Pagi itu hujan turun tidak seperti biasanya, hanya gerimis yang membawa sejuknya embun dikala itu. Aku seorang yang sangat cinta pada hujan, aku terbangun dari tidurku dan menghancurkan mimpi indah semalam. Gemericik air terdengar indah seperti alunan biola di telingaku. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh muka yang tak kalah kusutnya dengan pakaian yang sedang dijemur. Aku segera mempersiapkan diri untuk menyaksikan air yang berjatuhan dari langit dan tak sabar ingin bercerita padanya tentang mimpi-mimpi yang belum aku raih.
“Hujan, aku disini ingin bercerita padamu tentang mimpiku semalam. Ya, semalam aku bermimpi tent…” belum sempat aku bercerita tentang mimpiku pada hujan, tiba-tiba ada suara ketukan pintu. “Tok tok tok, Metha cepat mandi, sekolah sayang. Sarapannya sudah mama siapin di meja makan.” seru mama “Ah mama, ini masih pagi tau.” bantahku ketika mama menyuruhku bersiap untuk sekolah. Ya memang jam sudah menunjukkan pukul 5. Sudah seharusnya aku bersiap berangkat sekolah.
Hari itu aku mengikuti bimbingan belajar di sekolah sehingga membuatku harus berangkat pagi. Aku berangkat bersama Papa, sekolah SMA yang tak jauh dari kantor papa bekerja membuatku tidak kerepotan untuk mencari angkutan umum. Tepat pukul 7 kurang seperempat aku sampai di sekolah. Aku berlari menuju kelas, tak sengaja aku bertabrakan dengan seorang laki-laki yang berjalan berlawanan arah denganku. “Bruuuaakkkk…!” suaraku dan laki-laki tersebut yang jatuh dilantai.
“Lo gimana sih, kalo jalan liat-liat dong!” bentakku pada laki-laki tersebut. “Eh lo udah salah bukannya minta maaf malah marah-marah gak jelas” bantahnya dengan nada tinggi padaku. Kami pun segera bergegas meninggalkan tempat tersebut, karena bel masuk telah berbunyi.
Sesampainya di kelas tak lama kemudian miss Varah datang, seorang guru bahasa inggris yang memiliki sifat paling disenangi oleh murid-muridnya pun datang. Setelah itu kami segera duduk di bangku masing-masing. Beberapa saat kemudian miss Varah memanggil siswa laki-laki yang tak asing di mataku, namun sekejap aku segera melupakan angan-anganku.
“Anak-anak miss Varah membawa teman baru untuk kalian. Revand silahkan perkenalkan diri kamu!.” kata miss Varah pada siswa laki-laki tersebut. “Baik miss, perkenalkan nama saya Revando Adriano. Saya tinggal di kompleks Perumahan Kaisepuh gang I. Saya pindahan dari Surabaya.” Siswa itu memperkenalkan dirinya. “Revand, silahkan memilih tempat duduk.” Aku yang dikenal memiliki sifat cuek, tak sadar jika laki-laki itu yang telah menabrakku tadi pagi. “Lo!!” Sapa kami bersamaan dengan sedikit geram. Pelajaran miss Varah pun berjalan ceria seperti biasa, tak terasa bel istirahat telah berbunyi.
Seperti biasanya ketika istirahat aku hanya duduk dikelas dan memandangi layar ponselku. Revand pun duduk di sampingku dan menyapa “Hey! Maafkan aku ya atas kejadian tadi pagi!” ucapnya sambil tersenyum manis padaku. “Hmmm, iya iya harusnya aku yang minta maaf, tadi aku terlalu buru buru. Maafin aku juga ya” jelasku padanya. “Okee! Sekarang kita berteman yaa? Oh ya by the way nama kamu siapa? Rumah kamu, dimana?” tanya Revand padaku. “Aku Metha. Rumahku di kompleks Perumahan Wijaya Kusuma gang II.” jelasku padanya. “Oh berarti rumah kita dekat yaa?” “Iyaa” jawabku singkat.
Kami pun mengobrol berdua sampai kami tertawa bersama. Aku tak pernah berfikir sebelumnya jika akan bertemu lelaki sebaik Revand. Fiks aku suka laki-laki seperti Revand yang sifatnya buat semua orang merasa nyaman jika di dekatnya. Senyumnya yang membawa ketenangan hati, caranya menanggapi apa yang aku bicarakan. Semua saran yang ia berikan padaku membuatku tak mau berpisah dengannya, sungguh ia istimewa.
Bel pulang pun berbunyi, kebetulan saat itu papa pulang kerja malam. Sore itu aku pulang bersama Revand, kami menghabiskan waktu untuk bercanda tawa sambil menikmati hawa sore. Di jalan menuju rumah kami, tak terasa kami sudah berada di depan kompleks rumah Revand.
“Met, gak mampir dulu?” tanya Revand. “Nggak deh Vand. Aku langsung pulang aja, pasti mama udah nungguin di rumah” jawabku. “Oh oke. Kamu hati-hati ya! Sampai ketemu besok!” “Oke Vand.”
Aku pun berjalan menuju rumah. Sesampainya di rumah aku segera bergegas menuju kamar dan melemparkan tas sekolah yang aku bawa. Seperti biasanya aku langsung mandi dan makan. Ketika makan, aku pun melamun dan senyum-senyum sendiri sambil mengaduk aduk nasi yang ada di piringku. “Met, ayo cepat dimakan. Nasinya jangan dibuat mainan!” sahut mama dan membubarkan lamunan dan senyum manisku. “Iya ma, iyaa.” Aku pun segera menghabiskan makananku. Selesai makan aku segera meninggalkan tempat makan, lalu menuju ke kamar.
“Hari ini sangat melelahkan, aku pulang harus jalan kaki, ahh! Tapi tak apalah ada seseorang yang membuat perjalananku indah.” gumamku dalam hati.
Satu bulan telah berlalu, aku merasakan banyak perubahan terjadi padaku. Dari yang awalnya males tidur, sekarang pengen buru-buru tidur dan cepet pagi. Dari yang awalnya males berangkat sekolah kalau tidak disambut hujan, kini tanpa hujan pun aku semangat berangkat sekolah. Aku dan Revand kini menjadi sahabat yang sangat erat. Kami memiliki hobi yang sama, menyukai musik dan tempat yang sama, dan menyukai drama Korea. Tak ada kata terpisahkan diantara kami, hampir 3 tahun kami menjalani masa masa indah di SMA. Maka kami harus bersama-sama menjalani perguruan tinggi 4 tahun kedepan, walaupun berbeda kampus. Itulah janji yang akan kami buat dan akan kami kenang.
Suatu ketika, saat kami pergi ke taman dekat kompleks rumah kami. Aku dan Revand duduk di sebuah bangku taman yang menghadap ke arah air mancur dan bunga-bunga yang bermekaran. Kami berbicara tentang hal-hal yang tak jauh dari kata gurau.
“Oh ya Vand, kamu tau gak aku seneng banget sama hujan!” kataku pelan. “Aku gak suka hujan karena, hujan bisa buat kamu kedinginan. Kan kamu kalo kedinginan susah dibuat ketawa, bawaannya suka marah-marah mulu.” gurau Revand. “Hahaha… kamu yaa. Aku tuh serius” aku menjawab sambil tertawa pada Revand. “Aku juga serius kok. Hahaha!” jawabnya sambil tertawa.
“Oh ya Vand, aku pernah bercerita pada hujan. Kalau aku pengen banget ngeraih mimpi-mimpiku. Aku pengen banget bisa kuliah di Inggris. Aku pengen buat mama papa bangga sama aku.” “Apaa??” jawab Revand kaget. “Kamu kenapa Vand?” “Hmmm, jadi kamu mau ninggalin aku. Kamu bakal kejar mimpi kamu kuliah di Inggris.” “Iyaa. Aku pengen banget kuliah di Inggris. Do’ain aku yaa!” “Iyaa. Aku do’ain kok” jawab Revand sambil tersenyum tipis.
“Pulang yukk! Hujannya udah reda nih!” ajak Revand pulang. “Loh!! Kok buru-buru banget sih Vand?” tanyaku khawatir karena tidak seperti biasanya Revand buru-buru seperti ini. “Aku capek banget Met” karena tak tahu harus berkata apa. Akhirnya kami berdua pun pulang.
Hari-hari menjelang kelulusan pun tiba. Untuk kali ini, aku pergi sekolah tidak sama Revand. Entah mengapa Revand sangat berbeda. Sifatnya yang dingin, jarang buat aku ketawa, senyum Revand pun hanya sekejap ketika bertemu denganku. Aku tidak tahu kesalahan apa yang sudah aku perbuat padanya. Ya, kini aku merasakan perubahan sesungguhnya sifat seorang sahabat. Aku kehilangan sosok sahabat yang selalu ada di sampingku, karena Sebelumnya Revand nggak pernah seperti ini dan berkali-kali aku mendesak Revand untuk bercerita padaku sebenarnya ada apa sampai ia menjauhiku. Namun, tak ada satu kata pun yang membuat hati ini tenang. Setiap pertanyaan selalu ia balas dengan jawaban “Aku gak papa kok!”
Pengumuman hari kelulusan pun tiba, aku pun bahagia banget karena dapat nilai tertinggi di sekolahku. Dan yang paling menyenangkan, berkat usahaku selama ini aku diterima di salah satu Universitas Kedokteran di Inggris. Akhirnya aku bisa meraih semua mimpi-mimpiku.
“Revand!!!!” aku memanggil dengan maksud Revand untuk memberitahu kabar gembira ini padanya. “Revand, aku seneng banget. Aku diterima disalah satu Universitas di Inggris” “Selamat ya Met, semoga kamu betah tinggal di sana. Jangan lupain aku ya! Aku sayang kamu” jawab Revand singkat dan meninggalkanku sendirian. Lalu aku pun segera mengejar Revand. “Revand! Kenapa kamu berubah? Kenapa kamu seperti ini?” tanyaku pada Revand. “Met, aku harus membiasakan hidup tanpa kamu. Habis ini kamu udah nggak disini lagi. Aku yakin disana kamu bakalan nemuin sahabat yang lebih baik dari aku, sahabat yang bisa selalu buat kamu tersenyum dan tertawa bahagia.” Jelas Revand padaku. “Kamu ngomong apa sih Vand? Aku sayang kamu. Kamu bakalan jadi sahabat aku untuk selamanya. Aku di Inggris nggak lama kok Vand! Aku cuma mau ngewujudin semua cita-citaku. Aku pengen mimpi-mimpiku jadi nyata. Aku disana cuma sementara, 4 tahun ke depan aku pulang dan kita bakal tetep sama-sama lagi, aku janji Vand!” “Bener? Kamu janji?” “Iya aku janji.”
Setelah mendengar semua penjelasanku, lalu Revand pun menerima jika harus aku tinggal selama 4 tahun kedepan. “Oke, aku bakalan berdo’a yang terbaik buat kamu. Terimakasih sudah hadir dimasa SMA ku, kamu sahabat terbaikku!” ucap Revand yakin. “Terima kasih Vand, aku juga bakalan berdo’a yang terbaik buat kamu disini. Masa putih abu-abuku indah bersama bisa kenal sama kamu. Makasih banyak atas kenangan yang telah kamu berikan padaku” ucapku pada Revand. Aku dan Revand bener-bener jadi sahabat sejati. Kami berdua sadar bahwa sahabat tak harus bersama dalam suatu lingkungan kehidupan. Kita bisa berbeda tempat tinggal, tapi hati kita tetap disatu tempat yaitu Indonesia.
Akhirnya hari keberangkatanku ke Inggris tiba. Aku berpamitan dengan mama, papa, Revand, dan orangtua Revand juga. Mereka semua menangis atas kepergianku 4 tahun kedepan dan aku berjanji akan belajar bersungguh-sungguh di sana. Aku yakin kepulanganku ke Indonesia telah menjadi Metha yang sukses, dengan memakai seragam putih layaknya seorang dokter. Dan semua mimpi-mimpi yang telah aku ceritain pada hujan dan Revand menjadi kenyataan.
“Met, hati-hati yaa! Sekali lagi, jangan lupain aku yaa. Kutunggu kabar suksesmu sahabatku tercinta!” Ucap Revand ketika aku akan memasuki mobil yang mengantarku ke Bandara. “Oke Vand. Aku bakal ngeraih kesuksesanku. Aku gak bakal lupain kamu. Kamu orang terindah dalam hidupku. Kutunggu kabar suksesmu juga Vand! Aku di sana mendo’akanmu.” Jawabku pada Revand. Aku pun segera melangkahkan kakiku ke mobil yang ada di depan rumahku. Tak lupa aku melambaikan tanganku pada Revand.
Keberangkatanku kini tak meninggalkan luka untuk orang-orang yang aku sayangi. Aku percaya 4 tahun kedepan aku telah menjadi orang yang sukses bersama Revand dan yang pasti bakal membanggakan orang-orang yang menyayangiku.
Cerpen Karangan: Yenni Zanubach Arifin Blog / Facebook: Yenni Zanubach Arifin