Ia hanya dapat duduk diam. Ratapannya hanya dapat terkunci dalam hatinya. Angin membawa lantunan pengantar akhir. Air mata wanita itu mengalir perlahan menuju pipinya. Ia menatap sendu ke arah pelangi di langit. Manusia sudah mengambil warnanya. Kini pelangi tak memiliki warna, tak memiliki jiwa. Pelangi itu datar sama seperti segalanya, sama seperti senyum yang tertera pada layar milik wanita itu. Pelangi itu tak lagi memiliki arti. Sama seperti semuanya, semua sudah terlambat. Manusia hanya menunggu akhir.
“Selamatt ulang tahun, semoga panjang umur.” Sebuah notifikasi muncul dengan emoji seolah yang mengatakannya seraya tersenyum. Tapi ia tak benar tersenyum. Itu hanya gambar di atas permukaan yang datar. “Terima kasih” jawabnya dengan ekspresi yang ikut menyamai laki-laki yang tadi mengucapkan. Tapi milik wanita itu berbeda. Ia benar tulus tersenyum pada lawan bicaranya itu.
Wanita itu sudah lama terjebak dalam dunia. Dunia dengan media datar yang meracuni ekspresi. Dimana orang-orang tak peduli lagi dengan rasa, mereka hanya peduli dengan citra. Selalu ingin menjadi yang terdepan dalam berlari mengikuti gelombang yang cenderung pada satu arah, ketenaran. Berlari dalam jalur estafet, mengunggah kabar penting pada dunia. Tapi untuk mereka, kabar penting bukanlah tentang kemaslahatan, tapi ialah tentang perhatian dari orang ramai.
Hal itu bermula pada sebuah saat. Sebuah gerbang hadir di hadapan dunia abad-20. Gerbang itu membuka dunia baru bagi manusia. Abad ke-21. Surga informasi dimana setiap orang mengambil tempat. Lonceng tahun baru berdenting membuka dunia baru dalam lembaran sejarah umat manusia. Ia masih ingat saat itu mereka bersuka ria menyambut tahun 2000 ditemani kerutan di wajah kerabat dan kawan karibnya. Kerutan itu tak lain sebab mereka menyunggingkan senyumnya saat perayaan tahun baru itu. Saat perasaan yang dipenuhi kehangatan membungkus hatinya. Ia bahagia.
Lalu tak lama sebuah terobosan hadir. Sebuah jaringan yang menghubungkan setiap insan, dengan cepat menjamur ke setiap sudut. Itu adalah sebuah terobosan yang brilian. Hubungan antar insan dieratkan. Namun kian kesini nyatanya keadaan kini berbalik. kian mengabur hubungan antar manusia dan digantikan sebuah ilusi digital. Apa iya kita benar begitu dekat? Jauh di dalam hatinya wanita itu merindukan semuanya. “Tapi itu bagian dari kemajuan teknologi bukan?” Pikir wanita itu. Tapi bayaran dari teknologi itu tak murah. Manusia jadi terlena dengan ilusi. Mereka mengesampingkan apa yang penting. Mereka sudah tak peduli dengan sekitar.
Kini, ia berusia 70 tahun. Banyak sudah peristiwa yang ia alami. Hari itu genap usianya 70 tahun. Hari itu ia berulang tahun, tapi tiada sesiapa yang dapat menemani. Ia sendirian. Sekalipun sanak sahabat menyapanya. Tidaklah cukup pesan datar di atas layar untuk mengobati sepi yang meraung dalam hati. Ia sendirian. Sudah 50 tahun semenjak awal abad ke-21. Semuanya tak lagi sama. Ia hanya dapat mematung diam di atas kursinya yang mengangguk maju mundur pelan. Matanya memandang langit hijau, ya warnanya hijau. Entah sejak kapan hari terakhir ia melihatnya cantiknya biru di langit. Begitu juga dengan biru di lautan yang tak kalah cantik. Terutama bila menjelang pagi saat mentari bangun ataupun saat petang bila mentari hendak terlelap. Namun, kini tak lagi begitu. Lautan yang ia kenal dahulu kini berwarna pekat, hitam.
Manusia telah mencemari semuanya. Menarik bumi ke sebuah takdir dalam kelamnya lahad bersama segala yang hidup di atasnya. Mereka mengganti permata indah warna-warni alam dengan bangunan yang kokoh berdiri. Mengganti putihnya awan lembut yang berlayar di birunya langit dengan kepulan asap kelabu. Mereka mengganti kemilau pantulan bintang di jernihnya lautan dengan sampah dan lumpur. Udara tak lupa ikut dicemari. Ia yang tadinya menyejukkan nafas, melegakan dada siapa saja yang menghirupnya kini menusuk relung pernafasan.
Wanita itu kian putus asa. Mereka mudah saja mencegah segalanya. Sama mudahnya dengan menjaga itu semua. Tapi semua sudah terlambat. Mereka terlalu tak peduli untuk sadar.
Cerpen Karangan: Kian Blog / Facebook: Moonqwerty
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 20 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com