Di dalam setiap hati dan jiwa manusia, pasti selalu ada ruang yang kosong. Entah itu sebuah ruang rahasia, ruang penuh cinta atau ruang kesakitan. Semilir angin menemani seorang wanita yang duduk terpaku diam, dengan seribu kata tak bersua. Wanita itu menangis dalam kesendiriannya menantikan sebuah harapan yang pasti tentang kesembuhan luka hatinya.
Evelyn adalah namanya, seorang wanita berusia dua puluh lima tahun yang sudah memiliki sebuah keluarga, namun terasa sepi karena selalu hidup sendirian. Suaminya adalah seorang Perwira Muda yang pergi mengemban tugas Negara meninggalkan Evelyn sendirian, dalam kesepian yang melara.
Wanita itu sendiri di dalam kegelisahan setiap malamnya. Menanti kepulangan sang suami, namun tiada kabar jua. Setiap hari dia selalu berdo'a kepada Tuhannya, agar mempertemukan dia dengan sang suami tercinta, dalam dekapan romantis penuh haru bahagia.
Tetapi sang suami hanya pulang beberapa saat saja. Seminggu atau dua minggu, suaminya pulang dan kembali berangkat lagi untuk mengemban tugas Negara, beberapa bulan sampai beberapa tahun. Evelyn sendirian dalam kesunyian, dia tak henti menitikkan air mata dalam malam kelamnya.
Sampai satu ketika dia pun memutuskan untuk menjadi seorang penulis, bertemu dengan banyak teman-teman yang memiliki hobi yang sama. Betapa bahagianya dia ketika dia berkenalan dengan seorang pria yang bernama Harvey. Tentu saja Harvey adalah sebuah nama pena dan Evelyn pun tidak mengerti dan tidak tahu, tidak memahami Vey itu seperti apa.
Lama kelamaan Vey mengisi hidup Evelyn dengan sebuahkan kata-kata cinta, yang mengisi ruang kosong hatinya. Sampai waktunya tiba Evelyn pun jatuh cinta kepadanya. Bayangan semu dan tak nyata sebuah hubungan cinta yang hanya ada di dunia maya. Tetapi semuanya terasa begitu nyata, karena setiap hari bahkan Vey membuat Evelyn merasa hidup bergelimang cinta.
Sudah menjadi jadwal untuk mereka berdua mereka chatting seharian dan pada Jam 12.00 Wib pada saat istirahat mereka pun menghabiskan waktu untuk menelepon satu sama lainnya. Pada saat jam tiga sore pun itu adalah jadwal telepon kedua sampai jam empat sore mereka memutuskan untuk chatting kembali karena Harvey harus pulang ke rumahnya.
Vey adalah seorang Manajer di perusahaan besar. Karena itu di sela pekerjaannya dia masih bisa menyempatkan waktu untuk sekedar mengucapkan kata cinta untuk Evelyn. Sehingga akhirnya Evelyn semakin hari semakin jatuh cinta kepada Vey.
Mereka mengungkapkan isi hati masing-masing dan mereka pun mengatakan bahwa mereka saling jatuh cinta. Panggilan sayang untuk keduanya pun sudah mereka ambil seperti layaknya sepasang suami istri. Karena memang bagi Evelyn, Vey adalah suami Mayanya.
Vey dalam dunia nyata adalah seorang suami dengan satu anak laki-laki dan istri yang cantik. Tetapi dalam dunia nyata dia tidak terbuka dan bahkan sangat tertutup. Hanya dalam dunia maya dan dunia literasi bisa terbuka dan mengungkapkan semua isi hatinya. Sebagai seorang penulis Fantasy, Vey merupakan sosok yang banyak dikagumi oleh fans wanitanya. Tidak seperti Evelyn yang hanya memiliki fans wanita saja. Mungkin saja Evelyn memang tidak memiliki fans laki-laki sama sekali.
Siang dan malam mereka selalu membahas kata cinta, sampai satu ketika mereka pun membahas soal pertemuan. Apakah mereka akan berjumpa di dunia nyata ataukah cukup di dunia maya saja.
"Apa Sayangku tidak takut jika bertemu denganku, lalu aku culik dan tidak aku pulangkan kembali?" kata Vey di balik telepon.
"Kamu tidak secinta itu kepadaku, sehingga rela untuk meninggalkan Istri dan anakmu demi aku," jawab Evelyn dengan nada yang layu.
"Aduh, ini sungguh menusuk, sakit sampai berdarah. Dadaku perih, tolonglah Sayang jangan berkata begitu." Vey berkata seolah-olah memang dia merasa kesakitan pada dadanya.
"Ahh ... biar aku peluk kamu dalam bayangku dan aku simpan di lubuk hati yang terdalam, sehingga rasa itu takkan pernah hilang dan di ambil orang." Evelyn mendesah seolah memang memeluk sang suami.
"Tersimpan terlalu dalam, dalam relung ingatan, dan lambat laun akan terlupakan, seperti sebuah kelebat bayangan yang takkan bisa tersentuh oleh tangan," kata Vey dengan nada lirih.
"Tidak seperti itu, aku ingin semuanya menjadi nyata, tapi aku sadar ini semua hanya sebuah mimpi, bahkan hanya membayangkanmu saja aku sudah senang, tetapi aku tidak tahu, rupa siapa yang aku bayangkan, karena bahkan kamu sendiri selalu menyembunyikan semuanya dalam semu, cobalah tatap aku dan sentuh aku lebih dalam, dan katakan bahwa aku memang ada di dalam hatimu?" Evelyn berkata dengan nada pilu.
"Karena aku tak ingin semua yang kita lakukan ini mengganggu kehidupan nyata, kehidupan nyata yang harusnya memang tak tersentuh. Biarkan semua ini hanya menjadi bagian dari khayalan semu, tempat kita bisa bersandar dan berkeluh kesah, saat kita terlalu lelah dan penat dengan kehidupan," bisik Vey dengan begitu lembut.
"Tetapi ketika rindu menyapaku, akan sulit bagiku berpaling. Apakah ini hanya miliku saja?"
"Saat aku mengingatmu mentari terlihat lebih cerah, saat aku mengingatmu angin terasa mengalir sepoi-sepoi, saat ku mengingatmu langit terasa lebih biru. Katakan padaku, apakah rasa ini hanya milikku?" Pria itu bertanya menjawab pertanyaan dari Evelyn.
"Terlihat seolah semua ini nyata bahwa asa kita ini sama, bahkan dadaku terasa panas dan sesak ketika malam menjemput, ketika aku mengingat hanya angin malam yang memelukku." Evelyn mulai menitikkan air matanya.
"Tanyakan pada diri, apakah rindu yang mengahantui, ketika tidak ada seorang di sisi karena rasa sepi, ataukah rasa rindu yang benar-benar muncul dalam hati?" Sebuah pertanyaan dari Vey untuk Evelyn, apakah rindu itu untuknya atau bukan.
"Saat itu aku tersadar dengan sepinya rembulan tanpa bintang, tetapi ketika bintang bersinar terang dan menyentuh penuh kelembutan. Semua tetap tidak membuat hatiku tenang, mungkin aku berubah menjadi penyihir ketika malam datang, dan mengabaikan semua sinar itu, aku berubah karenamu, ketika kamu mulai menyapaku, bahkan aku tidak menyangka akan seperti ini." Evelyn terisak saat mengucapkan kata-kata itu.
Dia tak sanggup menahan tangisnya.
Dia menyadari bahwa kini cintanya telah berpaling dia sudah tidak menunggu lagi kepulangan sang suami, tetapi rasa cintanya kini hanya untuk Vey orang.
"Aku merasa seperti Rahwana, yang membawa lari Shinta dari tangan sang Rama, aku tak berhak. Karena dialah yang lebih berhak. Aku takut suatu hari nanti Rama menguji kesetiaanmu, maka kamu akan terbakar oleh api suci itu," ucap Vey dengan lembut.
"Apa kita harus berhenti sampai disini?" Evelyn menghentikan isak tangisnya.
"Yang kita lagi bahas apa sih?" tanya Vey.
"Berbalas kata-kata indah," jawab Evelyn.
"Kamu ko nangis?" Vey Berkata sambil mengerutkan dahinya.
"Karena aku memang sayang kamu," sebuah ungkapan kata yang membuat Vey begitu bahagia.
"Apalagi aku, aku sayang melebihi kamu yang," jawab Vey.
Seperti itulah Evelyn dan saling berkomunikasi. Lewat sebuah sajak dan puisi atau kata-kata indah lainnya. Karena mereka berdua adalah pecinta literasi. Dan setiap percakapan mereka adalah berisi ilmu tentang kepenulisan. Bagi Evelyn, Vey adalah orang yang sangat pintar. Sayangnya dia sendiri tidak mau menilai kebodohan Evelyn.
Vey selalu mengatakan bahwa Evelyn itu bagus dan pintar. Evelyn itu manis, Evelyn itu bisa melakukan sesuatu, tapi tidak pernah mengkritik Evelyn atau memberitahukan semua kekurangan Evelyn. Wanita itu sebenarnya ingin sekali diberikan krisan oleh sang suami kesayangannya. Sayangnya Harvey sama sekali tidak pernah memberikan kata-kata kasar, kata-kata umpatan kata-kata hinaan semuanya yang diberikan hanya kata-kata cinta dan sanjungan.
Hari berganti akhirnya Evelyn memberikan sebuah puisi patah hati kepada Harvey, Evelyn ingin Harvey mengoreksi puisinya tersebut.
"Ini sayang, coba di baca!" kata Evelyn.
Evelyn lalu mengirimkan puisi tersebut. Tetapi Harvey sepertinya kurang suka dan akhirnya puisi itu di tambahin beberapa kata oleh Vey. Sehingga memang hasilnya sangat baik dan terlihat begitu menyentuh.
*_Ketika kau pergi-*
Satu kata terucap tak biasa,
Lidahku kelu, tak mampu mengeluarkan suara,
Ucapan yang menyakitkan,
menghunjam tajam ke dalam pelukan.
Buaian khayal semu,
menghanyutkan aku dalam mimpiku.
Aku hanya bisa menatap nanar,
saat rasa sakit itu datang dan membuatku tersadar,
Mimpi semanis madu yang pernah kau berikan,
kini lenyap tak berbekas ditelan kegelapan,
Tergantikan oleh rasa pahit yang membuatku sakit,
Sepahit empedu yg tak kan hilang dalam hitungan menit,
Ketika kau pergi,
Tinggalah aku sendiri.
ditemani rindu tak tertahankan,
dan rasa sakit karena kehilangan,
10 Februari 2020
By Evelyn and Harvey.
Tetapi Sungguh malang tidak bisa dikira, tak disangka puisi itu menjadi sebuah puisi kenyataan untuk hubungan Evelyn dan Harvey. Puisi itu menjadi sebuah puisi sakit hati puisi patah hati yang menjadi nyata.
Awalnya semuanya terasa begitu indah tidak ada sedikitpun celah dan semuanya terasa begitu sempurna. Evelyn yang sedang jatuh cinta kepada Vey, menatapnya dengan tatapan cinta, baik buruknya dirinya menerima semuanya.
Vey tidak seganteng yang orang lain kira, bahkan menurut sahabatnya kak Mira Vey itu tidak ada ganteng-gantengnya. Vey itu biasa saja tetapi Evelyn sangat suka suaranya, Evelyn sudah terlanjur jatuh hati kepadanya seperti apapun Vey, Evelyn tetap mencintainya.
Satu ketika Valentine pun tiba. Evelyn meminta kado sebuah coklat yang manis dari Vey. Vey mengatakan pada Evelyn dia tidak bisa membeli coklat tersebut, karena setiap transaksi melalui apapun istrinya pasti akan mengetahui. Karena itulah Vey tidak bisa transaksi on-line. Vey mengatakan akan mengirim coklat valentine itu kepada Evelyn dengan satu syarat. Syarat yang ternyata membongkar semua kebusukan Vey.
"Kenapa aku tidak boleh memberitahukan kepada orang lain kalau coklat itu pemberianmu, Sayang?" Evelyn merasa tersinggung. Apa kurangnya dirinya sehingga Vey malu untuk mengakui dirinya di muka umum.
"Sayang, begini ... karena fansku kebanyakan seorang perempuan, pasti mereka akan sangat mengamuk jika aku terkesan, hanya memberikan kado sebuah coklat di hari valentine untuk wanita lain," ucap vey saat itu.
"Apa maksudmu, kenapa kamu lebih mengutamakan perasaan fans kamu daripada aku? Apakah aku tidak lebih berarti dibanding fans kamu, apakah kamu benar-benar berarti dibanding aku?" Evelyn saat itu mulai menitikkan air matanya, kecurigaan demi kecurigaan mulai merasuki seluruh jiwanya.
Evelyn dan akhirnya bertengkar karena masalah itu, bahkan Vey benar-benar merasa tidak bersalah, merasa tidak menyakiti hati Evelyn padahal sebenarnya sudah menghancurkan hati Evelyn sangat dalam. Sedih ... semua rasa Evelyn sayang dan cintanya ternyata dibalas dengan air tuba oleh Vey.
Sayangnya selama ini Evelyn sangka dia setia. Ternyata sama saja dengan anak-anak ABG lainnya yang suka berbohong, bermain manis pada setiap orang yang chatting dengannya, tetapi ternyata memang benar adanya, Vey mendua dan meng-tiga bahkan meng-empat mungkin lebih daripada itu.
Evelyn tidak menyangka banyak sekali korban perempuan yang percaya dengan bujuk rayunya.
Termasuk Evelyn sendiri, dia merasa sedih karena dia sudah jatuh cinta kepada pria tersebut. Bagaimana Evelyn bisa melupakan dia sedangkan dia masih sangat mencintai Vey. Rasa cintanya kepada Vey Selama ini begitu dalam. Bahkan Evelyn menangis ditelepon dan mereka pun memutuskan untuk berpisah.
Berkali-kali Vey ingin berpisah dengannya, berkali-kali dia ingin Evelyn pergi jauh darinya, tetapi Evelyn begitu bodoh selalu saja tidak mau pergi jauh dari pria brengsek itu. Evelyn memilih bertahan dengan sebuah harapan. Siapa tahu Vey akan berubah dan kembali ke pelukannya.
Evelyn pun memutuskan untuk membuat sebuah puisi lain agar bisa Evelyn taq ke akun Instagramnya Harvey. Dan benar saja harvey mengatakan bahwa ada banyak orang yang tidak suka aku melakukan hal itu dan termasuk perempuan-perempuan yang sudah menjadi korbannya.
Evelyn begitu tersakiti oleh keadaan ini, rasa cintanya benar-benar seolah menjadi racun untuknya. Selama tiga hari lamanya wanita itupun terpuruk dan sakit. Bukan cuma rasa sakit hati yang dia rasakan tetapi belum merasakan tubuhnya begitu nyeri tidak bisa lagi dia sembunyikan.
Entahlah Evelyn harus melakukan apa dengan semua kesedihan yang dirasakan. Semuanya membuat hati dan jiwanya terasa hancur tak berbentuk lagi. Air mata Evelyn mengalir setiap harinya rasa sakit yang dirasakan setelah menancap jantungnya.
Seorang pria yang bernama Harvey menjadi perantara untuk Evelyn menuju kesakitan yang benar-benar menyiksa.
"Lupakan sajalah aku, aku memang brengsek, aku memang tidak pantas untukmu, aku memiliki banyak kekasih on-line." Pria itu berkata kepada Evelyn, dan Evelyn semakin merasakan kesakitan yang teramat dalam, ketika Vey pun berkata jujur, tentang semua perbuatannya bersama wanita di luar sana.
"Kenapa kamu tega sama aku? Apa salahku padamu? Kenapa rasa cintaku ini kamu balas dengan semua dustamu, kamu tega sama aku, menyakiti aku, menyakiti semua perasaan tulusku, rasa cintaku ini tulus untukmu, kamu keterlaluan, aku bisa menerima semua ini." Evelyn kembali menitikan air matanya, tangisannya pun tidak bisa dibendung lagi.
"Aku memang brengsek, aku pria paling brengsekkan. Itulah aku, lupakanlah aku, hapus nomorku karena itu miliknya Muhammad bukan miliknya Harvey, kita kembali ke tempat kita masing-masing." Vey berkata dengan begitu gampangnya, begitu mudah dia berkata seperti itu. Sedangkan Evelyn masih terpuruk dalam kesakitan yang teramat dalam.
"Apakah kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Kamu telah membuat aku benar-benar hancur." Wanita itu melirih mengatakan semua isi hatinya, tetapi Vey tidak mempedulikan dia.
"Lupakan sajalah aku, lagian kita cuma pacaran on-line, kamu bisa mendapatkan pria yang lebih daripada aku. Aku bukan pria yang baik buat kamu," Vey berkata seperti itu kepada Evelyn, wanita itu semakin merasa tersakiti, dia merasa terbuang sia-sia, wanita itu tak bisa lagi berkata apapun selain menangis.
Satu jam lamanya wanita itu menangis, sampai akhirnya wanita itu memutuskan untuk memberitahukan kepada semua fans Harvey, bahwa dia adalah kekasihnya Havey. Dengan tujuan agar orang tahu bahwa dia itu sama sekali tidak memiliki tujuan yang buruk, Evelyn hanya ingin diakui saja, cuma itu saja.
Tetapi pada akhirnya semuanya pun ternyata sia-sia, ketika Evelyn memutuskan untuk membuat unggahan kalimat di media sosial, ternyata fans Evelyn banyak yang berkomentar.
Evelyn bercakap bersama sahabat-sahabatnya itu, Evelyn menganggap fans dan readersnya itu sebagai sahabat, bagi Evelyn readersnya adalah sahabat sejatinya.
Karena semua percakapan kami yang begitu panjang, sehingga satu persatu munculah fans harvey, mereka datang,mereka ikut berkomentar dan akhirnya terjadilah kesalah pahaman, semua saling memaki, semua saling membenci, memakiku, memaki sahabat-sahabatku.
Tentu saja itu semua dibalas sama sahabatku tapi saat itu tiba-tiba saja Vey datang dan menyalahkan semuanya kepadaku dan kepada sahabatku.
Apa dia tidak bisa membuka mata, apa matanya sudah rabun sehingga dia tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk. Atau dia tidak bisa membaca siapa sebenarnya yang harus disalahkan. Evelyn tidak ingin semua itu, terjadi karena bagaimanapun Evelyn masih mencintainya, Evelyn tidak bisa untuk sembarangan jatuh cinta kepada orang, tetapi kali ini dia benar-benar telah dibutakan oleh cinta. Hati Evelyn sangat hancur ketika bahkan Harvey memblokir akun sosial medianya.
Semuanya teramat sangat perih untuk Evelyn, rasa sakit hatinya tak berujung, dia mencintai pria yang bahkan tidak menghargainya. Itu hanyalah sebuah pacaran on-line, tetapi Evelyn sudah memberikan perasaan cintanya untuk pria tersebut. Sahabat-sahabat Evelyn memberikan dukungan untuknya. Tetapi bodohnya Evelyn masih tetap berharap Vey bisa kembali ke pelukannya, karena cintanya untuk Vey teramat dalam.
Kesakitan karena perselingkuhan di dunia maya. Membuat Evelyn benar-benar merasa hancur, merasa tak berarti dan merasa terbuang dengan sia-sia. Wanita itu berusaha untuk melupakan Harvey dalam hidupnya, kembali ke kehidupan nyata bahwa dia memiliki suami yang yangbisa dia ajak untuk bicara, sayanya suaminya pun kini tidak ada di sampingnya.
Suami Evelyn sedang bepergian, dan akan pulang tahun depan. Itu membuat Evelyn semakin merasa kesepian, Evelyn tersiksa dengan rasa sepinya, Evelyn pun tersiksa dengan rasa sakit hatinya. Kini tinggallah dia sendirian di dalam luka yang yang membuat hidupnya begitu hancur.
"Vey kamu sudah membuat aku tersakiti kamu menduakan aku, mentigakan bahkan meng-empatkan atau mungkin meng-limakan aku, kamu memang menganggap semua ini permainan saja, tapi bagiku semua ini adalah hal yang nyata, perasaan cintaku tulus kepadamu, Perasaan cintaku ini bukan kebohongan. Tetapi semuanya kau balas dengan dusta dan air mata. Terima kasih sudah membuat hatiku begitu hancur.
Terima kasih sudah membuat aku begitu terpuruk, aku mencintaimu sangat mencintaimu tetapi inikah balasan dari seseorang yang mencintai sungguh sangat luar biasa perihnya. Bodohnya aku, semua rasa sakit hatiku disetiap semua air mata yang ku teteskan untukmu, aku masih berharap kamu bisa berubah, bisa kembali padaku, aku masih mencintaimu, semoga saja aku akan melupakanmu Suamiku.
Aku berharap kamu kembali kepadaku. Tetapi mungkin saja harapanku akan sia-sia karena manusia yang tidak setia tidak akan pernah bisa berubah secepat itu. Sekali kamu mendua, kamu pasti tidak akan mungkin bisa untuk setia. Setia itu mahal dan tak bisa tersentuh untuk orang murahan seperti kamu Vey. Sekali kamu berkata dusta kamu pasti akan susah untuk berkata jujur.
Jika kamu membaca semua isi hatiku mungkin kamu akan mengerti betapa sakitnya aku karenamu suamiku, aku ingin membuat kamu mengerti betapa kamu sudah membuat aku jadi pecandu heroin. Menghancurkan kepolosanku. Kini aku ingin melupakanmu. Aku berusaha untuk hidup lebih bahagia daripada ini tanpamu, tetapi untuk saat ini aku belum bisa melupakan suamiku, kamu masih aku anggap sebagai suamiku.”
Selesai.