Sejak kecil hingga dewasa, aku sudah bisa menghasilkan uang sendiri, tetapi adikku selalu menghabiskannya. Aku bisa membeli mobil sendiri, tetapi adikku yang mengendarainya. Apa pun yang diinginkan adikku, aku harus menurutinya. Jika aku tidak memberikannya, orang tuaku pasti akan memarahiku atau memukulku.
Sampai pada akhirnya aku diam-diam melakukan tes DNA tanpa sepengetahuan keluargaku. Hasilnya sangat mencengangkan dan memberiku kesempatan untuk melampiaskan kemarahanku.
1
Aku adalah seorang desainer interior yang tinggal di sebuah kota kecil.
Selain dari gajiku, aku juga menerima beberapa proyek pribadi yang membuatku bisa menghasilkan pendapatan bulanan sebesar 14 hingga 16 juta rupiah.
Kadang-kadang, klien lamaku lebih suka membayarku dengan uang tunai. Jadi, aku mengumpulkan uang tunai tersebut di sebuah laci dan jumlahnya mencapai lebih dari 20 juta rupiah.
Namun, baru-baru ini sesuatu yang aneh terjadi. Aku kehilangan semua uangku yang ada di rumah!
Setelah menghitung dengan cermat, aku menyadari bahwa aku sudah kehilangan lebih dari sepuluh juta rupiah.
2
Aku memiliki seorang adik laki-laki bernama Rian Permana. Dia tiga tahun lebih muda dariku.
Keinginan terbesar orang tuaku adalah agar aku "mendukung" anak manja itu bersama mereka.
Saat ini, Ayah, Ibu, Rian, dan pacarnya sedang duduk di sofa sambil menonton "Ikatan Cinta".
Ketika melihat suasana yang harmonis di depanku, aku langsung tersenyum getir.
Kemudian, aku berbisik di telinga ibuku, "Bu, uang di laciku hilang. Apa Ibu tahu siapa yang mengambilnya?"
Ibu mengalihkan pandangannyabeberapa kali dan menundukkan kepalanya sambil memotong buah. Kemudian, dia berkata, "Ah ... aku lupa harus beli sesuatu."
Aku sangat mengenal ibuku.
Dia sedang melindungi anak kesayangannya lagi.
3
Sejak kecil hingga dewasa, Rian selalu berpikir bahwa dia bisa menggunakan barang-barangku sesuka hatinya.
Setiap kali aku mencoba untuk menolak, dia akan menangis dan pergi ke depan Ayah serta Ibu untuk mengadukannya.
Kali ini juga sama. Aku tahu ibuku akan membela Rian dan menyalahkan dirinya sendiri. Jadi, aku berkata dengan suara keras dan juga acuh tak acuh, "Kalau kita melaporkan pencurinya ke polisi, mereka pasti akan menangkapnya. Setelah itu, pencuri itu pasti akan ditahan karena tindakannya ini."
Tiba-tiba, ayah yang berada di belakang langsung berdiri dan terlihat sangat marah. Dia berjalan keluar dari dapur dengan tangan di belakang punggungnya dan tampak seperti seorang tuan tanah.
Aku makin marah saat melihat sikapnya ini. Jika hanya 200 atau 300 ribu rupiah, aku akan membiarkannya saja. Aku anggap uang itu sebagai uang perlindungan untuk keluarga ini. Namun, sekarang uang yang hilang lebih dari setengah gaji bulanku! Tentu saja aku harus memastikan semuanya dengan jelas.
4
Aku tidak terlalu peduli dengan uang puluhan juta itu. Aku hanya berharap ada seseorang di dalam keluargaku yang akan angkat bicara demi keadilan.
Namun, yang aku dapatkan malah tamparan dari ayahku.
Aku tidak pernah berpikir bahwa aku masih akan mendapatkan tamparan dari orang tuaku di usia 28 tahun. Apalagi, di depanku ada Rian dan pacarnya.
Ayahku berencana untuk membelikan rumah untuk Rian sebagai hadiah pernikahannya. Namun, uang yang dia miliki masih kurang 400 juta rupiah sebagai uang muka. Bahkan, dia mengatakan bahwa seluruh keluarga harus berkontribusi untuk pembayaran pinjaman.
Namun, selain aku, siapa lagi dalam keluarga ini yang memiliki kemampuan untuk membayar cicilannya?
Setiap kali mereka butuh uang, aku diperlakukan seperti keluarga. Namun, untuk masalah lain, aku selalu diperlakukan seperti musuh.
"Memangnya kenapa kalau kamu kehilangan sedikit uangmu? Apa kamu keberatan?"
Rian melirikku dengan wajah marah dan mendorongku dengan kasar. Kemudian, dia menarik Sherly masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan keras.
Saat melihat pintu yang tertutup di depanku, aku langsung tertawa karena marah.
Tahukah kamu mengapa aku tinggal di bilik kayu berukuran enam atau tujuh meter persegi ini?
Tentu saja karena Rian yang baru saja pulang dari kampus akan membawa pacarnya ke rumah!
Untuk mengangkat derajat putra kesayangan mereka, orang tuaku bahkan rela menyerahkan kamar utama untuknya. Sementara mereka memilih untuk tidur di kamar tamu.
Lalu, bagaimana denganku?
Aku menghabiskan waktuku di sore hari untuk membangun sebuah bilik di balkon ruang tamu, sebuah tempat tidur kecil, meja nakas, dan lampu gantung di dinding.
Inilah "kamar tidur" baruku.
5
Malam itu, aku berhasil menampar Rian.
Meskipun orang tuaku berdiri di depannya dan Sherly terus menarikku mundur, aku tetap melakukannya.
Aku pergi dan mengendarai sepeda listrikku ke rumah sahabatku.
Aku menarik napas dalam-dalam dan melihat apartemen satu kamar milik Luna yang hangat dengan penuh rasa iri hati.
Apartemen itu berada di lokasi terbaik di pusat kota, lengkap dengan perabotan dan siap untuk ditempati. Di lobinya juga terdapat satpam yang selalu berjaga selama 24 jam.
Bagaimana bisa perbedaan di antara kami berdua sangat besar padahal kami berdua sama-sama anak perempuan?
Luna menarikku untuk duduk di sofa dan menanyakan apa yang sudah terjadi. Setelah menceritakannya secara singkat, dia langsung marah!
"Lebih baik kamu tidak usah berhubungan lagi dengan keluarga itu!"
Aku ragu-ragu selama beberapa saat dan akhirnya mengangguk setuju.
6
Setengah bulan berikutnya, suasana di rumah sangat tenang dan aku tidak kehilangan uang lagi.
Namun, mereka sering bersembunyi di kamar tidur dan membicarakan sesuatu.
Pada akhir pekan, ibuku pulang dari pasar dengan napas tersengal-sengal saat memasuki rumah. Tidak lama kemudian, Rian dan ayahku juga pulang.
"Kak, jangan bekerja terlalu keras. Istirahatlah. Aku akan memanggil Sherly untuk membantu Ibu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah."
Rian berkata dengan ceria sambil mengambil udang yang belum dikupas dari tanganku.
Ketika ada sesuatu yang di luar kebiasaan terjadi, pasti ada sesuatu yang mencurigakan.
"Kak, nanti akan ada tamu. Cepat mandi dan dandan sedikit. Jangan sampai tamu kita berpikir kalau kita tidak menghormatinya," kata Ibu.
Aku berbalik dengan raut wajah dingin sambil menarik lengannya dan bertanya, "Siapa yang akan datang ke sini?"
"Oh, dia bosnya adikmu. Dia bilang adikmu sudah bekerja dengan baik dan ingin menunjuknya sebagai pemimpin tim. Bukankah kita perlu menunjukkan rasa terima kasih padanya?"
Sepertinya ibuku sedang mencoba untuk menyembunyikan sesuatu. Alih-alih menghilangkan keraguanku, kata-katanya malah membuatku merasa makin curiga.
Di siang hari, tamu itu akhirnya datang.
7
Ternyata, mereka sudah merancang kencan buta untukku.
Pria yang masuk ke dalam rumah sepertinya berusia hampir 40 tahun. Aku bisa melihat pria itu menatapku dari atas ke bawah seolah-olah sedang membeli hewan ternak. Seketika itu juga, sebuah "kebenaran" langsung terungkap di benakku.
Suasana di meja makan itu menjadi sangat dingin.
Saat melihat calon menantunya tidak bahagia, ayahku langsung mencoba membangkitkan suasana.
"Nak, bukankah kamu punya gaun warna kuning yang sangat bagus itu? Pakailah baju itu biar kita semua bisa melihatnya."
Baju yang disebutkan oleh ayahku adalah baju berwarna kuning dengan belahan dada yang aku beli beberapa waktu lalu. Saat melihat baju itu, mereka semua langsung tertawa dan mengejekku.