar-benar terlempar ke masa lalu.
Sejenak, ia duduk di tepi tempat tidur, mencoba mencerna semua ini. 2020. Tahun ketika ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menunda-nunda, bermalas-malasan, dan terlalu takut untuk benar-benar memulai hal yang ia impikan: menulis. Haris, yang kini berasal dari tahun 2024, menatap ke layar laptop tua di depannya. Inilah saat yang paling ia sesali, saat di mana ia membiarkan rasa takut menghentikannya dari melakukan apa yang sebenarnya ingin ia lakukan.
Waktu berjalan terasa lambat, pikirnya, tapi empat tahun berlalu begitu cepat. Tahun 2024 adalah saat ia sudah menjadi penulis, tapi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk sampai ke sana. Haris mengingat semua malam-malam panjang di 2020, di mana ia lebih banyak menonton serial TV atau bermain gim alih-alih menulis.
“Aku kembali di titik ini lagi,” Haris bergumam.
“Ini kesempatan kedua.”
Senyuman kecil terbentuk di wajahnya. Ia tidak tahu bagaimana atau mengapa ia kembali ke masa ini, tetapi jika ini adalah kesempatan untuk mengubah segalanya, maka ia tidak akan menyia-nyiakannya.
**
Selama beberapa hari berikutnya, Haris mencoba hidup seperti biasa, tetapi tentu saja, ia tahu terlalu banyak. Ia tahu tentang pandemi yang segera datang, tentang betapa sulitnya tahun 2020 bagi semua orang, tapi ia juga tahu bagaimana memanfaatkan waktu yang tak banyak ia sadari saat itu.
Ia membuka laptopnya, menatap layar kosong. Di tahun 2020 yang pertama, ia sering bingung harus memulai dari mana. Ada ketakutan bahwa tulisannya tidak akan cukup bagus, bahwa ia akan gagal, dan bahwa tidak ada yang akan tertarik membaca karyanya. Tapi kali ini berbeda. Haris tahu, menulis adalah sebuah perjalanan. Ia tidak harus langsung sempurna, yang penting adalah memulai.
“Menulis,” Haris tersenyum kecil. “Aku bisa melakukan ini.”
Ia menuliskan kata-kata pertamanya. Awalnya canggung, namun ia membiarkan dirinya mengalir. Bukan tentang apakah itu bagus atau tidak, tetapi tentang keberanian untuk menaruh ide di atas kertas, sesuatu yang ia pelajari empat tahun dari masa ini. Haris mengingat betapa bangganya ia ketika pertama kali menyelesaikan cerpen di tahun 2023, setelah berkali-kali gagal sebelumnya. Itu menjadi titik balik hidupnya. Tapi sekarang, dengan waktu di tangannya lebih cepat, ia bisa memulai dari sekarang.
**
Seiring berjalannya hari, Haris menjadi semakin produktif. Setiap pagi, ia bangun dan mulai menulis. Tidak ada lagi menunda-nunda atau mencari alasan. Ia menulis tanpa rasa takut, tanpa rasa khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan. Ia menulis untuk dirinya sendiri.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Ada saat-saat di mana ia merasa frustrasi karena ide-idenya tidak selalu berhasil seperti yang ia bayangkan. Kadang-kadang, ia ingin menyerah dan kembali ke kebiasaan lamanya yaitu menonton serial dan membuang waktu di media sosial. Tapi setiap kali godaan itu muncul, Haris mengingat dirinya yang berusia 28 tahun. Ia mengingat rasa penyesalan yang dulu ia rasakan karena tidak memulai lebih cepat.
“Saat itu, aku menunggu terlalu lama,” gumamnya. “Sekarang aku punya kesempatan untuk memperbaikinya.”
Dia mulai menyusun cerpen-cerpen kecil, lalu berlanjut ke cerita yang lebih panjang. Haris tahu betul, menulis itu bukan soal kecepatan. Ia menekankan pada dirinya bahwa proseslah yang penting. Seiring waktu, ia semakin percaya diri dengan kemampuannya. Di tahun 2020, Haris versi lama mungkin baru belajar dasar-dasar menulis, tetapi kini, Haris yang berasal dari tahun 2024 telah membawa pengalaman dan pelajaran yang ia peroleh selama empat tahun terakhir.
Tak lama setelah itu, ia menyelesaikan cerpen pertamanya. Kali ini, jauh lebih cepat dari yang ia ingat. Haris menatap layar dengan bangga, senyum lebar di wajahnya. Ia sudah melangkah lebih maju dari sebelumnya.
"Kenapa aku tidak melakukan ini dari dulu?" pikirnya.
**
Satu sore, saat Haris sedang duduk di depan laptopnya, ia mulai berpikir tentang apa yang terjadi setelah ia kembali ke masa ini. Apakah hidupnya di 2024 akan berubah? Apakah ia masih akan kembali ke masa depan? Pikiran itu sempat membuatnya bingung, tetapi Haris kemudian sadar bahwa hal terpenting bukanlah masa depan yang belum ia ketahui, melainkan saat ini.
“Kalau aku kembali atau tidak, itu bukan masalah,” gumamnya sambil memejamkan mata sejenak.
“Yang penting, aku sudah memulai.”
Waktu terus berjalan, dan Haris terus menulis. Ia mengubah cara pandangnya tentang waktu, tentang pencapaian, dan tentang rasa takut yang dulu sering menghantuinya. Kini, dengan kesadaran baru, ia merasa lebih bebas.
Setiap hari menjadi kesempatan baru, dan Haris tak lagi dihantui oleh kegelisahan akan masa depannya. Karena bagi Haris, yang penting bukanlah di mana ia berakhir, tapi bagaimana ia menjalani setiap momennya sekarang, di masa lalu ini, atau bahkan di masa depan nanti.
Dan saat itu, ketika ia kembali menatap jendela kamarnya, Haris tersenyum. Ia merasa telah menemukan kembali sesuatu yang hilang dalam dirinya.. bukan hanya waktu, tetapi juga keberanian untuk percaya pada proses, dan pada dirinya sendiri.
Entah kapan atau bagaimana ia akan kembali ke tahun 2024, Haris tahu satu hal pasti "dia tidak akan menyesal lagi."