Waktu sudah menunjukan pukul 22.15 namun gadis berambut panjang ini belum juga tidur ia tiduran di ranjangnya sembari melihat jam dinding. Tapi tiba tiba ia merasakan sakit di bagian pinggangnya. “Mah, penyakit ginjalku kambuh lagi” teriaknya dengan nada lemah, namun tak ada respon. Tapi tak lama kemudian gadis bernama Ghina itu pingsan dan tak sadarkan diri.
Keesokan harinya, ketika ibunya memasuki kamar ia kaget melihat kondisi anaknya yang tergeletak lemas. “Rayhan! Ayah! Cepat kalian ke sini!!” Teriak ibu dengan wajah cemas, tak lama kemudian mereka berdua datang dan menanyakan apa yang telah terjadi pada Ghina. “Ada apa dengan Ghina, bu?” Tanya Rayhan kepada ibunya. Ibu hanya menangis dan tak menjawab pertanyaan Rayhan, “Kita bawa dia ke rumah sakit!”.
Setelah sampai di rumah sakit, Ghina segera ditangani dokter ketika Ghina sedang ditangani, ibu hanya bisa menangis karena takut kehilangan anak perempuan kesayangannya itu. “Ibu yang tenang yah, Ghina pasti baik baik aja kok” ucap Rayhan sembari menenangkan ibunya, “Bagaimana ibu bisa tenang, Ray! Dia tuh satu satunya harta mamah yang sekarang mamah miliki!!” ucap ibunya dengan nada bentak. Hati Rayhan serasa sakit ketika mengetahui bahwa ibunya selama ini lebih menyayangi Ghina dibanding dirinya dan Rayhan hanya bisa tersenyum menutupi sakit hatinya, beberapa menit kemudian Dokter keluar dan segera menjelaskan bahwa Ghina harus menjalani cuci darah sebulan sekali.
Setelah beberapa hari kemudian, Ghina kembali sehat dan menjalani aktivitas sekolahnya seperti biasa. “Dek, kakak anterin yuk ke sekolah!” Ajak Rayhan dengan lembut kepada Ghina, “Gak mau ah! Mending sama ayah aja soalnya kalau sama kakak kebut kebutan!” Jawab Ghina dengan cuek. “Bener kamu suka kebut kebutan, Ray?” Tanya ibu pada Rayhan. Belum sempat dijawab, Ghina langsung menyambar pertanyaan ibunya dengan spontan bahwa Rayhan sering kebut kebutan di jalan, padahal Rayhan tidak pernah kebut kebutan tapi menurut Ghina memang seperti itu. “Kalau pake mobil jangan kebut kebutan, Ray nanti adik kamu bisa kenapa napa” ucap ibu sambil menasihatinya. Rayhan hanya menganggukkan kepalanya, lalu Rayhan berpamitan kepada ibunya, belum sempat menyalami, Ghina dengan cepat mendahuluinya. “Bu, Ghina berangkat dulu yah! Ayah, ayo kita berangkat!” ajak Ghina pada ayahnya. Ayahnya pun segera berdiri dan membawa koper kantornya, Rayhan hanya bisa tersenyum melihatnya walau hatinya sedih ketika tak sempat salam pada ibu dan ayahnya yang segera pergi.
Di perjalanan, Rayhan merasa dirinya terabaikan dari keluarganya ia tak pernah disayangi oleh ibu dan ayahnya namun ia tidak marah hanya saja ia sering berpikir kenapa dia dilahirkan kalau tidak disayangi oleh kedua orangtuanya, mereka tak adil pada dirinya ia hanya menyayangi Ghina dibanding dirinya. “Apakah aku tak berarti di kehidupan mereka? Mengapa aku diabaikan oleh keluargaku sendiri seperti ini? Jika aku tak pantas mengapa Kau lahirkan aku di dunia ini!!” tanya Rayhan di dalam hati sembari berteriak, “Arghhh!!” Rayhan pun menangis sejadi-jadinya meskipun ia laki laki kuat tapi hatinya bisa menangis ketika tersakiti.
Tiba tiba dari arah berlawanan datang sebuah mobil sedan merah dan menabrak mobilnya hingga mengenai pohon dan membuatnya terluka parah. Setelah beberapa menit setelah kejadian itu, warga datang dan segera membawa Rayhan ke rumah sakit. Ketika sampai di rumah sakit, seorang suster menghubungi ibunya dan segera memberitahu bahwa Rayhan mengalami kecelakaan mobil. “Halo apakah ini orangtua dari Rayhan Fernanda?” Tanya suster itu “iya benar ini saya ibunya, ini dengan siapanya?” Jawab ibu dengan rasa penasaran, “Ini dari Rumah Sakit Medika permata, ingin memberitahu bahwa anak ibu mengalami kecelakaan dan sekarang ia sedang ditangani oleh dokter” jelas suster itu. Ibu langsung menangis ketika tahu bahwa Rayhan mengalami kecelakaan dan ia pun segera bergegas ke luar untuk pergi ke rumah sakit menemui Rayhan tanpa menutup telepon.
Setelah sampai di rumah sakit, ibu segera menanyakan ruangan tempat Rayhan ditangani, “Sus, dimana anak saya sekarang? Dia baik baik aja kan?” tanya ibu pada suster itu dengan rasa cemas, “Anak ibu berada di ruangan UGD dan sekarang ia tengah ditangani dokter” jawab suster itu dengan menunjukkan ruangannya. Ibu pun berlari menuju ruangan UGD untuk menemui anaknya itu, sesampainya pas sekali dokter keluar ruangan, dan ibu menanyakan keadaan Rayhan. “Dok, gimana keadaan anak saya dok? dia baik baik aja kan?” tanya Ibu dengan air mata berlinang di matanya. “Keadaan anak ibu sekarang sedang kritis dan harus dibawa ke ruangan ICU” jawab dokter itu dengan pasrah. Ibu pun menangis sejadi-jadinya ketika mengetahui Rayhan kritis.
Rayhan yang terbaring lemas di ranjang itu dengan layar monitor detak jantungnya dan ditemani ibunya yang tak henti-hentinya menangis karena tak tega melihat anaknya seperti ini dan mengusap kepala Rayhan dengan lembut walau dia tak bisa merasakannya, hingga ibu tak ingat dan tak sempat memberitahu ayah dan Ghina kalau Rayhan kecelakaan. Lalu ia melihat sebuah buku catatan harian Rayhan dan membacanya, lembar demi lembar ia buka dan tak tahan menahan air mata ketika tahu bahwa selama ini Rayhan kurang diperhatikan oleh keluarganya. Ia menyadari bahwa selama ini kasih sayangnya hanya untuk Ghina bukan untuk Rayhan, “Sayang maafin mamah yah selama ini Mamah sering kali membuat kamu sedih dan maafkan mamah kalau selama ini gak pernah ngasih perhatian sama kamu, maafin mamah yah nak.” ucap ibu sembari mengusap kepala dan mencium kening Rayhan dengan berlinang air mata.
Setelah beberapa jam, ibu tertidur pulas di samping Rayhan dan tak tahu kalau Rayhan menunjukkan gerak tangannya yang pelan pelan, seketika ia membuka matanya dan melihat sekelilingnya. Lalu ia melihat ibunya yang tertidur pulas yang setia menemaninya. “Mah, makasih yah udah nemenin Rayhan, Rayhan seneng banget mah” ucap Rayhan dengan nada lemas terasa sedikit sesak di dadanya lalu ia membuka alat bantu itu, air matanya kembali membasahi pipinya. Ibu pun bangun dan terkejut melihat anaknya sudah sadar, “Sayang, kamu udah sadar kenapa gak bangunin mamah?” tanya ibu dengan perasaan senang dan lega. “Sayang? Rayhan baru denger mamah bilang gitu padahal panggilan itu cuman buat Ghina” ucap Rayhan dengan rasa terharu karena baru pertama kali ia dipanggil sayang oleh ibunya. “Ah kamu bisa aja” jawab ibu dengan singkat.
Lalu tiba tiba ayah datang dengan wajah khawatir, “Ayah? Kenapa ayah datang tiba tiba gitu ayah tahu dari mana kalau Rayhan kecelakaan? Ada apa?” tanya ibu dengan cemas. “Ayah gak tau soal itu, tapi yang ayah tahu sekarang Ghina lagi dirawat dan keadaannya memburuk, dan dokter bilang ginjal Ghina sudah tak berfungsi lagi dan butuh donor kalau tidak nyawanya takkan tertolong.” jelas Ayah pada ibu, lalu ayah pun pergi dengan wajah lemas. “Ayah mau kemana?” Tanya ibu pada ayah namun tak ada jawaban darinya mungkin ia terlalu sedih karena Ghina adalah anak kesayangannya yang kini sedang sakit dan sangat khawatir malas untuk menjawabnya.
Mendengar penjelasan dari ayah, Rayhan merasa iba dan ingin sekali menolong adiknya itu. Tapi ia takut kalau ibu melarangnya, karena niat baiknya Rayhan memutuskan untuk mendonorkan ginjal itu untuk adiknya walau nyawa taruhannya. Setelah memberitahu semuanya ibu setuju dengan keputusannya untuk mendonorkan ginjal pada Ghina. Ibu dan Rayhan pun segera menemui Ghina yang sekarang keadaannya makin lemah.
Setelah sesampainya, Ghina melihat ada yang membuka pintu dan ternyata dia adalah ibu yang sedang mendorong kursi roda kakaknya yang lumpuh karena kakinya patah. “Kak Rayhan?” panggil Ghina dengan nada lemas dan wajah pucat, “Iya, dek ada apa?” Tanya Rayhan pada Ghina. “Kakak kenapa? Kok pake kursi roda? Kakak abis kecelakaan yahh?” Tanya Ghina dengan beberapa pertanyaan pada kakaknya. Rayhan pun menjelaskan kalau dia tak apa apa dan hanya sedikit lemas untuk berjalan. “Kakak, gak boong kan?” Tanya Ghina dengan rasa curiga, “beneran kakak gak papa dek kalau perlu kakak berdiri dan jalan” jawab Rayhan dengan percaya bahwa dia bisa berdiri tanpa bantuan kursi roda. “Gak usah gak pa.. pa” jawab Ghina dengan rasa sakit di pinggangnya.
“Dek, kakak mau donorin ginjal ini buat kamu, biar kamu gak sakit sakitan lagi dan nanti di saat kakak udah gak bisa nemenin kamu lagi, kamu jaga ginjal ini buat kakak yah” jelas Rayhan pada Ghina dengan rasa ingin berkorban demi adiknya. Sontak ini membuat Ghina kaget dan tak menyangka kalau kakaknya rela mati demi dirinya dan membuat Ghina menolak keinginan kakaknya itu. “Gak! Kakak gak boleh ngelakuin ini semua kak! Ghina gak mau kakak donorin ginjal itu buat Ghina, biarin aja, kalau Ghina yang harus meninggal!” Ucap Ghina dengan nada marah dan kemudian rasa sakit itu datang dengan hebatnya lalu pingsan. “Ghina kamu kenapa sayang?” Ucap ibu dengan cemas dengan menepuk nepuk pipi Ghina “Ini semua gara gara kamu, Ray!! Kenapa kamu bilang ingin mendonorkan ginjal itu buat Ghina!” Bentak ayah pada Rayhan. “Yah, Rayhan ngelakuin ini demi kesembuhan Ghina, biar Ghina gak sakit sakitan lagi, apa salah yang dilakuin Rayhan ini Yah?” Jawab Rayhan dengan nada bentak dan bercucuran air mata. “Kenapa kalian ribut seperti ini! Kalian malah mempersulit keadaan!” bentak ibu dengan rasa cemas dengan keadaan Ghina.
Lalu, Dokter pun datang karena tak sengaja mendengar semuanya ketika ia lewat ruang rawat Ghina. “Ada apa ini kok ribut-ribut?” Tanya dokter itu, “Gak penting dok, sekarang yang penting selamatkan anak saya” jawab ibu dengan beribu ribu kecemasan dalam hatinya. “Baik, bu” Ucap dokter itu yang segera mempersiapkan alatnya untuk menyelamatkan nyawa Ghina.
Ketika sedang ditangani dokter, semuanya diam terpaku di tempat dan tak tahu apa yang harus dilakukan selain berdo’a untuk keselamatan Ghina. Beberapa menit kemudian dokter selesai menangani Ghina. Dokter pun terlihat seperti menyerah dengan terpaksa ia mengatakan kalau nyawa Ghina tak tertolong lagi, dan ibu pun menangis sejadi-jadinya dan memeluk tubuh Ghina yang sudah tak bernyawa lagi.
Keesokan harinya, Ghina dimakamkan di pemakaman yang tak jauh dari rumah. Di pusaran Ghina, ibu tak henti hentinya menangisi kepergian Ghina begitu yang tiba tiba. “Ibu, Ayah, Kak Rayhan maafin Ghina, Ghina pergi gak bilang bilang, Ghina cuman pengen Kak Rayhan merasakan apa yang dulu aku rasain, maafin yah kalau Ghina baru kasih tahu semua ini, Maaf juga buat Kak Rayhan maafin Ghina kalau nolak keinginan kakak buat donorin ginjal, tapi makasih kalau kakak udah berkorban buat aku, Biarkan Aku Yang Pergi Jangan Kakak.” ucap raga Ghina yang kini tenang di alam sana.
Selesai
Cerpen Karangan: Eva Fadilah Assalamualaikum wr wb Namaku Eva Fadilah, umurku 15 tahun aku kelas X IIS 2 sekolahku di MAN 1 Bandung, hobiku membaca novel ..maaf yahh kalau cerpennya gak nyambung maklum masih belajar.. hehehe Wassalam