Dimana ada Jingga disitu ada Mentari. Mereka adalah sepasang sahabat. Persahabatan mereka sudah terjalin sejak kecil. Jingga yang periang dan cantik dengan Mentari yang humoris namun menawan memang cocok saling bersahabat, bagai langit di sore hari. Persahabatan mereka sangat menyenangkan. Mereka suka menari, menggambar, dan melukis bersama. Hasil karyanya dipamerkan di sosial media masing-masing. Tak sedikit orang yang kagum dengan karya seni mereka. Sungguh persahabatan yang indah.
Suatu hari, saat jam istirahat di kantin sekolah, Jingga dan Mentari sedang makan soto ayam sambil berbincang-bincang. “Jingga, umm.. aku ada kabar menyedihkan nih,” kata Mentari mengawali percakapan. “Kabar apa, Ri?” sahut Jingga ingin tau. Mentari pun mulai menjelaskan, “Jadi gini, ayahku ada pekerjaan dan harus pergi ke luar negeri. Ayahku tidak ingin meninggalkan keluarganya disini makanya aku, ibu, dan adikku harus ikut kesana.” “Wah, enak dong!” jawab Jingga, “kamu bisa jalan-jalan keluar negeri, tapi ke negara mana nih?” Mentari lanjut menjelaskan, “Ih gak enak tau, aku akan pergi ke Inggris dan aku kesana bukan jalan-jalan tapi menetap. Aku gak tau akan berapa lama tinggal disana. Aku takut gak bisa ketemu kamu lagi.” “Jangan khawatir, kan kita bisa video call,” Jingga menenangkan. “Iya juga ya. Oh, iya, aku akan berangkat minggu depan. Aku harap kita bisa menghabiskan waktu seminggu ini dengan baik. Hmm, bagaimana kalau besok kita pergi ke taman kota? Disana kita bisa mengenang masa kecil kita dulu,” jawab Mentari. “Wah, ide bagus tuh,” jawab Jingga antusias.
Sebenarnya Jingga sangat sedih akan ditinggal sahabatnya. Jingga membuat kenang-kenangan agar Mentari selalu mengingatnya dimanapun. Jingga membuat gantungan kunci berlukiskan pemandangan matahari tenggelam di sore hari, pemandangan kesukaan Mentari. Jingga membuat gantungan kunci itu dengan penuh cinta. Ia akan memberikan gantungan kuncinya kepada Mentari di hari saat Mentari pergi meninggalkannya ke Inggris.
Hari itu pun tiba. Jingga pergi ke bandara untuk sebuah perpisahan. Jingga memberikan gantungan kunci itu kepada Mentari dengan harapan persahabatan mereka tetap terjalin walau harus berpisah. Mereka saling berpelukan, lalu Mentari dan keluarganya meninggalkan Jingga sendiri di lobi bandara di tengah keramaian. Jingga meneteskan air mata dan pulang dengan kesedihan.
Hari demi hari Jingga jalani sendiri. Sekarang tak ada lagi Mentari di sampingnya. Walau begitu mereka tetap bersahabat dan membuat karya seni bersama. Meski tak ada Mentari di sampingnya Jingga tidak kesepian. Mereka saling berkabar melalui media sosial dan video call. Sampai suatu ketika alam sedang tidak bersahabat. Hujan deras serta badai menyebabkan banjir besar di Inggris, di tempat Mentari tinggal. Jingga menonton berita di televisi dengan perasaan khawatir akan kondisi Mentari dan keluarganya di sana. Ia terus berdoa untuk keselamatan sahabatnya.
Sudah 5 hari sejak bencana alam itu terjadi, tidak ada kabar apapun dari Mentari maupun keluarganya. Jingga sangat khawatir dengan keadaan Mentari. Ia selalu menelepon Mentari atau keluarganya namun tidak dijawab. Hari yang dijalani Jingga penuh dengan perasaan gelisah dan sehingga pikirannya kacau.
Pada suatu sore, Jingga menghabiskan waktunya dengan menikmati teh hangat di teras rumah sambil menatap langit senja yang indah. Tiba-tiba teleponnya berdering. Ternyata itu telepon dari Tante Lina, ibunya Mentari. Dengan perasaan gembira Jingga langsung menjawab panggilan itu, “Halo tante, apa kabar? Apakah keadaan Mentari disana baik-baik saja?” Tante Lina pun menjawab, “Halo Jingga, Tante, Om, dan adiknya Mentari disini baik-baik saja…” “Keadaan Mentari bagaimana Tante?” Jingga langsung memotong pembicaraan. “Saat banjir besar akan datang kami semua sedang makan malam bersama di rumah. Saat mendengar peringatan bencana dari petugas sekitar, kami langsung membawa barang penting dan segera menuju tempat evakuasi. Kami semua bergegas pergi ke tempat evakuasi, namun Mentari kembali ke rumah untuk mengambil gantungan kunci pemberianmu, Jingga,” Tante Lina menahan isak tangisnya, “namun sayang, Mentari keluar rumah tepat saat banjir menerjang. Mentari tenggelam karena airnya sangat tinggi dan deras. Nyawanya tidak sempat diselamatkan oleh petugas sekitar. Saat itu Tante, Om, dan adiknya Mentari sudah sampai di tempat evakuasi, kami tidak tau kalau Mentari kembali untuk mengambil gantungan kunci itu. Kami melihat gantungan kunci itu hanyut dan beberapa jam setelah hujan mereda petugas evakuasi membawa jenazah mentari kepada kami, ia mengatakan bahwa Mentari sudah tiada…”
Tepat saat itu Jingga mematikan teleponnya, entah apa penjelasan dari Tante Lina selanjutnya. Tubuh Jingga lemas tak berdaya. Ia meneteskan air mata sambil menyebutkan nama Mentari, “Mentari, kenapa? Kenapa kamu pergi secepat ini?” Jingga terus menangis. Malam ini Jingga tidak bisa tidur. Sosok Mentari lah yang ada di benaknya. Ia bertanya kepada dirinya sendiri, “Apa aku bisa bertahan tanpamu? Engkau Penyemangatku, sekarang dengan kepergianmu semua semangatku telah hilang Mentari.” Jingga yang sangat kelelahan akhirnya bisa tertidur. Ia memimpikan Mentari.
Dalam mimpinya Mentari mengenakan gaun putih bersih dan berkata bahwa Jingga tidak boleh putus asa dan harus tetap semangat menjalani hidupnya walau tanpa Mentari. Mentari akan sedih jika Jingga selalu bersedih karenanya. Jingga kaget dan terbangun dari tidurnya. Setelah mengingat kembali apa yang mentari katakan dalam mimpinya, semangat Jingga kembali pulih. Jingga berjanji kepada dirinya dan Mentari bahwa ia tak akan bersedih lagi atas kematian Mentari. Ia akan mengganti kesedihannya menjadi semangat untuk menjalankan hidup yang lebih baik. Jingga yakin bahwa Mentari selalu ada bersamanya.
10 tahun kemudian Jingga menjadi seorang pelukis sukses. Ia bisa sukses karena ia semangat dan yakin bahwa Mentari selalu ada bersamanya. Jingga bisa terkenal berkat keindahan karyanya. Dia memamerkan lukisan yang dibuatnya sendiri. Lukisan itu adalah lukisan yang sama dengan yang ada di gantungan kunci Mentari. Lukisan pemandangan matahari terbenam di tengah langit jingga. Hatinya penuh rasa senang dan bersyukur.
Jingga percaya bahwa persahabatan bukan hanya sebuah nama dan hubungan, namun persahabatan merupakan suatu keterikatan hati, perasaan dan cinta. Sahabatnya mungkin tidak ada dengannya namun rasa dan cinta Mentari selalu ada untuknya. Bagaikan senja, dimana langit jingga selalu ada bersama sang mentari.
Cerpen Karangan: Eka Pujagita