Sinar bulan yang cerah melengkapi indahnya malam, membuat hari tampak sempurna. Satu hari penuh ini adalah hari yang akan menjadi peristiwa berharga bagi Dini. Bagaimana tidak, Dini adalah gadis yang sangat istimewa. Karena terlalu istimewa, ia dianggap berbeda oleh taman-teman satu sekolahnya. Rambut yang berponi dan selalu dikepang dua, kacamata yang tak pernah jauh dari lingkaran matanya, ditambah Dini adalah anak yang tertutup, membuatnya dikenal sebagai gadis aneh di sekolahnya.
Selama sekolah di SMA Nusa, Dini tak pernah memiliki teman. Ia selalu sendiri. Begitu juga saat kerja kelompok, Dini adalah gadis yang paling dimanfaatkan oleh teman sekelompoknya. Dini memang pintar, namun kepintarannya tak bisa membuatnya sama seperti Elma.
Elma adalah gadis terpopuler di SMA Nusa, selain pintar dia juga cantik, kelebihannya dari Dini, Elma berani. Namun kesombongannya sangat disayangkan oleh kebanyakan siswa. Disamping Elma selalu menjadi sorotan para siswa, Dini hanya dipandang sebelah mata. Dirinya ada atau tidak, tak terlalu berpengaruh untuk SMA Nusa. Karena semua inilah yang membuat Fero, siswa baru kelas XII IPS menyebutnya dengan gadis istimewa…
Seperti hari-hari biasanya, Dini bangun pagi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ia selalu bersemangat jika itu tentang sekolah. Tak peduli dengan apa yang telah ia terima di sekolah dari teman-temannya, Dini tetap memiliki tekad untuk belajar. Menurutnya, jika di sekolah dia tak bisa mendapatkan seorangpun teman, setidaknya dia bisa mendapatkan banyak ilmu.
Semangat belajarnya sangat tinggi saat ia diterima di kelas XI IPA. Tak perlu heran, hanya siswa yang memiliki kepintaran diatas rata-rata saja yang dapat diterima kelas XI IPA SMA Nusa. Yup, Dini satu kelas dengan Elma. Berbagai cara telah Elma lakukan untuk menjatuhkan Dini. Tak jarang pula Elma mempermalukan Dini di depan umum. Namun Dini tak pernah peduli dan tak pernah merasa dendam.
Setibanya di sekolah, Dini bergegas menuju kelas. Ia terlihat sangat tergesa-gesa. Sehingga ia tidak melihat ada seseorang di hadapannya. “Bruk!”. “Aduh…,” lirih Dini. Orang yang ia tabrak langsung berdiri dan segera menolong Dini. “Kamu gak papa?,” tanyanya seraya mengulurkan tangan. Dini menyambut uluran tangannya. Saat ia melihat ke arah orang itu, Dini terdiam. Ia sangat terpesona dengan sosok yang berada di hadapannya. Selama sekolah di SMA Nusa, Dini belum pernah merasakan hal ini.
“Hei,” ucap orang itu sambil menggerakkan tangannya di depan wajah Dini. “Eh, iya.. maaf tadi aku.. hmm, aku ga sengaja,” ucapnya terkejut hingga ia berkata dengan terbata-bata. Karena malu, Dini langsung pergi begitu saja. “Tunggu! Mengapa pergi, kau belum menyebutkan siapa namamu! Aku Fero,” teriak Fero saat melihatnya pergi. Namun Dini tak menghiraukannya. Fero pun memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Namun saat ingin melangkah, Fero melihat sesuatu. Kacamata. “Pasti ini milik gadis tadi,” gumamnya. Fero menyimpan kacamata itu ke dalam tas miliknya. Ia pun melanjutkan langkahnya untuk mencapai kelas.
—
“Kayaknya tadi pagi disini, aduuuh gimana caranya aku belajar tanpa kacamata,” gumam Dini mencari kacamatanya yang hilang tadi pagi. Dari pertama masuk sampai pelajaran usai, ia tak mengenakan kacamatanya. Hal ini sangat menghambat ia belajar. Dini sudah kesana kemari mencari kacamatanya namun tidak juga ia temukan.
“Aku tahu kamu pasti akan mencari ini,” ucap seseorang dari belakang Dini. Tak lain dia adalah Fero. Ia datang dengan membawa kacamata milik Dini. “Darimana kamu dapatkan kacamataku?.” “Aku bisa mendapatkan apapun, yang aku inginkan, termasuk namamu, Dini,” jawab Fero yang menyebut nama Dini. Sontak Dini salah tingkah. Ia menggunakan kacamata terbalik. Yang posisi bawah untuk atas dan atas untuk bawah. “Yaampun, kamu udah besar Din, pakai kacamata aja masih salah,” ucap Fero yang kini membenarkan kacamata Dini. Dini hanya diam seperti bayangan mati.
“Hmm, hari ini sekolah pulang lebih awal, ke kantin dulu yuk, habis itu baru aku antar kamu pulang,” ucap Fero lagi yang kesekian kalinya membuat Dini terkejut. “Ah, gak usah, makasih.. aku harus pulang,” ucap Dini dengan nada tidak beraturan. Nafasnya tersengal-sengal seperti orang habis maraton 10 km. “lagi pula kita baru kenal,” sambungnya yang kini sudah mulai tenang. Jangan heran, semenjak ia sekolah di SMA Nusa, baru hari ini ia berbicara dengan orang lain selain gurunya. “Memang kenapa kalau baru kenal?, aku juga gak akan nyakitin kamu, aku orang baik kok, ya?,” tawarnya lagi. Namun Dini tetap pada prinsipnya. Ia tidak mau diajak oleh orang yang baru dikenal, apalagi dia laki-laki. “Oke, tapi gapapa ya aku antar kamu pulang? Sepertinya jalan kita searah,” ucap Fero lagi dengan wajah sedikit memohon. Karena merasa akan baik-baik saja, Dini pun mengangguk mengiyakan.
Sepanjang jalan Fero bercerita sangat banyak, mulai dari pertama kali ia masuk ke SMA Nusa, hingga bercerita tentang Elma. Fero mengatakan ia sangat tidak menyukai sikap Elma yang seenaknya. “Dari tadi tanggapan kamu gitu-gitu aja, ngomong-ngomong udah tau namaku belum?,” tanya Fero yang menyadari Dini sangatlah pendiam. “Fero?,” ucap Dini ragu. “Hmm setidaknya kamu tahu namaku itu udah cukup,” kata Fero dengan nada yang meledek. “kamu beneran gak mau ada yang mau diceritain?,” sambungnya lagi merasa geram. Dini hanya menunjukkan gigi putihnya. “Aku bingung mau ngomong apa, soalnya ini pertama kali aku ngobrol sama teman satu sekolah, jadi aku udah terbiasa diam,” ucap Dini yang mulai berbicara. “Hmm, pantes.. nih ingat ya Din, kita dikasih kesempatan hidup itu hanya satu kali, masa remaja kita pun gak akan pernah terulang lagi, kamu yakin mau ngabisin masa remaja kamu dengan hanya belajar tanpa memiliki seorang teman? Oke, mungkin menurutmu teman tidak berarti, tapi Din, berbagi itu penting. Setiap orang mau dia pendiam, pemalu, atau bahkan anak nakal sekalipun pasti memiliki suatu rasa penat yang ada di kepala, dan kadang cerita itu gak bisa kita bagi ke Ayah atau Ibu kita. Dan temanlah satu-satunya yang bisa kita jadikan tempat untuk berbagi,” jelas Fero. Dini yang mendengar kata-kata Fero, matanya berkaca-kaca. Bagaimana tidak, ucapan Fero sangatlah menyentuh hati Dini, selain itu semua fakta, Dini juga tidak pernah mementingkan arti pertemanan.
“Aku gak ada niat untuk membuat kamu meneteskan airmata, hanya saja aku gak mau kamu menyesal Din, aku udah mengalaminya. Percayalah, kalau satu orang membencimu, pasti juga ada satu orang yang menyayangimu, yang mau menerimamu, yang akan menjadi sahabatmu,” sambung Fero lagi. “Kalau tetap tidak ada?,” ucap Dini yang mulai bertanya. “Ada aku Din, lagipula kamu itu istimewa, jadi mustahil kalau gak ada satupun orang yang gak mau berteman denganmu,” ucap Fero sekaligus memuji Dini.
Mereka pun berpisah di pertigaan jalan, Dini belok ke kanan, sedangkan Fero terus berjalan lurus. “Rumah kamu masih jauh?,” tanya Dini, kini Dini tidak lagi merasa gerogi. “Enggak kok, ternyata rumah kita jaraknya gak terlalu jauh ya.. rumahku ada di Blok depan kok,” jawab Fero. “Oke hati-hati ya, sampai ketemu besok.” “Besok ketemu disini lagi ya,” ucap Fero. Dini hanya memberikan senyuman sebagai jawabannya.
Sinar bulan yang cerah melengkapi indahnya malam, membuat hari tampak sempurna. Satu hari penuh ini adalah hari yang akan menjadi peristiwa berharga bagi Dini. Hari ini ia memiliki teman baru, satu-satunya orang yang menganggap Dini gadis istimewa, Fero. Dia tak seburuk yang Dini bayangkan. Fero sangat baik. Karena Fero, kini Dini tampak lebih percaya diri. Karena Fero juga, Dini bisa merasakan kasih sayang seorang teman.
Keesokan paginya, Dini dan Fero bertemu kembali ditempat kemarin mereka berpisah. Hari ini Dini yang lebih banyak bicara. Ia benar-benar menjadikan Fero sebagai teman berbaginya, dan Fero berusaha menjadi pendengar yang baik.
Sesampai mereka di sekolah, “Disana lagi pada ngapain ya Fer?,” tanya Dini melihat para siswa berkumpul memadati tempat diletakkannya mading. “Cari tahu dong, selama ini kamu gak peduli kan? Sekarang waktunya,” jawab Fero. Terlihat jelas Dini tampak ragu, namun Fero mengangguk meyakinkan Dini. “DAFTAR PESERTA CERDAS CERMAT IPA ANTAR SEKOLAH” “Disitu ada nama kamu Din, wah ini bagus,” ucap Fero antusias. “Aku gak ikut deh, disitu udah ada Elma.. dan kayaknya gak mungkin juga deh aku satu kelompok sama dia,” ucap Dini pesimis seraya membenarkan kacamatanya. Fero kembali menyemagatinya lagi. Dini pun mengiyakan.
Hari yang ditunggu pun datang, untuk pertama kalinya, Dini mengikuti acara yang benar-benar tanpa kehadirannya, akan sangat berpengaruh untuk SMA Nusa. Penampilannya hari ini sangat berbeda. Rambut yang biasa terkepang dua, hari ini dibiarkan tergerai. Membuat kecantikan Dini menjadi pusat perhatian.
Acara hampir dimulai namun Dini belum melihat kehadiran Fero, ia tidak peduli dengan datangnya banyak pujian dihari ini. Yang ia inginkan hanya satu, kehadiran Fero. “Baik anak-anak acara akan segera dimulai…” “Din, kamu nunggu siapa?,” tanya Elma tiba-tiba membuat Dini terkejut. Yup, mereka hari ini adalah teman dan mungkin selamanya akan menjadi teman. “Aku menunggu seseorang.” “Udah yuk, nanti juga datang,” ucap Elma. Dini menurut.
Acara pun dimulai. Persaingan sangat ketat. Hingga peserta mengalami nilai seri. Tinggal satu pertanyaan, dan semua orang akan tahu siapa pemenangnya. Biar begitu, Fero juga tak kunjung datang, membuat Dini tidak bisa fokus. “Din, fokus.. ini babak penentuan,” pinta Elma. Risa, teman yang ada di sebelah kiri Dini juga memohon hal yang sama. Dini tersenyum mengiyakan.
Pertandingan pun usai. Jangan tanya siapa pemenangnya, karena sudah pasti Dini dan teman-temannya. Namun Dini tidak bahagia, ia meninggalkan tempat pertandingan, membiarkan Elma dan Risa mengambil hadiah mereka berdua saja. Ia berlari ke arah kelas XII IPS, dengan harapan ia akan menemui Fero dan memarahinya karena tidak hadir di pertandingan pertama kalinya. Akan tetapi ia tidak menemukannya.
“Kamu cari siapa Din? Siapa yang dari tadi kamu tunggu?,” tanya Elma yang tiba-tiba sudah berada tepat di sampingnya. “Fero, aku cari Fero,” jawab Dini dengan mata yang kesana kemari mencari sosok Fero. “Fero? Di SMA kita gak ada yang namanya Fero Din,” ucap Elma heran. “Ada El, dia kelas XII IPS, seminggu terakhir ini dia yang menemaniku, dia juga yang mendorongku untuk ikut cerdas cermat,” jelas Dini.
Mereka pun pergi ke ruang guru dan meminta semua daftar siswa yang sekolah di SMA Nusa. Benar saja, dari semua data yang ada, tidak tertera nama Fero. “Gak mungkin Pak, kemarin saya masih bersama dia. Dia ada di sekolah ini, dia kelas XII IPS Pak, s…sa saya gak bohong Pak,” ucap Dini ingin meyakinkan. “Iya Nak, Bapak percaya, tapi Fero memang tidak ada,” ucap Bapak Kepala Sekolah.
“Dini,” panggil seseorang. Semuanya langsung terpusat pada suara itu. Nafasnya sangat terengah-engah. “Ada apa Ris?,” tanya Elma. “I..i..ini,” ucapnya terbata-bata seraya menunjukkan selembar kertas yang berisi surat. “Fero?”, ucap Dini saat mengetahui surat itu dari Fero. “dapat darimana surat ini?,” sambungnya bertanya pada Risa. “Aku menemukannya didalam kotak hadiah milik kita,” jawab Risa.
“Maaf Pak,” ucap seorang guru yang memiliki tanggung jawab atas berkas-berkas SMA Nusa. “disini ada data milik Fero, dia memang anak kelas XII IPS,” ucap guru itu. Dini tersenyum lega. “tapi dia sudah meninggal dua bulan yang lalu karna liver yang dideritanya,” sambung guru itu. Jantung Dini seakan tak berdetak, antara takut dan tidak percaya tidak bisa dibedakan. Elma dan Risa pun ternganga tidak percaya. Pasalnya, Dini bersama Fero akhir-akhir ini.
Karena penasaran, Dini pun membuka surat itu.
“Dear Dini Alisya… Aku minta maaf sebelumnya karena tidak datang pada pertandingan pertamamu, ingin sekali aku hadir dan menyaksikanmu.. tapi rasanya tidak mungkin, untuk itu aku sengaja menaruh surat ini ke dalam kotak hadiah, karena aku yakin kamu pasti memenangkannya.
Benar, aku memang sudah tiada… tapi entah mengapa aku merasa harus hadir dan menunjukkan diri di hadapanmu, aku hanya ingin kau memiliki teman supaya bisa berbagi.. seperti apa yang pernah aku katakan sebelumnya.
Sekarang aku harus pergi, karena aku rasa kini kau telah memiliki teman, bahkan bukan hanya seorang.. Jangan mengingatku, karena aku hanya arwah yang melarikan diri dari duniaku.. jangan pernah juga mengharapkan aku kembali, karena itu tidak akan terjadi..
Tetaplah rendah hati, namun jangan sampai merendahkan diri.. tebarkan senyum manismu disetiap pagi karena kamu itu gadis istimewa yang sedari dulu aku cari,
Salam dari teman pertamamu, Fero Satyawan.”
Matahari bersinar tepat diatas kepala, acara wisuda SMA Nusa telah usai. Dini, Elma dan Risa kini menjadi sahabat karib. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama saat di kelas XII. Sesekali Dini masih mengingat Fero, ia selalu merindukan kata-kata “istimewa” dari ucapannya. Karena bagaimanapun juga, Fero yang telah mengajarkan Dini makna persahabatan. Kapanpun dan dimanapun Dini berada, akan selalu ada nama Fero dihatinya.
“Dia adalah sosok yang mengajariku arti persahabatan, bukan hanya itu, ia juga yang telah menumbuhkan cinta di hatiku. Ya, aku sempat jatuh cinta padanya. Namun saat yang bersamaan dia memutuskan untuk pergi, dan bahkan ia tidak pernah lagi kembali.” – Dini Alisya
Cerpen Karangan: Faza Adilla Blog / Facebook: tulisanfzdl.blogspot.com / Faza Adilla Salam Sahabat Pena, aku Faza, aku hanyalah seorang penulis amatir, yang tak pernah berhenti berfikir. Cita-citaku, ingin membuat sebuah karya tulis yang disetiap katanya memiliki arta dan makna. Kenal dengan aku lebih jauh yuk.. Silahkan kunjungi wattpad @faz_aaa atau bisa juga kunjungi blog pribadiku! Thanks for Reading 🙂