Gerimis tengah malam di desa Jatitirto terasa mencekam. Meski listrik sudah masuk desa, tapi warga desa memadamkannya. Penduduk desa memilih untuk diam dalam gelap.
Suara ringkik kuda dan ladamnya yang menyentuh tanah becek, terdengar menggidikkan telinga. Mendatangi satu demi satu tempat tinggal warga, seperti sedang mengecek keberadaan mereka di dalam rumah.
Rumor yang beredar mengatakan bahwa suara itu adalah pertanda datangnya balak dan bencana untuk warga desa.
Arez tidur dalam gelisah, dia selalu terganggu dengan suara ringkik itu. Dengan enggan dia beranjak dari tempat tidur dan menyingkap tirai jendela untuk melegakan rasa penasarannya.
Dalam rasa kantuknya, Arez melihat kuda itu ditunggangi oleh seorang gadis yang sangat cantik. Namun, matanya hanya berupa sorot hitam seperti lubang gelap.
Arez pun mengikutinya tanpa kesadaran.
*
*
*
"Pak … Arez kemana?"
Dengan panik Bu Ida membangunkan suaminya yang masih pulas. Sisa gerimis semalam masih ada sehingga pagi itu terasa lebih dingin daripada biasanya.
"Ke sungai mungkin, Bu. Biasanya dia kan kalau libur sekolah berangkat mancing lebih pagi," jawab laki-laki paruh baya itu malas.
Pak Hendi masih enggan membuka mata, karena dia juga sedang libur kerja. Ibu Ares masih saja meributkan anak semata wayangnya yang pergi tanpa pamit. Alat memancing Arez masih utuh di tempatnya, bahkan sandal dan sepatunya lengkap tidak ada yang berkurang.
Bukankah mencurigakan Arez pergi tanpa memakai alas kaki?
Tapi tidak ada bekas tapak kaki di tanah basah sekitar rumah. Hanya bekas ladam kuda yang membekas dalam dan tergenangi oleh air hujan.
"Bapak …!" Teriak Bu Ida histeris menyadari kalau tapak kuda itu ada beberapa yang membekas tepat di luar kamar Arez. Di depan jendela kaca.
Mendengar suara panik istrinya, Pak Hendi segera bangun dan tergopoh-gopoh menghampiri. "Ada apa, Bu? Masih pagi kok sudah bikin heboh."
"Ini loh, tadi malam aku nggak dengar ada suara ringkik kuda tapi kok ada bekas jejak kakinya, Pak?"
Pak Hendi menguap lebar, "Lha kamu tidur pulas, gimana mau dengar ada suara di luar?"
"Perasaanku kok nggak enak to, Pak. Mbok yo dicari anak kita itu, dipastikan keberadaannya." Bu Ida mengusap matanya yang mulai basah, "Aku khawatir, akhir-akhir ini banyak pemuda yang hilang kan Pak?"
"Ngomong apa kamu to, Bu? Pemuda itu nggak hilang, tapi pergi merantau ke kota. Kan pak lurah sendiri yang bilang begitu. Nanti kalau hari raya juga semua pada pulang. Yo wes, aku tak ke sungai sekarang nyari Arez dulu!"
***
Arez terseok-seok berjalan melintasi hutan. Kesadarannya baru saja pulih, dan dia sedang dalam kebingungan level akut mendapati dirinya tidur di tengah pepohonan.
Tanpa alas kaki Arez berusaha mencari jalan keluar, dia tidak pernah mengenal hutan itu. Hutan di seberang sungai yang katanya angker dan banyak orang hilang tidak pernah didatanginya. Arez biasanya hanya memancing di sungai dan melihat hutan dari tempatnya nongkrong menunggui joran pancing.
Terlebih dari dalam hutan sering terdengar ringkik kuda. Ringkik yang menghantui desa jika cuaca sedang dingin dan gerimis kecil melanda. Dan setelahnya, meninggalkan teror, karena pasti ada salah satu warga yang diambilnya. Warga itu tentu saja tidak pernah lagi kembali ke desa untuk selamanya.
Sudah berjam-jam Arez berjalan tapi dia selalu tiba di tempat yang sama. Dia hanya berputar-putar layaknya orang bodoh yang sedang tersesat. Atau mungkin dia memang disesatkan oleh penunggu hutan?
Lalu kemana perempuan cantik penunggang kuda yang semalam diikutinya? Ingatannya tiba-tiba kembali, dia seperti sedang mimpi dan tidur berjalan keluar rumah saat menjumpai si mata gelap.
"Tolong …!" Teriak Arez dengan kekuatan penuh. Dia bergidik mengingat mata si gadis, mata yang menyihirnya agar dengan suka rela menjadi pengikut.
Sepi, tidak ada yang menjawab teriakan Arez. Jangankan manusia, semua binatang tidak ada satupun yang terdengar suaranya. Satu-satunya yang bisa didengar Arez hanya suara nafasnya yang memburu, daun kering dan ranting kecil patah karena terinjak kakinya yang mulai dipenuhi luka gores.
Arez diam dan berusaha berpikir dengan jernih, kepalanya mendongak untuk mencari arah sinar matahari yang ternyata tidak ada. Telinganya dipasang sebaik mungkin untuk mendengarkan suara binatang, atau kalau beruntung suara air mengalir. Tapi yang terdengar justru suara perempuan sedang bernyanyi riang.
Dengan mengendap perlahan Arez mengikuti suara itu, hingga matanya terbelalak saat melihat pemandangan di depannya. Suara itu berasal dari seorang gadis yang sedang menunggang kuda. Bukan, seorang gadis yang setengah badannya manusia dan setengahnya adalah kuda. Berkaki empat, berwarna putih mulus.
Gadis itu tidak sedang merumput, tapi sedang memakan buah sambil bernyanyi. Dia bahkan punya dua tangan, dan tubuh bagian depannya terlihat besar dan padat. Sangat kontras dengan wajah ayu dan rambut panjang bergelombangnya. Diam-diam Arez menelan ludah dengan kasar, membayangkan bagian bawah gadis itu adalah kaki jenjang manusia.
Arez menepuk dahinya keras untuk mengembalikan otaknya yang tiba-tiba hilang tersapu angin, dia sedang tersesat di dunia yang tidak biasa. Ini bukan hutan seberang sungai, ini juga bukan alam manusia.
Ya, sepenuhnya Arez sadar kalau dia sedang masuk ke dalam dimensi lain. Alam gaib.
"Tangkap pemuda itu, dia sudah melihat putri Zelina, dia harus menikahinya. Segera siapkan ritualnya!"
Tiba-tiba Arez seperti sedang dicekal dua orang setelah mendengar suara tanpa wujud. Tubuhnya naik dari atas tanah dan terseret masuk ke dalam hutan gelap tanpa bisa melawan.
Zelina? Apa dia si gadis kuda? Bagaimana mungkin aku menikah dengan kuda? Pikiran Arez berkecamuk tanpa jawaban.
Satu hal yang sangat mengganggu Arez adalah bagaimana dia harus melewati malam pertama dan melakukan 'hal itu' dengan seekor kuda?
***
Ritual darah artinya membunuh Arez dan membuang fisiknya, mengambil jiwanya untuk dimasukkan ke dalam manusia kuda yang telah kosong. Manusia kuda dengan sorot mata segelap malam.
Zelina adalah wanita cantik yang sengaja ingin dilihat pemuda 17 tahun itu agar bisa dinikahi. Oleh karenanya dia muncul di tempat Arez yang sedang mencari jalan pulang. Tapi Zelina ingin Arez dalam tubuh lengkapnya, dia ingin menikahi manusia normal, bukan manusia kuda yang sebangsa dengan dirinya.
Malam itu, Zelina sudah didandani cantik, begitupun dengan Arez. Ritual sudah dipersiapkan dan pemindahan jiwa Arez akan dilaksanakan beberapa waktu sebelum pernikahan.
Arez memandang mempelainya dengan kagum sekaligus bingung, Zelina memintanya naik ke punggungnya saat itu juga untuk acara pernikahan. Namun, saat Arez naik, Zelina langsung memacu dirinya keluar ruangan sakral tempat ritual dan pernikahan akan diadakan.
Zelina membawa Arez pergi keluar hutan dan menyeberangi sungai. Merusak portal gaib antara sungai dan hutan yang dijadikan jalan keluar masuk kaum manusia kuda ke dunianya.
Zelina hanya seperti kuda putih biasa yang cantik, dia berlari mengantarkan Arez pulang ke rumahnya dengan selamat. Malam itupun Zelina tidur di belakang rumah orang tua Arez dengan posisi Arez masih memeluknya.
"Arez … dari mana saja kamu?" Tanya Bu Ida pagi itu yang terkejut menemukan Arez tidur memeluk kuda di depan pintu dapur.
"Ibu, kenalkan ini Zelina calon istriku," jawab Arez dengan senyum bahagia.
"Arez …?! Apa benar ini kamu, Nak?"
"Iya ini Arez, Bu. Arez pulang bawa calon menantu buat ibu."
Bu Ida memegang dahi Arez untuk mengecek apakah putranya sedang demam dan mengigau. Lalu melotot pada kuda yang meringkik dan menggoyangkan kepala seperti manusia yang sedang menganggukkan kepala. Kuda putih itu sedang menyapa Ibu Arez, calon mertuanya.
Ya, Arez telah kembali dari perjalanan tersesatnya. Sayangnya, sebagian pikiran Arez mendadak menjadi tidak waras. Zelina si manusia kuda di matanya adalah wanita cantik dengan kesempurnaan seorang Dewi. Sementara bagi Ibu Arez dan orang lain, Zelina adalah hewan berkaki empat yang terlihat bersih terawat.
Sejatinya, Zelina adalah siluman kuda yang ingin menikah dengan manusia biasa … dan Arez adalah pemuda terpilih yang sedang apes akan takdirnya. Satu-satunya penduduk desa yang selamat setelah menghilang di malam saat si mata gelap menghipnotisnya.