Langit kala membiru dan bercahaya, setelah kehadiran langit yang gelap dan juga hujan lebat yang menitikkan air, hingga jatuh ke atas permukaan bumi. Hal itu, malah membuat genangan air di sekitar jalanan.
Para anak-anak bahkan bermain dengan genangan air itu, suasana hati mereka berubah cepat menjadi suasana hati yang lebih senang. Tentu itu sangat menyenangkan bukan?
Namun, mengapa lelaki dewasa ini juga malah mengikuti anak-anak yang lainnya? Apakah ia lupa dengan umurnya? Pikir Sea yang mengernyitkan alisnya bingung. Aneh sekali, bahkan lelaki itu sedang berjongkok memainkan genangan air yang kotor itu. Sea tidak menyukainya.
Karena, di pagi hari ini ketika Sea hendak pergi ke pasar, memakai jaket warna navy kesayangannya, cuaca hari ini tampak dingin. Lalu, ia malah bertemu sekaligus melihat sosok lelaki yang familiar tengah bermain dengan genangan air bersama anak-anak yang lainnya.
"Heh, lo ngapain dah, di situ?" tanya Sea yang mulai melangkah untuk mendekati lelaki tersebut. "Lah, serah gue." jawab Abiru dengan tatapan tak suka.
"Daripada lo gabut, mending anterin gue ke pasar dah," akhirnya Sea ingin memanfaatkan kegabutan Abiru saja. "Yaudah boleh, tapi bayar ya ongkosnya," terima Abiru yang tadinya jongkok memainkan genangan air. Kini, ia berdiri di depan Sea. Membuatnya, Abiru terlihat lebih tinggi daripada Sea.
"Gitu amat si, dimintain tolong. Ga ikhlas lo," "Emang ga ikhlas, kenapa?" balas Abiru. "Yaudah, ayok, gece. Gue mau masak nih." tuntas Sea yang memutar bola matanya malas. Disambut baik oleh Abiru yang mengangguk kan kepalanya, mengerti.
Sea mulai menunggu beberapa menit untuk Abiru yang sedang mengambil motornya. Setelah itu, baru mereka akan pergi berangkat bersama ke pasar. Abiru pun sampai di depan Sea, mengendarai motor sport-nya dan memakai jaket hitam serta helm full face.
"Anjayy, gila lo, keren banget!" kagum Sea yang menatapnya dengan tatapan berbinar. Siapa yang tak akan kagum? Semua orang pasti akan kagum oleh pesona yang dibawa lelaki itu. Di dalam helm Abiru, ia hanya tersenyum ketika pujian Sea masuk ke dalam indra pendengaran nya.
"Gue naik ya." izin Sea dibalas dengan anggukan Abiru. Perlahan Sea menaiki motor sport milik Abiru dan menduduki di belakang jok motor. Sea lantas memegang erat ujung jaket Abiru, hal itu membuat Abiru sedikit heran.
"Lo peluk gue aja, nanti lo malah jatuh kalo megang ujung jaket gue doang," ujar Abiru perhatian.
"Dih, serah gue."
"Oke, kalo gue ngebut trus lo hampir jatuh, bukan salah gue ya. Kan gue udah bilang sama lo," Abiru menatap Sea lewat kaca spion motornya. Ia tersenyum tipis ketika melihat raut wajah kesalnya Sea.
"Brisik, makanya lo jangan ngebut!" jengkel Sea tak terima.
Tanpa disadari, Abiru mengegas motornya dengan kecepatan penuh. Berhasil membuat Sea takut setengah mati, bahkan ia memeluk erat pinggang Abiru.
"Sialan lo! Dasar modus!" rutuk Sea yang meraut wajahnya cemberut. Abiru hanya tertawa kecil untuk menanggapi perkataannya. Ia sangat senang, moment ini lah sangat berharga bagi Abiru.
Ngueenggg..
Tidak butuh waktu lama, mereka hampir sampai ke tempat tujuan. Abiru memarkirkan motornya di parkiran, sedangkan Sea turun dari motornya dan menunggu Abiru.
Pasar yang begitu ramai, suara samar-samar sampai ke telinganya Sea. Jalanan yang kotor karena genangan air hujan yang membasahi jalanan tersebut. Alhasil, Sea mengeluh. Abiru hanya menggeleng pelan, sudah terbiasa dengan sikap Sea yang sedikit-sedikit mengeluh.
"Lo udah sarapan, Ru?" tanya Sea yang tiba-tiba berhenti di tengah jalan ketika mereka sedang menjelajahi pasar itu. Abiru mengernyitkan alisnya heran. Lagi dan lagi, Sea sangat suka tiba-tiba.
"Belum, kenapa?" tanya balik Abiru, singkat. Sea mengangguk, dan jari telunjuknya yang lentik itu, menunjuk ke arah suatu tempat. Tertulis sebuah kalimat di papan besar dekat dengan tokonya. 'Bubur ayam, Mas Agus.'
Abiru mengerti apa yang dimaksud dengan Sea. Akan tetapi, ia ingin bertanya untuk memastikan. "Makan di sana?" tanya Abiru kepada Sea.
"Iya, lo mau ga?" tanya sekali lagi Sea.
"Mau, kalo dibayarin," gurau Abiru.
"Dih ogah, dasar cowok mokondo." kesal Sea yang menatap Abiru dari atas sampai bawah. Sangat tak suka, jika Sea harus berhadapan oleh orang yang suka minta traktir.
"Canda doang elah. Iya, gue bayar sendiri." final Abiru mengiyakan perkataan Sea. Abiru akui, sifat Sea memanglah sarkas sekali. Abiru sudah terbiasa dengan kelakuan Sea setiap hari ketika bertemu.
Akhirnya kedua makhluk hidup itu menghampiri toko bubur ayam tersebut. Sea meraih kursi untuk ia duduki, begitu pula sebaliknya dengan Abiru. Sea mulai berbicara dan memesan makanan yang ia inginkan. Abiru menatap seksama kegiatan yang dilakukan oleh Sea.
Lucu sekali, pikir Abiru. Abiru tersadar, Sea sedang memanggilnya berkali-kali. "Lo bolot atau gimana sih? Lo mau pesen apa?" tanya Sea yang kembali kesal.
Abiru mengusap wajahnya dengan kasar, apa yang baru saja ia pikirkan? Ah sudahlah. Abiru juga samanya, memesan makanan yang ia inginkan. Pastinya itu bubur ayam.
Sampai, makanan yang mereka pesan akhirnya sampai ke meja makanan mereka. Sea yang tadinya memasang wajahnya cemberut, kini berubah menjadi senyuman yang indah terukir di wajah cantiknya.
"Dasar cewek, pantesan marah-marah. Ternyata lagi laper." monolog Abiru yang sedikit terkejut dengan perubahan emosinya Sea. Bubur milik Sea tanpa diaduk, sedangkan Abiru, mengaduk semua buburnya itu. Beda sekali, bukan?
"Gue mah tim bubur engga diaduk," ujar Sea yang menyuapi dirinya oleh sesendok bubur. "Gue tim bubur dikuncir." gurau Abiru melihat tatapan sinis dari Sea.
Sepertinya Sea agak sulit untuk diajak bercanda. Lihat saja ekspresinya. Akan tetapi, bukan itu saja yang menjadi Abiru fokus. Saat Sea mengunyah dan menelan bubur itu satu persatu, terlihat pipinya yang chubby ketika mengunyah bubur tersebut.
Abiru hanya tersenyum tipis dan melanjutkan melahap buburnya itu. Ini enak sekali, seperti nya Abiru akan menjadi langganan di toko bubur ini. Rasanya, membuat ia teringat oleh masakan bubur ibunya.