Sampai saat ini pun aku tidak mengerti dengan apa yang telah terjadi, apakah aku harus senang, sedih atau bahkan aku tidak tau untuk mengekpresikan nya.
Ku pikir hubungan ini hanyalah sebuah pertemanan biasa, tapi siapa yang menyangka bahwa sebuah pertemanan akan menimbulkan adanya sebuah perasaan yang entah datang dari mana.
"Mau mencoba? Untuk sementara jika kau betah kita akan lanjut, tapi jika tidak yeah I'm fine mungkin itu sudah jalan nya"
Aku tidak menyangka kalau lelaki yang ku kenal cuek dengan sekitarnya ini menyatakan perasaannya kepada ku, gadis biasa yang selama ini selalu mendamkan untuk di cintai oleh seseorang, apakah seperti ini perasaan di tembak secara langsung oleh seseorang?
Ku akui dari lubuk hatiku yang terdalam, aku mencintainya...tapi tidak terpikir olehku kalau cinta ku ini tidaklah bertepuk sebelah tangan.
"Bagaimana?"
Aku menatap dalam manik coklat lelaki yang tengah berdiri di hadapan ku, matanya yang berbinar meminta jawaban yang pasti menatap ku lekat penuh rasa kekhawatir, apakah aku akan menerimanya atau sebaliknya aku akan menolaknya mentah-mentah...
"Baiklah... Tapi..." Aku bediam sejanak
"Why?"
Lelaki itu kembali menatap ku penuh pertanyaan
"Aku tidak yakin kalau hubungan kita akan bertahan lama" aku memalingkan wajahku, menatap ke rerumputan luas di sana mendapatkan 2 ekor kupu-kupu yang tengah terbang kesana kemari. Seandainya... Apakah pilihan ku menerimanya merupakan pilihan yang tepat? Apakah dengan menerimanya aku akan bisa merasakan cinta yang selama ini ku cari? Apakah aku akan sama seperti kupu-kupu itu?
"Kita belum mencobanya bukan? Kenapa kau sudah berpikir seperti itu?"
"Aku hanya kepikiran, entah kenapa pikiran itu terlintas di kepalaku"
"Lupakan itu, ayo kita coba dulu. Kalau kau tidak betah dengan hubungan ini it's okey gapapa"
"Aku bisa memaklumi nya"
"Maaf kalau pertanyaan ku sedikit aneh" aku menatap kembali wajahnya dan tanpa kusadari wajah tampan itu ternyata sudah berada tepat di hadapan ku aku tersentak kaget dan refleks menjauhkan muka namun di tahan olehnya
"Jadi apakah sekarang kita sudah pacaran?" Tanyanya sambil menatap wajah ku lekat, tangan kirinya yang kokoh menopang pinggang ku dan tangan kanannya membelai helaian rambut ku yang tergerai menutupi wajah
"Ah yeah..." Aku tidak berani untuk menatap wajahnya, benar-benar mendebarkan, ah ini mirip seperti adegan di sinetron
"Tapi sebelum itu..."
"Hmm..." Dia memiringkan kepalanya sedikit
"Situasi ini sangatlah canggung untuk ku..."
"Ah...maaf kalau ini membuatmu tidak nyaman" ia melepaskan tautan tangannya dan mengembalikan posisi mereka seperti semula
"Tidak apa..."
•=====•=====•======•=====•=====•=====•=====•=====•=====•=====•=====•
"Hah!!!!?"
"Kalian berdua jadian!!?"
Aku tidak pernah menyangka akan reaksi mereka yang sekaget itu, namun ada yang sedikit menjanggal di antara salah satu dari mereka. Kira-kira apakah dia akan marah jika mengetahui aku jadian dengan orang yang selama ini ku ceritakan dengannya? Kenapa dia hanya diam saja? Ah aku terlalu overthingking, mungkin saja dia kesal karena aku sering mengatakan kepadanya bahwa aku tidak akan mencintai atau pacaran dengan orang yang sekarang sudah menjadi salah satu bagian hidupku, emm... maksud ku orang yang mengisi kekosongan dalam diriku, bukan sebagai pendamping hidup, ah maaf bukan itu maksudnya... Sungguh ini sangat sulit untuk di jelaskan.
"Apa kau marah, Karla?" Aku menghampiri Karla yang tengah menatap layar hp nya, ntah apa yang sedang dia lakukan.
"..."
Di hanya terdiam, tidak sedikitpun memperdulikan keberadaan ku seolah-olah aku hanyalah sebuah angin kosong yang lewat, sekarang aku tau...dia benar-benar marah...
Aku menatap meminta pertolongan kepada Petra, kekasih Karla. Ia hanya menatap ku lalu mengangkat bahunya pelan, dan berbicara menggunakan bahasa bibir "maaf... Aku tidak tau apakah ini pertanda baik atau buruk untuk mu" itulah yang aku tangkap darinya
"Itu, Karla ..."
"Selamat yah Naura" Karla menatap ku sekilas "sepertinya ada yang harus kau jelaskan pada ku" lanjutannya kemudian sambil kembali menatapku dengan tatapan mengimitasi
"Baiklah, aku akan menjelaskan itu nanti, tapi bisakah kau jangan memasang wajah datar seperti itu?" Aku sedikit tersenyum, mungkin bisa di bilang seperti orang yang sedang tertekan akan keadaan. Seharunya aku memberitahukannya soal hubungan ku dengan Calvin saat dia selesai menyatakan perasaannya, aku sungguh bodoh. Tapi ini sangat sulit, aku sangat ragu untuk mengungkapkan karena...aku tidak yakin pada hubungan ini...dan juga rasa malu yang ada dalam diriku
"Muka ku sudah seperti ini sejak lahir" ungkapnya datar
"Yah aku tau, tapi bisakah kau memasang wajah yang sedikit ceria" aku memperagakan diri di hadapan Karla, menyatukan tangan seperti kelopak bunga dan meletakan di dagu (🤗 seperti emot ini, tapi bukan seperti itu juga) sambil menunjukkan senyuman tipis ku yang kaku kepadanya
"Kau tau, aku sangat kesal padamu, aku sangat butuh penjelasan, bagaimana? Kenapa? Dan kapan kalian bisa jadian " ia mengambil segelas Coca cola yang ada di hadapannya dan meneguk nya perlahan hingga habis lalu menatap ku lalu beralih menatap Calvin dengan tatapan matanya yang tajam
"dan aku tidak menyangka kau pintar menyembunyikan nya selama ini, Calvin"
"Yah meski akhir-akhir ini gelagat mu sangat terbaca sih, tapi... Aku sungguh tidak habis pikir" lanjut Karla yang di sambut dengan cengiran dari Calvin
"Baiklah, jangan membahas soal mereka lagi. Bukankah kita berkumpul di sini untuk bersenang-senang, bukan untuk mengintrogasi Naura dan Calvin" Petra mengelus rambut Karla lembut lalu tangannya yang nakal menoleh pipi Karla gemes
"Ayo dong jangan cemberut, jelek tau"
"Hmm tau ah..." Karla menyenderkan kepalanya ke bahu Petra
•====•=====•=====•=====•=====•=====•=====•=====•=====•=====•=====•=====
"oh ayolah bagaimana pun aku tidak ingin mengurusi urusan mereka, biarkan saja mereka mengurusi hubungan mereka"
Aku Karla, teman dekat Naura sejak kelas 10. Aku sedikit bingung dengan diri Naura, dan yah terkejut dengan pernyataan bahwa ia jadian dengan pria yang selama ini selalu dekat dengannya. Dan bodohnya kami tidak pernah menyadari kedekatan mereka, ah pada dasarnya kami menyadari itu hanya saja perkiraan kami saja yang meleset yang mengira bahwa mereka hanyalah teman biasa yang tidak memiliki perasaan antar satu sama lain.
"Yeah kamu benar, terkadang aku sedikit bingung dengan Naura" ungkap seorang pria yang tengah dudu di sampingku dengan pandangan mata yang sangat fokus memandangi anak-anak latihan, siapa lagi dia kalau bukan kekasihku Petra
"Bingung Karena dia dekat dengan laki² lain padahal dia sendiri sudah ada yang punya" aku menerka jawaban yang akan diajukan oleh Petra "dia seperti tidak memikirkan perasaan Calvin. Jujurly, Calvin pasti kecewa dan yah...patah hati"
Sambung ku kemudian memainkan layar beranda hp ku
"Benar, aku sebagai sesama pria bisa merasakan perasaan Calvin seperti apa ketika tau wanitanya malah main sama laki² lain"
"Miris" ungkap ku "tapi yah mau gimana lagi? Aku gak mau terlibat dalam hubungan mereka, biarkan saja" dengusku lalu mendekap di pelukan Petra
"Hei ini di tempat latihan, tidak baik berpelukan..." Petra berusaha melepaskan pelukanku namun aku mempererat pelukanku enggan untuk melepaskan
"Biarkan saja, toh mereka juga udah tau"
"Biarpun begitu..."belum sempat Petra melanjutkan kalimatnya, aku yang notabene mudah kesal dan badmood langsung berdiri dan mengambil raket lalu menatap Petra kesal
"Baiklah, kalau gitu ayo main" dengan nada kesal aku melangkahkan kakiku menuju lapangan dan kemudian meregangkan tubuh, Petra yang melihat itu dengan sigap mengambil raketnya yang terletak tak jauh dari tempat kami duduk tadi lalu berjalan menuju ke lapangan yang satunya tepat di sebrang ku
•=====•=====•=====•=====•======•=====•=====•=====•=====•=====•=====•
"Haaaaah!!Lo gila!??" Karla menatap ku tajam, tatapan yang mengimitasi yang membuatku sedikit ciut, hanya sedikit. Sudah ku duga jika dia tau pasti reaksinya akan sekaget ini.
"Yah ku akui kalau aku gila, Karl. Tapi mau gimana lagi, seperti hubungan kami memang tidak akan bertahan lama." Aku mengedarkan pandangan ku ke arah lapangan sekolah, tepatnya ke arah anak laki-laki yang tengah bermain voli dan tentu jelas di sana ada Calvin dan juga Petra
"Boleh jujur gak sih?"
"What this?" Aku mengalihkan pandangan ku ke Karla
"Aku bukannya mendukung kalian untuk putus hubungan, tapi jujur dengan kalian putus mungkin itu jalan yang terbaik" sungguh jawaban yang tak pernah ku duga dari Karla, apakah perkataan nya serius atau hanya sebagai referensi untuk ku agar aku memikirkan kembali keputusan lu
"Aku mengatakan ini demi kebaikan mu juga, kau tau bukan kalau ayah mu melarang mu untuk pacaran dan apa ancaman dia ke kmu kalau ketahuan pacaran?" seolah mengetahui isi pikiran ku Karla melanjutkan kalimatnya lalu kemudian pandangannya berali menuju ke lapangan dengan hembusan angin halus yang menerpa wajahnya "keputusan ada pada mu"
Apa yang Karla katakan benar apa adanya, terlalu beresiko jika aku melanjutkan hubungan ini apalagi akhir-akhir ini ayah memang selalu curiga terhadap ku dan juga Calvin. Apa benar aku harus mengakhiri hubungan ini? Tapi...
Aku menatap ke lapangan, dan dalam seketika mata kami bertemu, ya mataku dan juga Calvin, ia tersenyum manis ke arah ku sambil melambaikan tangannya
Sepertinya ada yang harus ku omongin pada Calvin nanti setelah istirahat
Pembelajaran olahraga berlangsung 1 jam lebih dan kini bel istirahat berbunyi seluruh siswa yang ada di kelas berbondong-bondong keluar kelas menuju ke tempat tujuan mereka terutama kantin
Aku yang sedari tadi ingin berbicara dengan Calvin dengan sigap mencari keberadaannya dan yah dia ada di sana bersama Petra dan Karla
"Calvin ada yang ingin ku bicarakan" aku menarik tangan Calvin menuju tempat yang sepi tepatnya di belakang gedung sekolah
"Apa yang ingin kau bicarakan?" Calvin yang sedari tadi menyender di dinding hanya menatap ku mondar mandir gakjelas, tentu saja aku seperti ini karena bingung untuk memutuskan keputusan ku
Aku masih bingung apakah "putus atau terus"
Calvin memiringkan kepalanya menanti jawaban
"Emm Calvin, kita udahan aja" ah tidak bukan itu maksudku, tapi emang itu juga yang ku maksud. Aku memalingkan wajahku tak berani menatap wajahnya yang tentu sudah pasti sangat terkejut
"Maksudmu? Kita putus?" Calvin mendekati ku lalu mencengkram bahu ku lembut, tangan lembutnya membantu wajahku untuk menoleh menatap wajahnya
"Maaf kalau egois, aku memutuskan ini karena untuk kebaikan ku dan juga kebaikan mu" aku menatap nya lekat, pandangan ku perlahan manjadi rabun. Dan entah sejak kapan buliran demi buliran itu mulai mengalir deras dari kelopak mata ku, aku tidak bisa menahannya. Ya tangisan ku pecah di dalam pelukan Calvin
•=====•=====•=====•=====•=====•======•======•=====•======•=====•=====•
Hari-hari berlalu kehidupan sekolah kami berjalan seperti biasa, berkumpul di suatu tempat, berbicara seperti biasa dan bermain
Namun ada yang berbeda dari kami, yeah itu adalah aku dan Calvin entah hubungan apa yang kami miliki sekarang, kami bisa saja di katakan sudah putus, tapi bisa juga di katakan kami belum putus, apakah kami masih pacaran atau sekarang hanya sekedar teman biasa. Sulit untuk di jelaskan karena... belum ada kepastian apakah kami sudah putus atau belum. Tidak ada perasaan canggung di antara kami, berbeda dengan kebanyakan pasangan yang akan canggung ketika bertemu mantan
Entahlah, jujurly banyak pertanyaan yang selalu terlontar di kepala ku dan salah satunya " apakah kami putus?atau terus?"
End