Pyar! Suara nyaring yang mampu memekakkan telinga yang berasal dari gelas melayang hingga membentur tembok dan dan hancur menjadi serpihan, merebut atensi lautan manusia yang memadati tempat tersebut.
Di sana terdapat seorang gadis, wajahnya memerah, dadanya bergerak naik-turun dengan hati yang bergemuruh karena ombak kecemburuan bercampur emosi yang menyelimutinya, sedang menatap dua sejoli yang tertunduk malu karena terpergok sedang berciuman dengan gairah yang tersulut. Sangat panas.
“Jadi, apakah ini merupakan kegiatan kampus yang kau bilang itu, Oppa?" gadis itu bertanya sembari menatap penuh intimidasi.
Lelaki di depannya itu terkesiap, “Chagiya, a ... aku bisa jelaskan."
“Kalau begitu jelaskan!"
“Ini tidak seperti yang kau lihat."
“Oh, ya? Jadi maksudmu aku ini buta dan tidak dapat melihat dengan jelas ... begitu?"
“Bu ... bukan seperti itu maksudku, aku ... aku dijebak, perempuan ini menggodaku!" pria itu masih mencoba mencari seribu alasan untuk meyakinkan sang kekasih.
“Ah, kupu-kupu malam ini menggodamu dengan tubuhnya yang bahkan tidak seberapa jika dibandingkan denganku? Lihatlah tubuh kurang gizi ini. Bagaimana bisa ia percaya diri menjajakan tubuhnya yang seperti jarum jahit. Kau butuh uang, eoh?" sang gadis memandang remeh wanita yang tadi berada di pangkuan kekasihnya. “Berapa uang yang kau butuhkan? 10 juta? 100 juta? 1 Milyar? Aku tidak menyangka ternyata harga diri dan tubuhmu mampu dibayar dengan uang. Serendah itukah harga dirimu?"
Wanita itu menangis terisak, karena harga dirinya seakan dihempaskan jauh hingga ke dasar bumi, ia merasa hina. Nafasnya tercekat tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.
Jauh di sana ada seorang pria yang menyaksikan pertengkaran itu sambil menyesap sampanye, mata elangnya memperhatikan dengan seksama.
***
Gadis itu mendekati kekasihnya, kemudian menghajarnya tanpa belas kasihan hingga sang pria tergeletak dengan bersimbah darah. Begitu juga dengan wanita di pangkuannya, gadis itu membenturkan kepala wanita ke tembok berkali-kali hingga pingsan dalam keadaan mengenaskan.
“Kita putus, Oppa!" ucapnya mutlak kemudian pergi meninggalkan pria yang tergeletak dengan keadaan setengah sadar.
“Gadis yang menarik," gumam pria yang sedari tadi menjadi penonton.
***
Dalam cahaya lampu yang temaram, dengungan musik, dan hiruk-pikuk lautan manusia yang tenggelam dalam tarian dan kesenangan mereka, gadis itu sudah menghabiskan setidaknya 3 gelas sampanye, hingga kesadarannya lambat laun terkikis.
“Hiks ... kau brengsek, Oppa. Kau brengsek. Apa salahku, apa kurangku, hingga kau tega mengkhianatiku?!" teriakan itu terdengar pilu. Setelah ia membayar sampanye yang ia minum, gadis itu berjalan keluar meninggalkan diskotek dengan langkah sempoyongan.
“Argh, dasar Richard Park bajingan!" ditendangnya kaleng bekas itu dengan keras hingga mengenai kepala pria dewasa.
“Oi, siapa yang melakukan ini padaku, cari mati kau?!" teriak pria yang kepalanya terkena kaleng bekas itu.
“Ya, Ahjusshi tua kau ingin menantangku berkelahi? Aku tidak takut," ucap gadis itu dengan jalan yang masih sempoyongan, matanya memerah. ”Ayo sini lawan ak ...."
Belum selesai bicara tubuh gadis itu ditarik kencang oleh pria yang tidak diketahui namanya itu, “Maafkan gadisku jika membuat keributan. Ia kekasihku dan kami sedang bertengkar, oleh karena itu ia sedang mencoba menarik perhatianku."
Gadis itu memberontak, “Hei, apa maksudmu. Siapa kau? Aku bukan kekasihm ... mphhh!"
“Tolong jangan dengarkan dia, sekali lagi maafkan kekasihku, kami permisi!"
“Lain kali jaga kekasihmu, beruntung aku belum menghabisi gadis besar mulut itu!" peringat pria dewasa itu.
“Baik."
Pria itu kemudian memasukkan gadis tersebut ke dalam mobilnya.
“Hei, lepaskan aku, kau ini siapa? Apa kau berniat menculikku? Dasar Ahjusshi predator!" makinya, “cepat, turunkan aku!"
Gadis itu masih memberontak, berusaha melepas safety belt. Namun, sayangnya tidak bisa, mata sebulat burung hantu miliknya mendelik marah pada pria pemilik mata elang tersebut.
Pria itu mencondongkan tubuhnya ke arah sang gadis dan menyesap bibir hati sang gadis agar gadis itu diam.
Rasanya manis dan lembut bagai cream soda yang pecah di dalam mulut yang mampu membuat pria itu merasa candu.
Sementara gadis bermata burung hantu itu hanya mematung, tubuhnya seolah terkena listrik dan tak mampu bergerak.
Detik berikutnya kegelapan merengkuhnya. Membuat pria itu menyeringai.
****
Sinar mentari sudah mengintip malu-malu melalui celah tirai jendela. Gadis itu mandi dengan kilat dan mengenakan seragam serta menyisir rambutnya dengan serampangan. Ia sudah terlambat. Kejadian di diskotek tersebut sudah dua minggu berlalu.
Selesai dengan ritualnya gadis itu bergabung dengan keluarganya untuk sarapan bersama.
“Pagi, Appa, pagi Eomma," sapanya yang dibalas tatapan aneh kedua orang tuanya.
“Sayang, kau terserang badai pagi ini?" tanya Eomma-nya.
“Tidak Eomma. Sooya sudah terlambat. Ayo Appa, Sooya tidak ingin dihukum Seosaengnim!" pekiknya lalu lari ke mobil sang Appa.
***
Benar saja saat tiba di sekolah ia sudah terlambat. Beruntung satpam sekolah sedang tidak berada di pos jaga. Juga tidak ada guru piket yang berjaga. Ia mengendap-endap menuju kelasnya.
“Gawat, kenapa sudah ada Guru yang mengajar?!" batinnya jengkel. Terserah Sooya tidak peduli ia tetap mengendap-endap hingga sampai ke bangkunya, berharap gurunya tidak melihatnya karena sedang fokus menulis di papan tulis.
“Ah, aman. Untung dia tidak melihat," batinnya lega dan duduk nyaman di bangkunya.
“Kau terlambat Do Sooya?" suara yang terdengar berat dan dalam itu memecah keheningan kelas, hingga guru tersebut membalikkan badannya menatap barisan para murid di kelas tersebut. Detik berikutnya mata Sooya membola seketika, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“K ... kau ...? Tidak mungkin!"
“Hello again Do Sooya, I found you Baby Owl, and you are mine," ucapnya tanpa suara sambil menatap Sooya dengan seringai khasnya. Membuat Sooya membeku seketika.