Matahari terlihat bersinar begitu terik siang itu, beberapa debu jalanan terlihat berterbangan menghempas tubuh renta seorang lelaki tua yang masih sibuk mengorek-ngorek tong sampah di sudut terminal,mengais botol-botol bekas tanpa meperdulikan bulir kringat membasahi kaos lusuh yang ia gunakan
Setelah apa yang di carinya selesai,dengan langkah pincang lelaki itu berjalan meninggalkan terminal, menyusuri setiap sudut kota. Pak prapto,lelaki itu biasa di panggil,sosok lelaki berusia 65 tahun yang berjuang keras mengais botol bekas demi pengobatan putri semata wayangnya yang menderita kangker hati stadium akhir.
Dengan kaki palsu pak prapto menghabiskan hari-harinya di sudut jalan,mengabaikan terik matahari bahkan hujan yang menimpa tubuhnya,semua itu pak prapto lakukan demi kesembuhan putrinya.
Awalnya semua baik baik saja sebelum akhirnya sebuah kecelakaan di proyek bangunan tempat pak prapto berkerja merengut salah satu kakinya,dan tanpa bayaran pak prapto di berhentikan dari perkerjaannya. Dan beberapa bulan setelah kecelakaan itu istri pak prapto meninggal karena penyakit demam berdarah yang telat untuk di obati.
Sejak hari itu pak prapto hanya menghidupi kluarganya serta menanggung biaya pengobatan putrinya dengan menjadi seorang pemulung.
***
Siang itu langit terlihat gelap,beberapa bulir air mbahkan telah jatuh,namun itu tidak menyurutkan langkah pak prapto menyusuri jalanan dan berhenti tepat di tong sampah depan sebuah warung klontong.
Tangan tuan pak prapto mengais isi tong sampah,sebelum akhirnya sebuah suara menghentikan kegiatannya.
"Banyak pak dapatnya,"sapa seorang wanita paru baya yang baru saja kluar dari toko milikya.
Pak prapto tersenyum menyeka bulir kringat yang membasahi dahinya yang penuh kerut dan hitam di makan panas matahari.
"Alhamdulillah bu..untuk biaya pengobatan Hasna,"
Wanita itu tertawa mencerca putri yang memang tengah berjuang melewan penyakit kelainan jantung bawaan sejak lahir.
"Pak anak udah sekarat mau mati terus aja di perjuangin,lagian biaya pengobatan Hasna itu mahal...,nggak bakal cukup uang bapak!"
Ucap wanita itu begitu lugas tanpa menyadari perasaan pak prapto yang terluka.
Pak prapto menghela nafasnya,jemarinya bergetar menahan rasa sakit.
Mata tuanya tajam menatap wanita itu.
"Saya yakin Allah maha baik,dan menghargai setiap usaha mahluknya,saya akan terus berjuang demi kesembuhan putri saya...sekalipun saya harus menukar nyawa saya!"ucap pak prapto mengembalikan botol bekas yang ia ambil dari tong sampah milik wanita itu.
"Maaf saya tidak butuh botol dari manusia tidak punya hati seperti anda!"
Pak Prapto menarik grobaknya lalu berlalu pergi meninggal wanita itu yang masih meracau mengumpat dirinya.
Bulir air hujan mulai turun dengan derasnya menimpa aspal jalanan,menciptakan genangan air yang memantulkan tubuh renta pak prapto yang masih menyeret grobaknya.
"Ya allah atas rahmad mu ...hamba minta sembuhkan putri hamba...ya rabb,"ucap pak prapto mengais botol bekas di selokan jalan mengabaikan tubuhnya yang mulai mengigil.
***
Hujan sudah mulai reda,menyisakan titik-titik air yang menggenang di sisi-sisi jalan.sementara itu dengan langkah pincangnya pak prapto mulai berjalan menunuju sebuah gerbang sebuah rumah besar dengan halaman yang di penuhi karung karung berisi botol bekas.
"Pak,banyak dapatnya?"sapa seorang lelaki paru baya yang memanggul sebuah karung besar berisi botol-botol bekas.
"Alhamdulillah,lumayan mas,"pak prapto tersenyum memarkirkan grobaknya di belakang antrian stor.
Setelah beberapa saat menunggu akhirnya tiba giliran pak prapto maju membawa hasil botol bekas nya. Lelaki di depannya terlihat mengeryit melihat hasil timbangan pak prapto lalu membuka karung Pak Prapto.
Mata lelaki itu menajam meraih melhat cup-cup minuman di dalam botol Pak Prapto,
"BYURRR...!"
Tanpa aba-aba lelaki itu melempar sebuah cup yang penuh air ke wajah pak prapto.
Pak Prapto hanya diam beristighfar pelan.
"PAK PRAPTO..SAYA SUDAH BILANG JANGAN CAMPUR CUP MINUMAN DENGAN BOTOL APALAGI YANG PENUH AIR...MAU BIKIN SAYA RUGI KAMU!"bentak lelaki itu tanpa ampun.
Pak Prapto hanya diam,ia sadar akan kesahannya,jika tidak karena lupa dan terburu-buru ia tidak akan menyampur cup minuman dengan botol botol bekas miliknya.
"SUDAH KAMU SAYA PECAT..!, SILAHKAN CARI PERKERJAAN LAIN!"
Pak Prapto terhenyak.tangan tuanya segera meraih kaki lelaki itu,memohon iba.
"Tolong pak jangan pecat saya...,saya butuh uang untuk biaya pengobatan anak saya...tolong," Ucap Pak Prapto bersamaan dengan bulir hujan yang kembali turun.
Lelaki itu hanya diam membiarkan iba-an Pak Prapto di kakinya.merasa jengah akhirnya tanpa iba Lelaki itu menendang tubuh Pak Prapto hingga kaki palsunya terlepas.
"SILAHKAN PERGI..!,SAYA BILANG PERGI..!,SAYA TIDAK BUTUH RENGEKAN KAMU!...PERGI..,"
Bentak lelaki itu. Lelaki paru baya di belakang Pak Prapto segera memasang kaki palsu Pak Prapto lalu membatunya berdiri.
"Sudah Pak...,ayo pulang saja...sudah Pak,"Bisik lelaki paru baya itu men Pak Prapto menjauh dari rumah itu dengan bulir air mata membasahi mata tua Pak Prapto.
***
Suara adzan maghrib terdengar mengalun memanggil setiap insan untuk bersujud menghamba kepada Allah Al Akbar dan Al Ghofar tempat terbaik untuk bersandar.
Setelah selesai solat magrib Pak Prapto kembali menganti pakakiannya lalu melanjutkan perjalanannya menyusuri jalanan kota yang dingin.
Mata tua Pak Prapto nanar menatap ke arah sebuah warung bakso yang terlihat ramai,dan ingatanya segera tertuju kepada Hasna putrinya.
"Ya allah..bagaimana ini saya tidak bawa uang sepeser pun,sementara Hasna pasti belum makan Ya Allah...,"gumam Pak Prapto sendu,dan saat itu sebuah ide melintas di benaknya.
Dengan langkah pincangnya Pak Prapto menyebrangi jalanan menghampiri warung bakso di sebrang jalan.
"Assalamuallaikum pak..,"Sapa Pak Prapto,dan seorang lelaki berbadan gempal menyambutnya.
"Ada apa pak...,"Tanya lelaki itu menghentikan gerakan tangannya meracik bakso.
Pak Prapto terdiam sesaat lalu melihat Lelaki itu.
"Maaf mas...kalau bolejmh saya ingin bantu bantu nyuci piring boleh nanti saya minta kuah bakso saja tidak apa apa,"
Lelaki itu menghela nafasnya,ingin ia menolak namun melihat sosok Pak Prapto membuatnya iba.
"Baik tapi hanya kali ini ya pak besok besok tidak boleh,"
Pak Prapto tersenyum mengecup tangan lelaki itu,berkali kali mengucap terimakasih.
Lelaki itu hanya tersenyum merangkul tubuh renta pak prapto lalu mengajaknya menuju tempat cuci piring.
"Silahkan pak..,"ucap Lelaki itu dan dengan gesit Pak Prapto mulai mencuci piring di depannya.
***
Pak Prapto mengelap tangannya tepat saat pemiliki warung bakso memanggilnya seraya menenteng plastik bakso. Lelaki itu tersenyum menatap Pak Prapto yang menghampirinya.
"Sudah saja pak nyucinya ini buat bapak,"
Lelaki itu memberikan 1 plastik bakso kepada Pak Prapto yang terdiam.
"Ini untuk saya mas..?,saya minta kuahnya saja,kenapa di kasih bakso,"
Lelaki itu tersenyum menggenggamkan plastik bakso ke tangan Pak Prapto.
"Ambil saja pak tidak apa-apa,"
Pak Prapto menerima bakso itu lalu menatap lelaki di depannya. Mata tuanya terlihat memerah menahan tangis karena ia masih menemukan orang baik.
"Makasih pak, makasih,"
Pak Prapto mencium tangan lelaki itu yang menepuk pundaknya.
"Iya Pak sama-sama,"
Sahut lelaki itu menahan haru melihat sosok Pak Prapto.
***
"Assalamualaikum,"
Sapa Pak Prapto saat memasuki rumahnya yang begitu sederhana. Hanya berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu. Jika hujan turun maka rumah Pak Prapto akan tergenang air setinggi mata kaki. Namun di balik itu semua Pak Prapto masih mensyukuri nikmat Allah yang masih memberinya tempat tinggal.
"Bapak,"
Seorang gadis kecil menghampiri Pak Prapto yang langsung mengendongnya.
"Hasna, sudah makan nak?"
Hasna mengeleng pelan menjawab pertanyaan Ayahnya. Gadis kecil itu terlihat begitu polos dengan sorot mata sendu. Tubuhnya juga terlihat kurus akibat sakit yang ia derita.
Pak Prapto tersenyum mengusap rambut putri semata wayangnya itu.
"Bapak bawa bakso,"
"Bakso pak?"
Mata Hasna berbinar mendengar kata bakso karena makanan itu termasuk makanan mewah bagi Hasna. Jarang sekali bapaknya membawa pulang Bakso.
Setelah menuang bakso di dalam mangkok Pak Prapto segera memberikan kepada Hasna.
"Bapak udah makan?"
Tanya Hasna yang di jawab anggukan Pak Prapto yang sebenarnya menahan raa lapar di perutnya. Dan memilih berbohong demi putrinya.
"Makanlah nak, bapak sudah kenyang,"
Pak Prapto tersenyum melihat kebahagian putrinya.
***
Terik matahari terlihat menyinari kota metropolitan berpadu dengan asap jalanan yang menerpa tubuh Pak Prapto yang berjalan menyusuri kota. Sudah hampir setengah hari Pak Prapto mencari pekerjaan namun nihil apa yang di carinya belum kunjung hasil.
Merasa lelah Pak Prapto memilih duduk di kursi halte bersampingan dengan seorang lelaki paru baya dengan tas dan jaket hitam. Lelaki itu tersenyum ramah mendekat kearah Pak Prapto.
"Lagi cari kerja Pak?"
Tanya lelaki itu memperhatikan Pak Prapto.
"Iya Mas,"
Jawab Pak Prapto dan lelaki itu mengangguk.
"Bagaimana kalau ikut saya Pak Lumayan bayarannya besar,"
Tawar lelaki itu membuat Pak Prapto tertarik.
"Kerja apa Mas?"
Tanya Pak Prapto dan lelaki itu medekatkan mulutnya di telingan Pak Prapto.
"Pengedar Narkoba Pak,"
"Astaghfirullah,"
Pak Prapto terkejut lalu menjauhkan dirinya dari lelaki itu. Sorot mata Pak Prapto menajam.
"Sampai kapan pun saya tidak akan menerima tawaran itu, lebih baik saya Mati kelaparan dari pada kenyang dari barang haram!"
Tegas Pak Prapto yang mendapat tawa lelaki itu.
"Orang susah di kasih enak nggak mau, BODOH!"
Cerca lelaki itu dan Pak Prapto hanya diam mengatup erat giginya.
"Saya bodoh dan miskin tapi tidak miskin iman, tidak seperti anda!, Saya permisi!"
Pak Prato segera pergi meninggalkan lelaki itu lalu terisak di bawah lampu merah di tengah isak tangis Pak Prapto seorang pedadang asongan menghampirinya.
"Bapak, pak kenapa? Bapak lagi cari kerja? Belum dapat?"
Tanya penjual asongan itu mengajak Pak Prapto duduk di sebuah teras toko Mati.
"Iya Pak saya sudah mengelilingi kota tapi nihil padahal anak saya sendang sakit,"
Jelas Pak Prapto membuat rasa iba lelaki itu.
"Saya ada kerjaan jualan seperti ini jika mau nanti saya bilang sama pak Bos, bapak mau?"
"Apa pun saya mau asal halal pak,"
"Alhamdulillah, ini alamat bos saya Pak,"
Lelaki itu memberi selembar kertas memberi harapan kepada Pak Prapto.
***
Panas terik di dalam Bus tidak menyurutkan langkah Pak Prapto mengais rezeki setelah menjadi pedagang cangcimen.setelah menemui Bos pedagang Cangcimen Pak Prapto telah resmi mendapat perkerjaan barunya. Bus demi Bus Pak Prapto jelajahi demi kehidupan dan kesembuhan putrinya.
"Aqua bu , permen kacang pak, kipas dek,"
Pak Prapto menawarkan dagangannya tanpa mengetahui beberapa petugas satpol pp tengah beroprasi dan mulai menjarah Bus yang Pak Prapto tumpangi.
"Ya allah,"
Gumam Pak Prapto.
Dan sekejap saja tangan Pak Prapto sudah di cekal di bawa turun dari dalam bus lalu di masuk kan kedalam mobil. Beberapa kali Pak Prapto berusaha memberontak namun sia-sia. Dan harus berakhir di dinas sosial.
"Pak Prapto ya?"
Tanya seorang lelaki paru baya yang duduk di depan Pak Prapto yang hanya bisa mengangguk karena ia tidak tau apa yang harus di lakukan. Hanya Hasna yang ada di pikiran Pak Prapto saat itu.
"Tolong jangan tangkap saya Pak, anak saya sakit di rumah, saya melakukan ini demi putri saya demi kesembuhan anak saya,"
Mohon Pak Prapto membuat lelaki di depannya teridam melepas kaca matanya.
"Bisa kamu ceritakan kehidupan kamu?"
Tanya lelaki itu dan Pak Prapto mengangguk mulai menceritakan perjalanan hidupnya.
***
Lelaki dengan nama Ahmad Muzaky menggantung di name tagnya itu menghela nafas berat saat mendengar cerita Pak Prapto. Rasa iba dan tidak tega memenuhi hatinya.
"Begini Pak, jika Bapak Mau, Bapa bisa kerja di minimarket saya, jadi kasir ya lumayan Pak untuk biaya Pengobatan anak Bapak,"
Tawar Pak Ahmad yang mendapat angukan dari Pak Prapto.
"Saya Mau Pak, Alhamdulillah,"
Ucap Pak Prapto dengan kebahagiaan menyinari mata tuanya. Lelaki itu hanya mengangguk bahkan memeluk erat Pak Prapto yang memeluknya.
***
Satu minggu berlalu dan kini kehidupan Pak Prapto mulai membaik setelah ia berkerja di minimarket milik pak Ahmad. Hanya saja sejak tadi malam tubuh Hasna mengalami demam tinggi bahkan hingga mengigil. Pak Prapto yang pulang membawa sebungkus roti bakar segera menggendong putrinya yang terus saja menangis.
"Besok bapak gajian nak, kita priksa ya,"
Bisik Pak Prapto menidurkan Hasna bersama gelegar suara petir dari luar rumahnya yang di guyur hujan deras.
Dan pagi ini panas Hasna belum juga turun dengan terpaksa Pak Prapto harus tetap berkeja meninggalkan Hasna yang hanya bisa tertidur.
"Bapak pamit ya nak, Assalamuallaikum,"
Bisik Pak Prapto mencium kening Hasna dan berlalu pergi menuju tempatnya berkerja dengan menaiki angkuta umum.
***
Di hadapan Pak Ahmad kini 12 orang karyawan berjejer menunggu antrian pembagian gaji. Setelah mendapat gaji mereka segera kluar dari ruangan Pak Ahmad hingga akhirnya tiba giliran Pak Prapto.
Pak Ahmad menyodorkan 1 amplop coklat tebal.
"Silahkan Pak Prapto ini gaji bapak+bonus,"
Pak Ahmad tersenyum melihat Pak Prapto yang membuka amplop itu lalu menangis melihat isinya yang begitu banyak.
"Ini banyak sekali pak,"
"Itu untuk biaya pengobatan putri bapak,"
Jelas Pak Ahmad yang membuat tangis Pak Prapto semakin keras.
"Alhamdulillah ya Allah, terimakasih Pak Ahmad, saya tidak bisa membalas kebaikan Bapak,"
Pak Prapto tersenyum mencium tangan Pak Ahmad yang langsung memeluknya.
"Sekarang Pak Prapto pulang lalu bawa Hasna berobat ya Pak,"
Ujar Pak Ahmad yang di balas anggukan Pak Prapto. Setelah berpamitan dengan langkah cepat Pak Prapto segera kluar dari minimarket dan pulang menuju rumahnya.
Setelah menaiki angkutan Umum dengan langkah pincang setengah berlari Pak Prapto menyusuri jalan setapak menuju rumahnya. Namun persaan terkejut menghantam Pak Prapto saat melihat keramaian di rumahnya.
Pak Prapto segera menembus krumunan orang lalu masuk kedalam rumahnya. Dan seketika perasaan Pak Prapto hancur saat melihat putri semata wayangnya terbaring dengan kain menutupi wajahnya. Dengan tangan gemetar Pak Prapto membuka kain itu lalu memeluk tubuh dingin putrinya bersama isak tangis yang kluar dari mulutnya.
"Pak, saya tadi mau ngater lauk tapi Hasna sudah Meninggal,"
Jelas seorang ibu-ibu yang di susul isak tangis.
"Bapak pulang nak, bawa uang buat Hasna berobat tapi Hasna sudah sembuh, uang ini mau bapak apakan Nak...?"
Isak Pak Prapto semakin menjadi saat melihat uang di tanganya sebelum akhirnya kesadaran Pak Prapto hilang dan terjatuh dengan kepalanya di atas tubuh Hasna.
***
Setelah acara Pemakaman Hasna kini Pak Prapto hanya duduk diam di atas kasur di mana Hasna biasa tidur. Sorot kesedihan menghiasi mata tua Pak Prapto yang hanya bisa pasrah tanpa bisa melawan takdir.
Sebelum akhirnya tangan Pak Prapto menangkap sebuah lipatan kertas di bawah bantal Hasna.
Teruntuk Bapak...ayah terhebat sepanjang masa...
Terimakasih sudah menjadi ayah terbaik buat Hasna..
Hasna bangga banget punya Ayah seperti Bapak, baik, sabar, pengertian.
Maaf ya Hasna banyak ngrepoti Bapak bikin Bapak susah.
Mungkin waktu bapak baca surat ini Hasna udah sembuh, udah nggak sakit lagi
Bapak jangan sedih ya..., Nanti Hasna ikut sedih...
Bapak jaga diri baik-baik, Hasna bakal tunggu bapak di surga sama Bunda..
Makasih ya udah jadi Ayah yang hebat buat Hasna...
I love you Dad..
Pak Prapto hanya bisa menangis membaca surat Hasna. Membiarkan segala luka menguar dari tubuhnya mengigat segala perjuangannya demi kesebuhan putrinya.
"Bapak sayang Hasna dan Bapak yakin semua tidak akan sia-sia,"
***
1 tahun berlalu dan kini tiba saatnya Pak Prapto pergi meninggalkan rumah reot nya untuk pindah ke tempat lebih baik. Karena sebagian gaji Pak Prapto yang ia sisihkan telah berhasil membuatnya membuka Minimarket untuk menopang hidupnya.
Setelah menaikan semua barang-barang nya Pak prapto segera mengunci rumahnya meninggalakan semua kenangan berat yang ia lalui.
"Bapak Pamit ya Hasna, Bunda...,bapak tinggal kenangan kalian di sini tapi bapak akan hidupkan di hati bapak, karena bapak yakin apa yang bapak lalui tidak akan sia-sia,"
Bisik Pak Prapto menaiki mobilnya yang kemudian mulai menjauh meninggalkan segala kenangannya.