“Kamu itu jahat ya Nara, masa kamu mukul aku cuma gara-gara aku ngatain Erisa jelek. Kan emang bener Erisa itu jelek dan bodoh.” ucap Dita. “Mendingan mulai sekarang kamu diam aja deh, daripada setiap kamu ngomong bisanya cuma nyakitin hati orang.” bentak Nara. “Ya suka-suka aku dong Nar, ini kan hidup-hidupku. Emang apa masalahnya buat kamu” ungkap Dita.
Pelajaran kimia akan segera dimulai, dan akhirnya Bu Fitri masuk kelas Nara. “Apa kalian tau siapa orang yang mengambil uang ibu yang ada di atas meja ibu.” tanya Bu Fitri pada kelas 10 ips 3. “Pas itu kan Nara bu yang mengumpulkan tugas di meja ibu.” ucap Dita. “Iya memang saya yang mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan ibu dan saya taruh semua tugas itu di atas meja ibu, tapi setelah itu saya langsung kembali ke kelas dan tidak mengambil apapun.” ucap Nara. “Alah ngaku aja deh, maling mana ada sih yang jujur.” perkataan Dita menuduh Nara mencuri uang Bu Fitri. “Sudah diam” bentak Bu Fitri. “Saya akan cari bukti siapa yang mengambil uang saya. Nara pun masih merasa kesal dengan Dita karena telah menuduhnya. Setelah itu Bu Fitri keluar dari kelas.
Beberapa menit kemudian “Jelek jelek… Erisa udah jelek pake bodoh tambah lagi malah sahabatan sama pencuri emangnya nggak mau pindah sekolah apa. Pokoknya jauh-jauh deh dari Nara si pencuri” ucapan Dita membuat Nara naik pitam. *BRAK* Nara memukul keras meja Dita, karena perkataan Dita sudah sangat kelewatan. “Eh, lebih baik mulutmu itu diam deh. Aku tau kamu itu orang yang tak berpendidikan dan nggak waras. Tapi omongan kamu tadi itu sudah sangat menyakitkan hati Erisa, dan juga kamu telah menuduhku mencuri uang milik Bu Fitri. Apa hati nuranimu itu telah lenyap dan juga otakmu sudah mulai gila? kok bisa-bisanya kamu berkata seperti itu tanpa bukti yang kau miliki.” ungkap Nara dengan nada lantang, sehingga membuat teman teman satu kelas Nara melihat kejadian itu. “Udah nggak apa-apa Nara jangan sampai kamu bikin masalah baru cuma karena masalah ini. Aku takut nanti kamu dikeluarin dari sekolah, jadi lebih baik kamu diam.” bisik Erisa di telinga Nara. “Tapi…” ucapan Nara terhenti karena kedatangan Pak Hendra guru matematika ke kelas mereka.
“Hari ini kita ulangan harian ya, ini soal-soalnya ada 25 dan jawabannya harus pakai rumus semua. Dan waktu kalian mengerjakan adalah 90 menit” ungkap Pak Hendra.
“Untung tadi kita udah belajar ya.” ucap Erisa pada Nara. “Iya Er.”
Setelah 120 menit berlalu Pak Hendra mengumumkan nilai ulangan matematika. “Di kelas ini nilai yang paling tinggi adalah 96 dan terendah adalah 44.” Pak Hendra mengatakan nilai ulangan hari ini. “Siapa pak namanya?” tanya Dita. “Yang mendapat 96 adalah Deva dan Nara, dan yang mendapat 44 adalah Dita.” perkataan Pak Hendra membuat teman teman sekelas Nara tertawa. Mereka tertawa mendengar nilai Dita yang paling rendah, padahal Dita sering mengejek Erisa bodoh. Tapi kini Dita lah yang bodoh dari Erisa, karena Erisa mendapat nilai 92.
“Ini pasti ada kesalahan pak, saya nggak mungkin mendapat nilai 44. Oh iya saya tau… pasti Nara dan Erisa mencotek buku catatan atau bahkan mencotek jawaban Deva, karena nilai mereka bisa bagus gitu” ungkap Dita mulai tak terima dengan nilainya. “Jangan salah tuduh kamu, Kita nggak pernah mencontek jawaban dari siapapun bahkan tak pernah melihat buku catatan saat ulangan.” ucap Nara kesal. “Udah kamu yang sabar aja dengan omongannya sih Dita, setelah ini kita pikirkan solusi dari masalah ini. Akhirnya Pak Hendra dapat melerai berdebatan Dita dan Nara.
Saat jam istirahat Nara dan Erisa duduk berdua di taman “Kita hanya butuh bukti kalau bukan kita yang bersalah dengan semua kejadian hari ini.” ucap Erisa. “Iya Erisa aku ngerti, tapi gimana caranya?” tanya Nara dengan nada lemahnya. “Kayanya kita harus selidiki sikap Dita untuk ungkap Dita yang sebenarnya. Ayo mulai sekarang kita ikuti Dita.” jawab Erisa. “Oke” jawab Nara setuju.
“Lihat itu kan Deva sahabatnya Dita, ngapain dia ngambil sesuatu di semak-semak. Ayo kita ngumpet, tapi jangan lupa direkam siapa tau ada hubungannya dengan masalah hari ini.” ucap Erisa.
Ternyata Deva mengambil plastik hitam yang saat dibuka isinya uang. “Akhirnya aku nggak ketahuan kalau ngambil uangnya Bu Fitri, semoga Bu Fitri percaya sama omongannya Dita kalau yang ngambil uang ini adalah Nara.” perkataan Deva membuat Erisa dan Nara sangat terkejut, tapi mereka berdua hanya berdiam diri di belakang pohon besar. “Ayo kita berikan video ini kepada Bu Fitri.” ucap Erisa dengan penuh semangat ke arah ruang guru.
“Terima kasih banyak Erisa dan juga Nara, ini adalah bukti yang sangat kuat untuk memberikan hukuman berat kepada Deva.” Bu Fitri sangat berterima kasih. “Oh ya aku baru ingat kalau hari ini ada ulangan ekonomi, ayo kita ke kelas dulu untuk belajar.” Ujar Nara. “Ayo, oh ya aku mau buktikan yang sering mencontek itu siapa? jadi aku mau ke ruang cctv dulu ya.” ucap Erisa.
Di kelas saat pelajaran Pak Indra yaitu ekonomi “Hari ini yang nilai ulangannya paling bagus adalah Nara yaitu 98, sedangkan nilai terendah adalah Dita yaitu 67.” kata Pak Indra.
“Saya nggak terima nilai saja jelek pak. Apa bapak tau kalau Nara itu melihat buku catatan saat ulangan.” ucap Dita. “Jangan asal tuduh Nara, karena saya tau semua kebusukanmu Dita. Pak tolong lihat video ini” timpal Erisa. Kali ini Nara belajar tak emosi, jadi Nara hanya diam membeku dengan keadaan ini.
“Jadi selama ini setiap ada ulangan kamu melihat buku catatan?” bentak Pak Indra pada Dita. “I…ya… pak, maafkan saya.” Dita merasa bersalah “Saya tak akan lagi berbuat seperti itu pak.” janji Dita. “Saya akan maafkan kamu, tapi kamu harus minta maaf pada Nara.” ungkap Pak Indra.
“Aku minta maaf udah berbuat jahat sama kamu dan juga ke Erisa” sesal Dita. “Aku janji nggak akan fitnah kamu lagi, karena aku telah sadar dan juga menyesal dengan perbuatanku.” tambah Dita. “Terima kasih ya Erisa, karena kamu aku terbebas dari fitnah” ucap Nara
Cerpen Karangan: Niken Fadilawati Blog / Facebook: Niken Fadilawati Namaku Niken Fadilawati, aku lahir di Blitar 05 Agustus 2001. Aku sangat suka menggabungkan kenyataan dengan khayalan gilaku.