Anto berlari menyelusuri jalan-jalan pintas di sebuah permukiman kumuh yang terletak di utara kota Jakarta. Walaupun napasnya terengah-engah dan keringat bercucuran di hampir seluruh tubuhnya karena sinar matahari yang sangat tidak bersahabat pada siang itu, tetapi raut wajahnya menampakan kegembiraan yang sangat berarti. Di tangan kanannya ia menggenggam sebuah amplop putih berukuran sedang. Tidak lama kemudian ia berhenti di depan rumah yang sangat sederhana semi permanen dan sebagian dindingnya terbuat dari triplek. Anto lalu mengatur napasnya, sambil mengucapkan salam ia pun masuk dalam. “Anto… Lulus Mak… Teriak Anto sambil memeluk Emaknya dari belakang yang sedang menyeterika baju”. “Alhamdulilah… Selamat yaa… nak jawab Emak dengan matanya yang berbinar-binar”. “Anto mau nerusin sekolah Mak, lihat Anto jadi lulusan terbaik di sekolah kata Anto sambil memperlihatkan selembar kertas yang ia buka dari dalam amplop”. Tiba-tiba tatapan mata yang tadinya berbinar-binar itu menjadi redup. Sekarang yang tampak hanya raut wajah sedih, dan dengan tatapan kosong Emak memandang Anak sulungnya. “Emak enggak punya uang untuk membiayai kamu sekolah lagi nak… Jawab Emak lesu”. “Tapi… Mak? Kata Anto sedih”. “Kamu sudah bisa menulis, membaca dan menghitung saja itu sudah cukup nak, kalau kamu sekolah, nanti siapa yang akan membiayai kamu jelas Emak”. “Kan… Ada Lori Mak… aku yakin pasti dia bisa membantu aku untuk melanjutkan sekolah kata Anto sambil menghibur Emaknya yang sedang bersedih”.
Anto Lalu melangkahkan kakinya ke belakang rumah, ia tersenyum melihat sebuah benda yang terbuat dari kayu, berbentuk segi empat, berukuran satu setengah meter kali dua meter dan mempunyai roda di setiap sudutnya itu. Selamat siang Lori apakah kamu siap untuk membantuku berkerja di siang ini kata Anto sambil mengelap benda mati yang bisa berjalan di atas rel kereta itu. Sudah hampir satu setengah tahun Anto bersahabat dengan kereta dorong yang bisa di mamfaatkan sebagai modal transportasi yang sangat sederhana untuk mengangkut orang atau barang-barang. Anto bisa mendapatkan Lori dari hasil ia menabung dan di tambah dengan uang pemberian seorang dermawan ketika ia mengikuti acara sunatan masal di daerah rumahnya dulu. Setelah mengganti seragam sekolahnya dan makan siang, tidak lama kemudian Anto meminta ijin pada Emaknya untuk bekerja mendorong Lori di sekitar rel kereta yang sudah tidak terpakai lagi dan berjarak lima ratus meter dari rumahnya.
Dengan sekuat tenaga Anto menggotong Lori tersebut, akhirnya ia sampai juga di tempat biasa ia menjajakan tenaganya untuk membantu orang dan memperoleh uang. Anto meletakan Lori nya tepat di atas rel kereta, lalu ia duduk diatasnya untuk melepas lelah sambil membuka sebuah notes kecil yang berada di dalam saku celananya. Hari ini aku harus menjemput Koh Aceng jam tiga di belakang pasar, mengantarkan gallon minuman yang di pesan Bu Entin kewarungnya dan mengangkut buah-buahan Pak Dadang kata Anto dalam hatinya. Sekarang aku harus mengambil gallon pesanan Bu Entin dulu kata Anto lagi, sambil mendorong Lori nya ia pun berlari sekuat tenaga menyelusuri rel kereta itu. “Anto… teriak Fajar sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah Anto”. Anto tersenyum lalu ia menghampiri temannya yang berambut gondrong itu setelah mengantarkan gallon pesanan Bu Entin. “Ada apa… Jar? Tanya Anto sambil mengelap keringatnya yang bercucuran”. “Katanya kamu jadi lulusan terbaik di sekolah yaa… Kata Fajar”. “Iyah… jawab Anto, dengan bangga ia menganggukan kepalanya”. “Terus kamu mau nerusin sekolah lagi..? tanya Fajar”. “Iyah… Maunya sih begitu… Jar, mudah-mudahan dengan bantuan Lori ini aku bisa sekolah lagi jawab Anto dengan penuh harapan”. “Alaaahhhh… ngapain nerusin sekolah, orang seperti kita mah pantasnya bekerja bukan sekolah, mending juga dorong Lori dari pagi sampai malam mudah-mudahan kita bisa dapat uang banyak jelas Fajar sambil menepuk pundak sahabatnya”. “Aku ingin sekolah… masih banyak ilmu yang belum aku dapat, aku kepingin pintar Jar..! kata Anto”.
Tiba-tiba Anto dan Fajar di hampiri oleh dua orang laki-laki berseragam hitam-hitam. Anto mengerutkan keningnya ketika salah satu dari mereka memandang tajam dirinya. “Mau naik Lori… Pak Tanya Anto memberanikan diri”. “Tidak… Jawab laki-laki itu sambil tersenyum”. “Lalu Bapak mau apa…? Tanya Anto lagi”. “Kenalkan… saya Joni dan ini teman saya Dody. Hmmm… panggil saja kami berdua Mas Joni dan Mas Dody…? jelas Mas Joni”. “Iyah… Mas Joni, ada yang bisa saya bantu Tanya Anto lagi penasaran”. “Kami berdua adalah Wartawan dari salah satu Koran yang ternama di kota ini, hmm… kami bermaksud untuk menwawancarai kalian berdua tentang pekerjaan pendorong Lori yang kalian kerjakan selama ini. Kalian mau kan…? Tanya Mas Dody”. Anto dan Fajar bertatapan lalu mereka tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
Tidak lama kemudian Mas Joni mengeluarkan sebuah notes dan alat perekam sedangkan Mas Dody bersiap-siap membidik gambar mereka dengan sebuah kamera yang berada ditangannya. Wawancara pun di mulai, Selain mendorong Lori Anto pun bercerita tentang harapannya pada Lori agar ia bisa melanjutkan sekolahnya lagi ketingkat SMU kepada Mas Joni dan Mas Dody. Tidak lama kemudian kedua wartawan itu pun selesai mewawancarai Anto dan Fajar. Lalu mereka berdua melanjutkan pekerjaannya lagi mendorong Lori hingga malam hari.
Liburan sekolah saat ini di manfaatkan oleh Anto untuk mendorong Lori dari pagi hingga malam, tenaganya pun terkuras karena harus bolak-balik mendorong Lori untuk mengangkut orang-orang dan barang. Anto tidak patah semangat berkerja, tujuannya hanya satu yaitu ia harus mengumpulkan uang untuk melanjutkan sekolahnya lagi. Pada suatu hari sehabis makan siang Anto kembali pergi ke tempat pangkalan Lori nya. Sesampai di sana ia pun bertemu dengan Fajar yang tampak cemas menanti kehadirannya. “Ada apa… Jar? Tanya Anto ketika Fajar memanggilnya”. “Kamu di cariin sama wartawan kemarin, itu lho si Mas Joni kata Fajar”. “Memangnya ada apa… Tanya Anto bingung”. “Katanya… kamu mendapatkan orang tua asuh yang mau membiayai kamu untuk sekolah To..? jelas Fajar”. “Masa…? Yang benar… Ahh.., Tanya Anto lagi tidak percaya”. “Benar… Katanya sudah dua hari Mas Joni mencari kamu, untungnya tadi Mas Joni bertemu dengan aku, cepat kamu susul dia? Mudah-mudahan Mas Joni belum pergi jauh dari sini jelas Fajar lagi”. Anto berlari kencang menyelusuri jalan-jalan sempit untuk keluar dari permukiman rumahnya. Matanya menengok ke kanan dan ke kiri mencari-cari sosok laki-laki yang berperawakan tinggi besar itu. Hatinya pun berdebar-debar sekaligus gembira bila mengingingat kata-kata Fajar. “Mas… Joniiiii… teriak Anto sambil berlari kencang menghampiri wartawan muda yang hendak menaiki sepeda motornya”. “Hai… Anto! kata Mas Joni sambil tersenyum”. “Kata Fajar… Mas Joni mencari saya tanya Anto sambil mengatur napasnya yang terengah-engah”. “Iyah… aku bawa kabar gembira buat kamu, To? Kata Mas Joni sambil menepuk pundak Anto”.
Mas Joni lalu mengajak Anto minum dan mengobrol di sebuah warteg sederhana. “Kamu masih mau sekolah kan, To…? Tanya Mas Joni”. “Mau… Mas jawab Anto dengan matanya yang berbinar-binar”. “Mas Joni sudah mendapatkan orang tua Asuh buat kamu, mereka yang akan membiayai kamu untuk sekolah jelas Mas Joni”. “Siapa Mas…tanya Anto kegirangan”. “Pasangan muda yang baru menikah, namanya Ibu Tika dan Bapak Suryo. Mereka berdua membaca artikel yang saya buat kemarin mengenai perjuangan kamu dan Lori kamu, mereka hatinya tersentuh dan akhirnya mereka menghubungi saya untuk menemui kamu, hmm… apakah kamu bersedia menjadi anak asuh mereka jelas Mas Joni lagi”. “Alhamdulilah… saya mau sekali Mas kata Anto sambil tersenyum lega”. “Hari minggu besok kamu saya jemput jam sepuluh pagi yaa, di warteg ini. Nanti kamu akan saya kenalkan kepada mereka kata Mas Joni sambil mengusap-ngusap rambut Anto”. “Iyah… Terima kasih yaa… Mas jawab Anto”.
Setelah Mas Joni pergi meninggalkannya, Anto pun cepat-cepat berlari kembali menuju rel kereta untuk berkerja mendorong Lori lagi. Hatinya sangat senang, terbayang sudah masa depannya karena ia bisa bersekolah lagi. Tetapi apa yang terjadi, sesampai di rel tempat pangkalan Lori Anto tidak menemukan Lori nya berada di sana, Lori Anto hilang di curi orang karena kecerobohannya yang meninggalkan Lori di sembarang tempat. Di mana Lori ku Tanya Anto kebingungan, seketika wajahnya pun terlihat pucat pasi karena tidak menemukan Lori, harta satu-satunya yang ia miliki. Anto berlari menuju rumah Fajar, lalu ia menanyakan keberadaan Lori nya yang hilang. Fajar pun tidak mengetahui keberadaan Lori miliknya. Anto tertunduk lesu, ia merasa bersalah karena telah meninggalkan benda yang sudah di anggap sebagai sahabat sejatinya itu. Tampa disadari airmatanya pun menetes, Anto menangis sesegukan di depan Fajar. Tampa Lori, Aku tidak dapat bekerja lagi untuk mendapatkan uang tambahan dan uang untuk membantu Emak memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kata Anto dalam hatinya.
Pada hari minggu paginya, Anto bersiap-siap untuk pergi menemui calon orang tua asuhnya bersama dengan Mas Joni, jam setengah sepuluh ia sudah tiba di depan warteg. Masih terlihat raut sedih di wajah Anto. Tidak lama kemudian Mas Joni datang untuk menjemputnya. Mas Joni tersenyum ketika ia mendapatkan Anto yang tampak tidak bersemangat seperti kemarin. “Kamu kenapa To, kamu sakit yaa? Tanya Mas Joni”. “Saya tidak apa-apa Mas, saya cuma sedang sedih saja karena tiga hari yang lalu Lori saya hilang di curi orang jawab Anto lesu”. Mas Joni lalu merangkul Anto. Sabar yaa To, yang penting sekarang kamu urusi saja dulu sekolah kamu yang sudah ada di depan mata hibur Mas Joni. Anto memandang Mas Joni yang sedang tersenyum padanya. “Jangan sedih lagi yaa, ayooo kita berangkat menemui orang tua asuhmu ajak Mas Joni sambil memberikan helm pada Anto”. “Iyah… Mas, jawab Anto sambil tersenyum ia menerima helm berwarna hitam itu”. Tidak lama kemudian sepeda motor Mas Joni pun pergi meninggalkan permukiman kumuh.
Ohhh… Ini toh yang namanya Anto…? Sambut seorang wanita muda ketika Anto dan Mas Joni tiba di rumah yang mempunyai perkarangan luas dan teduh itu. “Ayo… Duduk To…! Kata wanita itu lagi sambil tersenyum manis”. Anto duduk di atas sofa yang sangat empuk, ia lalu tersenyum sambil memperlihatkan giginya yang putih pada kedua calon orang tua asuhnya. “Mereka adalah calon orang tua asuh kamu To, perkenalkan ini Ibu Tika dan Bapak Suryo kata Mas Joni pada Anto”. Anto menjabat serta mencium tangan Ibu Tika dan Bapak Suryo. “Mas Joni sudah menceritakan tentang perjuangan kamu untuk melanjutkan sekolah dan kebetulan kami berdua sedang mencari seorang anak asuh untuk kami biayai semua keperluaan sekolahnya, tetapi dengan syarat anak itu bisa berprestasi di sekolah jelas Ibu Tika”. “Kebetulan saya kemarin mendapat prestasi dengan lulusan terbaik di sekolah, Bu kata Anto sambil tersenyum”. “Iyah… kami juga sudah tahu, mangkanya itu kami berdua sudah sepakat untuk membiayai sekolah kamu hingga lulus nanti, kamu jangan mengecewakan kepercayaan yang sudah kami berikan yaa, To! kalau ada keperluan yang berurusan dengan sekolah cepat-cepat kamu datang ke rumah dan beritahu kami kata Pak Suryo”. “Iyah… Pak, Bu… Saya janji tidak akan mengecewakan kalian berdua, dan saya sangat berterima kasih jawab Anto sambil menatap kedua orang tua asuhnya”. “Besok kamu cari sekolah yang kamu inginkan, lalu kamu lapor ke kita berdua yaa, kata Bu Tika”. “Baik… Bu, jawab Anto sambil menganggukan kepalanya”. Ibu Tika dan Bapak Suryo tersenyum melihat anak asuhnya.
Setelah makan siang bersama, Anto dan Mas Joni pamit pulang. Bu Tika lalu memberikan Anto sebuah amplop yang berisikan uang. “Gunakan uang ini sebaik mungkin untuk keperluan kamu, To jelas Bu Tika”. “Terima kasih Bu, jawab Anto sambil menerima amplop itu”. Setelah bertemu dengan orang tua asuhnya Anto pulang kerumahnya. Anto teringat kembali dengan Lori nya yang telah hilang, dengan ragu-ragu lalu ia membuka amplop yang tadi diberikan oleh Bu Tika. Anto menghitung uang yang berada di dalamnya. Hmmm… uang pemberian Bu Tika cukup untuk membeli Lori yang baru, Tapi apakah aku pantas menggunakan uang ini untuk menggantikan Lori aku yang hilang pikir Anto. Kalau tidak ada Lori, aku tidak bisa berkerja seperti biasanya? Lantas dari mana nanti aku mendapatkan uang tambahan untuk ongkos ke sekolah dan biaya yang lainnya. Anto menarik napas panjangnya, lalu ia duduk dan termenung di atas bale bamboo di depan rumahnya. ANTO… Toooo…! tiba-tiba Anto di kejutkan oleh teriakan Udin yang memanggil-manggil namanya sambil berlari menghampirinya. “To… Lori kamu sudah ketemu! teriak Udin”. “Dimana, Din… Tanya Anto kegirangan”. “Di rel tempat biasa jawab Udin”. Anto dan Udin lalu berlari menuju pangkalan Lori di ujung rel. Anto terkejut ketika ia mendapatkan Fajar sedang terbaring kesakitan di atas Lori miliknya. “Jar… Fajar, kamu kenapa? teriak Anto sambil melihat sahabatnya yang sedang memegangi perutnya yang sudah bersimbah darah”. “Tadi Fajar di keroyok sama preman yang ngambil Lori kamu To, Fajar yang merebut kembali Lori ini dari tangan preman itu jelas Udin”. Apa… teriak Anto kaget, tahan Jar… Aku akan bawa kamu ke klinik, bisik Anto sambil berlari ia mendorong Lori miliknya. Anto dan Udin membopong Fajar yang tidak sadarkan diri ke dalam klinik terdekat. Hati Anto berdetak sangat kencang, ia takut Fajar tidak bisa di selamatkan. Yaa… Tuhan tolonglah Fajar yang sudah berbuat baik padaku ini isak Anto sambil mengusap airmatanya. Hampir satu jam Anto dan Udin menunggu, akhirnya seorang perawat keluar dari ruangan dokter dan menghampiri Anto. “Teman saya bisa di selamatkan… kan Sus? Tanya Anto gugup”. “Iyah… sekarang kamu boleh masuk dan menjenguknya jawab Suster”. Anto tersenyum, sambil memegang dadanya ia sekarang bisa bernapas lega. Lalu Anto dan Udin buru-buru masuk ke dalam ruangan serba putih itu. “Jar… bisik Anto sambil memeluk sahabatnya”. “Lori nya sudah aku temukan, To! Ternyata di ambil sama preman jelas Fajar sambil tersenyum”. “Jar… Kenapa kamu nekat berkelahi sama preman-preman itu Tanya Anto cemas”. “Aku pikir, kalau tidak ada Lori kamu tidak bisa sekolah To!, Aku kasihan melihat kamu menangis waktu itu. Kamu jangan khawatir sama aku, hmm… aku sudah tidak apa-apa kok, sebentar lagi juga sembuh hibur Fajar”. Anto memeluk Fajar sekali lagi dengan eratnya, terima kasih yaa Jar! Bisik Anto. Fajar lalu menganggukan kepalanya.
Setelah membayar biaya perawatan Fajar dengan uang pemberian Bu Tika, Anto dan Udin segera membawa Fajar pulang dengan Lori miliknya. Sepanjang jalan Anto bercerita tentang kedua orang tua asuh nya yang akan membiayai sekolahnya hingga ia selesai pada Fajar. Fajar pun tersenyum gembira mendengarnya. Berkat Lori akhirnya kamu bisa sekolah lagi yaa To? Teriak Fajar kegirangan. Anto tersenyum dalam hatinya ia pun sangat berterima kasih pada Tuhan, karena berkat Lori ia mendapatkan apa yang ia cita-citakan selama ini, Anto pun berjanji tidak akan mengecewakan orang-orang yang berada di dekatnya yang telah membantunya untuk bersekolah.
(Tamat)
Cerpen Karangan: Ayu Soesman Facebook: Hikari_gemintang@yahoo.com Cerpen ini aku tulis untuk teman-teman yang sudah menjalankan UN dan sedang menikmati liburan sekolahnya, Aku berharap cerpen ini bisa menjadi salah satu inspirasi agar teman-teman tetap semangat bersekolah 🙂 (Ayu)